Mohon tunggu...
sayapmerpatiid
sayapmerpatiid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Organisasi Non-Profit

Sayap Merpati adalah sebuah organisasi yang aktif mendukung pembangunan masyarakat di bidang pendidikan, karena #SemuaAnakBerhak mendapat pendidikan tanpa adanya perbedaan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perbedaan Agama Memicu Diskriminasi pada Pendidikan

29 Maret 2022   22:53 Diperbarui: 29 Maret 2022   23:07 2248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bekasi, Sayap Merpati - Berdasarkan data UNESCO, hampir sebanyak 260 juta anak-anak masih mengalami kesenjangan, segregasi dan diskriminasi, salah satunya karena perbedaan agama. Lagi-lagi agama menjadi alasan terjadinya diskriminasi pada salah satu aspek penting dalam kehidupan yaitu pendidikan. 

Banyak orang mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan di dunia pendidikan karena mereka menganut agama yang berbeda. Bukan menjadi sebuah rahasia lagi bahwa agama mayoritas akan selalu diutamakan dan seringkali pada daerah atau kasus tertentu mengutamakan agama daripada keadilan.

Salah satu kejadian nyata mengenai agama yang memicu diskriminasi adalah kasus seorang pelajar non muslim, calon peserta didik di SMP 3 Genteng Kabupaten Banyuwangi yang tidak jadi mendaftar di sekolah tersebut karena adanya kewajiban memakai jilbab. 

Kepala sekolah mengatakan bahwa tidak menerima siswa non muslim sebagai pelajar di sekolahnya. Mengetahui hal ini, Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas memberikan perintah untuk menghapuskan peraturan wajib menggunakan jilbab di SMPN 3 Genteng tersebut. 

Dilansir dari kompas.com, Anas berkata "Aturan yang diterapkan berdasarkan inisiatif pimpinan SMPN 3 Genteng. Saya sudah minta batalkan aturan itu. Batalkan detik ini juga. Terus terang saya kecewa. Kita ini pontang-panting jaga kerukunan umat, kok masih ada paradigma seperti ini." (16/7/17).

Kasus lainnya adalah beberapa siswa tidak bisa naik kelas selama tiga tahun berturut-turut karena mereka menganut agama yang berbeda dari mayoritas agama sekolah tersebut sehingga ini menjadi masalah yang harus diselesaikan hingga tuntas karena tidak mencerminkan persatuan seperti yang seharusnya. 


Kejadian ini membuat Muhammad Mukhlisin selaku praktisi pendidikan toleransi dan keragaman dari Yayasan Cahaya Guru ikut berpendapat dan bertindak karena kejadian ini sudah menyalahi undang-undang pendidikan di Indonesia.

Dilansir dari kompas.tv, Mukhlisin menyatakan bahwa "Para pemangku kepentingan mestinya memahami prinsip penyelenggaraan pendidikan lebih baik. Seperti yang diamanatkan pasal 4 ayat 1 UU Sisdiknas bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dengan menjunjung Hak Asasi Manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa." (24/11/21).

Kasus-kasus di atas hanyalah beberapa contoh dari adanya diskriminasi pendidikan di Indonesia, masih banyak lagi kasus-kasus yang telah dan masih terjadi. Melihat akan hal ini membuat para petinggi negara merasa perlu mengambil tindakan. 

"Kami telah bekerja sama dengan 15 Kementerian dan lembaga termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Agama untuk mewujudkan pendidikan yang ramah anak dengan menerapkan prinsip-prinsip hak anak di dalamnya seperti nilai toleransi, non-diskriminasi, dan anti kekerasan" ujar Lenny Rosalin, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA (Dilansir dari kemenpppa.go.id).

Untuk menghadapi tantangan diskriminasi pada pendidikan ini tentunya memerlukan kerja sama baik dari pemerintah maupun masyarakat, khususnya tenaga pendidik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun