Mohon tunggu...
Gin
Gin Mohon Tunggu... Tutor - Pembaca paper akhir pekan

Menulis tentang apa saja

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

World Cup 2018, Dari Mogoknya Jerman ke Berkokoknya Prancis

16 Juli 2018   07:16 Diperbarui: 16 Juli 2018   07:22 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesta akbar sepakbola sejagat raya Piala Dunia 2018 resmi berakhir. Tim Nasional Perancis keluar sebagai juara setelah berhasil menumbangkan tim dengan semangat juang tinggi, Kroasia. 

Mereka pun berhasil mengulangi memori indah Piala Dunia 20 tahun lalu (1998) yang kala itu dihelat dirumah sendiri. Dan sebagaimana pada edisi-edisi sebelumnya, berbagai keunikan dan kejutan selalu saja terjadi khas Piala Dunia. 

Kejutan sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum kick off putaran final dimulai, yakni dengan tidak lolosnya beberapa tim unggulan dengan sejarah mentereng. Dari sederet negara, sebut saja Italia yang memiliki koleksi 4 gelar juara dan 2 kali berstatus runner-up, serta timnas Belanda yang memiliki catatan 3 kali runner-up (terbanyak diantara tim yang belum pernah merasakan gelar juara).  

Anti-Klimaks Joachim Low

Tidak ada yang berhak meragukan tim nasional Jerman dibawah asuhan Joachim Low khususnya dipentas dunia setelah mereka berhasil menjuarai Piala Dunia 2014. Meskipun hanya mencapai semifinal Piala Eropa 2016, kelas timnas Jerman kembali terlihat ketika mereka menjuarai turnamen Pra-Piala Dunia, yakni Piala Konfederasi 2017 (yang diikuti para juara di kontinen masing-masing). Hebatnya, mereka bahkan melakukannya dengan skuad lapis kedua. 

Di bawah Low yang memegang kendali tim sejak 2006, (diluar sebab julukan karena kerap 'terlambat panas') Der Panzer memang selayaknya sebuah tank yang menyusuri jalan raya. Tak minggir, maka terlindas! 

Buktinya, mereka memenangi 10 dari 10 laga kualifikasi dengan menjebloskan 43 gol dan hanya kebobolan 4 kali. Sempurna! Ekspektasi tinggi pun tak terelakkan: juara dunia dalam dua edisi beruntun. Dan ketika tiba momen untuk sebuah kenyataan, ternyata tank itu kehabisan 'bensin', dan kemudian.. 'mogok'. Bahkan ketika event baru memasuki babak grup. Kekhawatiran itu memang sudah terlihat sejak mereka dikandaskan Meksiko di laga pembuka. 

Harus bersusah-payah menang dramatis melawan Swedia, tank itu akhirnya harus diangkut pulang setelah dikalahkan Republik Korea di laga pamungkas fase grup. Mitos juara bertahan pun tak terhindarkan.

Bintang Yang Berjatuhan

Satu hal yang yang juga paling mendapat sorotan dalam setiap event akbar Piala Dunia adalah kiprah para megabintang maupun beberapa nama yang menanjak bintang menyusul penampilan mengkilap bersama klub. Yang paling mencuri perhatian tentu saja Mohammed Salah (seiring penampilan gemilangnya bersama Liverpool pada musim lalu) walau hanya bermain untuk satu nama non-unggulan, timnas Mesir. 

Sayang sekali, dirinya tak bisa memberikan penampilan terbaik sejak awal turnamen dikarenakan masalah cedera yang didapatnya di final Liga Champions. Praktis, Salah hanya bermain dua kali walau menceploskan dua gol (satu dari titik putih). Timnas Mesir pun kandas di fase grup tanpa sekalipun meraih kemenangan. 

Dua nama yang menghiasi daftar pemain terbaik dunia dalam satu dekade terakhir, Ronaldo dan Messi juga tak mampu membawa tim masing-masing berbicara banyak, bahkan kompak pulang di hari yang sama di 16 besar. Walau begitu, secara individu keduanya menampilkan dua penampilan yang berbeda dimana Ronaldo mampu mencetak 4 gol dalam 4 laga (1 hattrick) dengan berhasil mencetak gol dalam segala situasi: pinalti, tendangan bebas, open play (heading) dan shooting (luar kotak pinalti), sementara Messi hanya berhasil mencetak sebiji gol. 

Nama tenar lain yang memperkuat favorit juara Brazil, Neymar Junior juga terbilang mengecewakan. Neymar bahkan lebih banyak menghabiskan waktu untuk akting terjatuh dan mengganti gaya rambut. Sampai babak perempat final, Neymar hanya mencetak 2 gol. Bintang Bayern Munchen, Robert Lewandowski yang menjadi top skor kualifikasi seluruh dunia juga tak bisa mencetak sebiji gol pun. 

Polandia pun terhenti di fase grup sebagai juru kunci. Adapun nama lain seperti duo Uruguay Cavani-Suarez yang tampil lumayan 'menggigit' dengan masing-masing mencetak tiga dan dua gol hanya mampu membawa timnya sampai perempat final, sementara top skorer edisi sebelumnya James Rodriguez juga gagal mencetak sebiji gol pun dan Kolombia harus terhenti di 16 besar. 

Banjir Pinalti dan Gol Bunuh Diri 

Satu hal baru yang diterapkan pada Piala Dunia edisi kali ini adalah penggunaan VAR (Video Assistance Refferee), yang berarti bahwa keputusan wasit di lapangan dapat diambil berdasarkan rekaman video pertandingan di ruang asisten wasit. 

Keputusan wasit tentu sangat berpengaruh dengan jalannya pertandingan, dengan VAR atau tidak. Bedanya, satu sisi lebih memberi ruang untuk human error tapi walau bagaimanapun sepak bola adalah permainan manusia, bukan? Human error mungkin dapat dilihat sebagai bumbu yang menambah atau mengurangi kenikmatan. 

Disisi lain, meski dengan konsekuensi laga harus dihentikan beberapa saat (untuk berkomunikasi) yang terkadang memutus ritme, keputusan penggunaan VAR dianggap menjanjikan sebuah pertandingan yang lebih fair. Hasilnya? dikit-dikit pinalti berujung rekor yang terbanyak sepanjang perhelatan Piala Dunia. Uniknya, meningkatnya jumlah pinalti justru berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah gol bunuh diri, juga yang terbanyak sepanjang perhelatan piala dunia. Keduanya bahkan terjadi di partai final (pertama kalinya gol bunuh diri terjadi di partai final). Adakah berhubungan? Silakan lakukan riset untuk membuktikannya. 

Pot Yang Tidak Seimbang

Tanpa bermaksud menyangsikan kemampuan, banyak yang menganggap bahwa berhasil melajunya Timnas Kroasia hingga partai final adalah buah keberuntungan dari konfigurasi bagan yang tidak seimbang. 

Ketika bagan pertama dihiasi nama-nama seperti Portugal, Argentina, Perancis, Brazil, Uruguay, dan Belgia yang sudah harus saling menyingkirkan sejak awal, bagan kedua justru memuat nama-nama yang lebih santai (kecuali Spanyol dan Inggris yang sepertinya memang memilih masuk bagan kedua dengan memainkan tim lapis kedua kala menghadapi Belgia di laga terakhir fase grup). Alhasil, tidak ada Jerman (sudah gugur sejak fase grup), Brazil, dan Argentina di semifinal, pertama kali terjadi sepanjang sejarah Piala Dunia. 

Tetapi tak dapat dipungkiri, itulah buah dari naturalitas pengaturan grup. Konsekuensinya, tentu kelahiran calon juara baru menjadi lebih terbuka walau pada akhirnya ternyata Perancis yang berhasil menambah koleksi gelar, alih-alih Belgia yang tersingkir di Semifinal dan Kroasia yang tumbang di babak final. Keduanya dikalahkan oleh sang juara, Perancis. 

The Winning Team & Memori 1998

Timnas Perancis datang ke Russia tidak dengan modal pas-pasan. Yup, menurut penulis pribadi mereka adalah salah satu kandidat juara berdasarkan materi pemain selain Brazil & Belgia (bintang usia emas di segala lini dan golden generation). Bayangkan saja, setelah posisi kiper diisi yang berpengalaman sekelas Hugo Lloris (lupakan sebuah blunder di laga final, dia andalan Tottenham Hotspur), barisan belakang diisi para talenta muda berbakat yang menjanjikan. 

Duo Real Madrid-Barcelona (read: Varane-Umtiti) ditengah, ditemani nama-nama muda lain di kanan kiri: ex-bek termahal Benjamin Mendy, Sidibe, Lucas Hernandez, hingga Pavard yang justru selalu menjadi pilihan utama. 

Lini tengah tak kalah mentereng yang menjadi kunci sukses Perancis di Piala Dunia kali ini. Trio KMP (bukan Koalisi Merah Putih), Kante-Matuidi-Pogba yang menghasilkan kombinasi serang bertahan yang sama baiknya disempurnakan dengan trio lini depan yang berbahaya Griezmann, Mbappe, dan Giroud. 

Skema bisa berubah ketika duo Pogba dan Kante berkombinasi menyerang dan bertahan ditengah, sementara Matuidi menyusur dari sayap kiri, Griezmann menjadi penyerang lubang dibelakang Giroud (sebagai target man) dan Mbappe menusuk dari sayap kanan. Maka lengkaplah winning team itu. Walau kini tanpa sosok yang semahsyur Zidane dizamannya, Perancis memang sebuah tim yang layak juara untuk mengulang prestasi terbaik mereka tepat 20 tahun lalu. Congrats, les Bleus!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun