Mohon tunggu...
Salix Fini
Salix Fini Mohon Tunggu... Dosen - Manusia

Ingin hidup saja sebagaimana seharusnya manusia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Pagi, Pak!

11 April 2020   16:30 Diperbarui: 14 April 2020   12:14 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pria Paruh Baya (PPB) : Oh, pagi-pagi sudah sampai di kantor. (tersenyum lebar, menyapa seorang gadis yang sedang berdiri di depan pintu lift)

Gadis (G) : Selamat pagi, Pak! (menengok ke arah suara yang semakin mendekat)

PPB : Semangat bener. (tertawa renyah sambil menjabat tangan si gadis)

G : Iya Pak, baru selesai sarapan. (melemparkan senyum semangat pagi)

PPB : Ooh,, saya juga sudah sarapan, tapi biasa aja.

G : -owkey, tergantung yang dimakannya kali- (melirik)


Pintu lift terbuka, pria paruh baya masuk ke dalam lift begitu pula sang gadis. Pria paruh baya menekan tombol, lantai 21.

PPB : Kamu lantai 22 kan. (mendahului gadis yang akan menekan tombol lift)

G : eh,, iya, terima kasih.

PPB : Sudah berapa lama kamu kerja di sini?

G : Sekitar 4 tahun.

PPB : Lumayan lama juga ya, masih begini-begini aja? (menyeringai kecil, entah bercanda atau mengejek)

G : (merasa tidak perlu menjawab, hanya tersenyum pahit)

PPB : Saya dulu seumur kamu sudah jadi manajer.

G : mmmm..... (dengan nada tinggi, berusaha terlihat antusias)

-sampai sekarang masih begini-begini aja pak-

PPB : Saya dengar latar belakang kamu dari pendidikan kan, kenapa berkarir di retail. Kalau saya dari awal merintis di retail, dari mulai jadi merchandiser sampai sekarang area manager.

G : Oh, ga heran kalau bapak ahli. Iya gelar saya pendidikan, dan sebenernya tidak jauh dengan yang saya geluti sekarang, sama-sama tujuannya mendidik.

PPB : Jawaban berkelit tuh haha

(Gadis tidak berniat untuk menjawab, cukup dengan senyuman)

(come on,,, lama banget ini lift ga nyampe-nyampe)

PPB : Udah punya pacar belum?

G : Belum pak.

PPB : Mau saya kenalin dengan anak saya ga?

G : ahaha (no way, punya mertua kyk gini)

PPB : kok cuma ketawa, kalau berubah pikiran nanti ngomong aja ya haha

(Sebenernya saya tau anakmu pak, dan juga sudah pernah bertemu, bahkan sebenarnya saya juga pernah menjalin hubungan dengannya, Jakarta itu kecil bos,,, Entah bagaimana tiba-tiba hubungan itu berakhir dan baru-baru ini akhirnya aku tau kenapa hubungan ini harus berakhir)

Kejadiannya lima tahun yang lalu, aku dan Dio (D) seperti biasa menghabiskan malam kami dengan makan sampai puas,, Tidak seperti biasanya, kali itu kami memilih untuk datang ke restoran di hotel berbintang, maksud hati untuk perubahan suasana, suasana yang berbeda dari kaki lima.

Kami sudah selesai memesan makanan, ketika aku melihat sosok wanita yang sangat kukenal di sudut restoran duduk di dekat jendela, ibuku, sedang bercakap-cakap dengan seorang pria. Aku berpikir pria itu mungkin rekan kerjanya.

G : dio, ada ibu aku di sini (itu kata-kata yang tadinya mau kuucapkan, sebelum aku melihat tangan pria itu memegang tangan ibu, mesra, tidak seperti layaknya seorang kawan)

D : kenapa?

Aku tersentak mendengar suara dio, sepertinya dio tidak memperhatikan kalau aku melihat ibu, dia terlau sibuk melihat buku menu sembari menimbang-nimbang apa yang akan dipesannya lagi.

G : memangnya mau pesan lagi?! (berusaha dengan cepat mengalihkan perasaan buruk yang melanda, mual, rasanya mual, aku tidak tahu apa masih bisa menghabiskan makanan dalam kondisi ini)

D : haha iya, kayaknya yang ini enak deh dis. (menunjuk gambar sup tomyam dengan kuah yang kental berisi udang, daging kepiting,, )

G : wooo boleh juga tuh (sesaat memori tentang ibu hilang tergantikan oleh tomyam, tidak lama, karena aku langsung melihat mereka lagi di sudut restoran)

Dio belum pernah bertemu ibu, sampai suatu hari Dio tiba-tiba datang ke rumah dan bertemu ibu, dan setelah itu pula sikap Dio mulai berubah, mulai sulit untuk dihubungi, kemudian menjauh begitu saja. Berkali-kali aku mendatanginya meminta penjelasan, namun hening, hanya kebisuan yang kudapat. Entah sejak kapan aku mulai merasa lelah, aku hentikan usahaku untuk meminta penjelasan, aku pun keluar dari rumah meninggalkan ayah dan ibu yang hampir setiap hari bertengkar.

Aku pun pindah pekerjaan, karena tempat kerjaku sebelumnya tidak jauh dari rumah, sebuah tempat penerbitan kecil dimana aku bekerja sebagai editor buku-buku pelajaran sekolah. Tempat kerja baruku yang sekarang adalah tempat aku bertemu pria yang di depanku ini, juga pria yang sama dengan yang duduk bersama ibuku di sudut restoran itu. Dan sekitar sebulan yang lalu aku melihat dia dan Dio di lobi kantor memanggilnya ayah.

PPB : Dis, saya duluan.

G : oh, iya pak. (suaranya membuyarkan lamunanku, tiba-tiba aku tersenyum sendiri, ya sudah lah masa lalu)

Seorang pria (P) setengah berlari cepat-cepat menekan tombol lift sebelum pintu lift tertutup, dan masuk ke dalam lift.

G : Selamat pagi, Pak! (gadis menyapa dengan spontan dengan alasan sopan santun sebelum melihat siapa yang masuk)

P : Pagi, dis. (pria itu menatap gadis dengan sedikit terkejut, namun berusaha ditutupinya)

Gadis menoleh karena suaranya seperti sangat dikenalnya.

D : Kamu kerja di sini sekarang?

G : mmh. (sambil mengangguk).

Pintu lift terbuka.

G : duluan ya.

D : mmh.

G : selamat pagi gadis, selamat menatap hari ke depan, walaupun masa lalumu hadir. (menarik nafas panjang dan senyum kecil muncul di ujung bibirnya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun