Mohon tunggu...
Save Master
Save Master Mohon Tunggu... -

Kanal tulisan-tulisan untuk perjuangan #SaveMaster.\r\nIngin tulisanmu dimasukkan disini? \r\n\r\nKirim ke tulisan.savemaster@gmail.com.\r\n\r\nCek @SaveMasterID

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa Kabar Sekolah Master? Apa Kabar Janji Sang Walikota?

8 Januari 2015   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:33 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pak Nurrohim menjelaskan ke kami bahwa permasalahannya tersebut ada pada ketidakberdayaannya Pemkot Depok kepada tawaran-tawaran menggiurkan dari developer. Jika memang ini dijadikan lahan bisnis, “silakan”, kata Pak Nurrohim. “Pertanyaannya, mengapa mereka tidak menginginkan kami yang mengelola tanah wakaf ini untuk menyesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) tersebut? Padahal dana yang akan diperoleh apabila kami yang mengelola tersebut jelas peruntukkan untuk pendidikan anak-anak yang belum mampu dijangkau atau dikelola oleh pemerintah. Ditambah lagi, mereka sebenarnya sudah memperoleh sebagian besar lahan di lingkungan Terminal Depok, kami minta disisakan sedikit saja. Politiknya Pemerintah Kota Depok kalah dengan finansial pengusaha. Dan mereka seperti kita tahu kan ingin terus mengakumulasi keuntungan mereka”, kata Pak Nurrohim. Jadi menurut Pak Nurrohim, dalam diskusinya dengan Pemkot Depok tersebut, “seolah-olah Pemkot Depok pengen ngadu ayam, tapi satu ayamnya dipegangin”.

Pandangan Pemkot yang berbeda dengan keinginan Pak Nurrohim ini ternyata juga diketahui akibat adanya perspektif berbeda dari Pak Nur Mahmudi terhadap keberadaan Sekolah Master. Pak Nur Mahmudi Ismail menganggap keberadaan Master ini justru menjadikan Depok tidak bebas gelandangan. Dengan adanya Master, anak-anak gelandangan/jalanan merasa dilayani dan dimanjakan. Bahkan yang ditakutkan beliau gelandangan-gelandangan dari daerah lain justru datang ke Depok akibat adanya Master. Pendapat Pak Nur Mahmudi tersebut juga sudah terkonfirmasi oleh Andi Aulia Rahman (Ketua BEM UI 2015) saat audiensi tengah tahun BEM UI ke Pemkot Depok tahun 2014 yang lalu.

Pandangan Pak Nur Mahmudi yang seperti itu tentu begitu miris apabila melihat slogan-slogan yang dipasang di jalan-jalan protokol Depok yaitu “Depok Kota Layak Anak”. Pak Nurrohim sendiri begitu geram dengan perspektif tersebut sampai mengatakan “Ini Pemkot Depok pengennya biar diliat dari luar oh, sejahtera semua rakyatnya, udah ga ada lagi gelandangan. Tapi ga bisa gitu dong caranya. Ini jelas-jelas masih banyak anak-anak yang membutuhkan uluran tangan. Justru seharusnya memelihara anak terlantar ini adalah tanggung jawab negara.”. Akibat perbedaan pandangan soal keberadaan Master inilah, menurut saya Sekolah Master tidak pernah berada di titik aman. Mereka akan selalu terancam dari cengkraman-cengkraman pembangunan yang tidak memperhatikan aspek sosial dan tidak manusiawi.

Ironisnya, Pemkot Depok di saat Master berada di posisi menguntungkan justru memanfaatkannya sebagai pengangkat citra. Seperti misalnya dalam hal kombinasi Pengelolaan Sekolah Terbuka dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PK-BM), Sekolah Master menjadi sekolah percontohan. Pak Nur Mahmudi Ismail seolah tampil paling terdepan dan mengatakan “kita akan merencanakan terus-menerus agar Sekolah Master bisa berfungsi untuk menjadi sekolah percontohan kombinasi antara pengelolaan sekolah terbuka, dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang benar”. Pernyataan tersebut juga dilontarkan beliau di siaran “Ruang Kita” tvOne dan di beberapa situs berita online. Ini namanya di depan lain, di belakang lain. Di depan media semua dibuat baik, diamankan agar citra Depok yang dipimpinnya layak dan ramah anak. Tapi di belakang, bayang-bayang raksasa menghantui Sekolah Master dan siap kapan saja melakukan penggusuran.

Hal yang lebih miris lagi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendukung Sekolah Master kini sudah tidak sebanyak dulu. Pak Nurrohim menyatakan, beberapa LSM kini sudah mulai tergoda dengan “sesajen” yang diberikan oleh pihak pengembang. Beliau mendapatkan informasi bahwa “lawannya Master” terus mencoba banyak cara agar mereka bisa mulus. Mereka menelponi LSM-LSM tersebut agar tidak lagi mendukung Sekolah Master. Dengan kucuran dana 3-5 juta yang diberikan kepada pimpinan LSM tersebut, mereka tergiur dan kehilangan idealisme. Pak Nurrohim mengatakan “murah sekali LSM-LSM tersebut harganya. Idealismenya bisa dibeli, bahkan dengan harga ‘cuma’ 3-5 juta.”. Pak Nurrohim menyatakan, “Yang paling bisa saya harapkan yaa kalian-kalian ini, yang masih terjaga independensi dan idealismenya. Kalian para mahasiswa ini.”

Dengan rencana eksekusi penggusuran lahan di Terminal Depok yang di dalamnya terdapat lahan milik Sekolah Master tanggal 15 Januari nanti, maka kita perlu membaca kembali janji yang dilontarkan Pak Nur Mahmudi di depan masyarakat Indonesia sebagaimana saya tuliskan di awal tulisan ini. “Pemerintah Kota Depok tidak ada sedikit pun untuk merencanakan penggusuran”. Ketika kalimat tersebut diucapkan, anak-anak yang berdiri di sekitar beliau langsung bersorak sorai kegirangan. Tanda mereka punya harapan besar akan tetap tegaknya Master.


Namun kini, nampaknya kita harus memperlihatkan lagi bukti video visual ucapan Pak Nur Mahmudi ini ke seluruh masyarakat Indonesia, khususnya kepada anak-anak yang sudah rela memberikan tepukan tangannya untuk Pak Nur Mahmudi di lokasi yang sama ketika beliau mengucapkan kalimat tersebut. Juga, kepada orang-orang yang rela memberikan senyuman bangga kepada Pemerintah Kota Depok yang saat itu terkesan begitu baik pada anak. Bahkan Pak Nur Mahmudi kalau dilihat dalam video tersebut, saat host acara “Ruang Kita” sudah hendak menutup acaranya, beliau menimpal “kami juga tawarkan kepada mereka karena mau mengembangkan seperti ini, bahwa kita akan mempersiapkan untuk memperkuliahkan mereka ke Eropa”. Sebelumnya beliau mengatakan “oleh karena itu sesuai dengan program andalan kami yang akan memberikan beasiswa kepada anak-anak berprestasi, nah, kuliah anak-anak mahasiswa nanti InsyaAllah akan kita berikan beasiswa kepada mereka”. Tidak ada teman-teman, tidak ada. Kami sudah menanyakannya kepada Pak Nur Mahmudi, sampai saat ini beasiswa yang dijanjikan itu nihil. Beberapa anak-anak Master sudah beberapa kali mengajukan proposal ke Pemkot Depok, namun hanya menjadi proposal yang tetap proposal. Hanya menjadi pengajuan tanpa persetujuan.

Begitu pula dengan janji sang walikota yang menyatakan nanti apabila pembangunan wilayah di Terminal Depok dimulai, akan dilakukan diskusi antara pengembang dengan pengelola Master agar menghasilkan win-win solution. Diskusi memang ada, tapi kalau pihak Pemkot Depok dan developerhanya memaksakan kehendaknya, dan seolah-olah buta dengan kepentingan anak-anak jalanan, dapatkah itu disebut untuk mencapai win-win solution?. Saya pribadi sebenarnya juga tidak terlalu mempermasalahkan kerjasama antara Pemkot Depok dengan developer untuk mengembangkan lahan tersebut. Tapi tolong, perhatikan kepentingan rakyat-rakyat kecil yang bahkan sebenarnya merekalah yang lebih dulu menduduki lahan tersebut secara legal atas tanah wakaf dan sebagian tanah yang dibeli Pak Nurohim dari sebuah PT. Pak Nurrohim sendiri juga sudah menawarkan solusinya tanpa menganggu pengembangan yang sudah direncanakan. Tinggal dipindahkan (dibangunkan) ke lahan di lingkungan Terminal Depok yang tidak masuk lokasi pengembangan. Kami berharap agar Pak Nurrohim berani mengutarakan kekecewaannya dan menyentil masalah ini saat liputan Trans Media nanti, sama seperti di acara Hitam Putih Trans 7 dulu. Ini akan sangat berguna untuk mengundang simpati dan menyerang kembali Pemkot Depok dan developer.

Apapun gejolak emosi saat ini tentang Sekolah Master, tentang Pemkot Depok, tentangdeveloper, memang membutuhkan pengkajian lebih lanjut. Namun dari penjelasan yang kita terima dari pihak yang lemah dan dilemahkan, setidaknya sudah menyentil moral kita sebagai seorang manusia. Sebagai manusia biasa yang sadar bahwa kita semua tak dilahirkan sama. Ada yang beruntung, bisa sekolah dengan baju seragam, tas yang bagus, sepatu hitam mengkilap, namun ada pula yang jangankan soal pakaian, jam sekolahnya pun tak menentu karena menyesuaikan jadwal mereka yang masih mengais rezeki di jalanan. Anak marjinal yang sudah untung mereka mau sekolah, sudah nyaman disana, terpelihara, kini terancam (lagi), mendobrak janji-janji sang walikota. Seiring pengkajian yang akan terus dilakukan, setidaknya tulisan ini ingin semuanya tahu, bahwa Sekolah Master sedang dan mungkin akan selalu tidak baik-baik saja, sehingga gerakan #SAVEMASTER pun bukan tidak mungkin akan kembali menjadi simbol perlawanan.

Lihat video Pernyataan Pak Nur Mahmudi Ismail tentang Tidak Akan Digusurnya Sekolah Master di Acara “Ruang Kita” tvOne -> https://www.youtube.com/watch?v=FoJQHDRim0w

Lihat video SAVE MASTER dari SIAGA FISIP UI -> https://www.youtube.com/watch?v=XT6NisgCHpQ

Ahmad
SIAGA FISIP UI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun