Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Musibah Lift Blok M, Pembelajaran Budaya Antre

18 Maret 2017   11:46 Diperbarui: 18 Maret 2017   22:00 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Orang yang hari ini paling bersyukur adalah orang yang kemarin hendak memakai lift di Blok M Square, namun karena sudah penuh orangnya di dalam lift maka ia terpaksa tertinggal atau menunggu giliran berikutnya. Ia selamat. Terlepas dari sebuah musibah, dan dengan sangat merasa hormat dan menghargai mereka yang menjadi korban maka penulis turut merasa simpatik bagi mereka, kiranya Tuhan memberikan penghiburan bagi keluarga yang kehilangan dan ketabahan serta ketabahan bagi keluarganya yang masih di rawat supaya seger sembuh dan tiada kurang sesuatu apapun. Karena perbedaan jarak, maka penulis tidak bisa mengunjungi para korban di Rumah Sakit atau memantau langsung ke lokasi, namun hanya ucapan rasa simpatik ini saja.

Dari kronologi cerita yang kita simak maka peristiwa terputusnya lift Blok M Square  “diperkirakan” karena begitu banyak orang yang masuk dalam lift (over load) dan ditambah dengan suara peringatan kelebihan berat itu telah berbunyi. Sling lift terputus dari lantai 7, diceritakan oleh salah seorang korban yang bernama Wisnu yang masih shok dan duduk di kursi roda, bahwa sejak lantai 6 peringatan lift sudah berbunyi, namun di lantai 6 orang-orang masih mendesak masuk. Jadi mulai lantai 5 lift terputus dan turun ke lantai 1 kemudian menuju ground demikian diceritakan oleh saksi Widya Ningrum kepada polisi.

Kita tidak berani spekulasi secara pasti dan menuduh siapa yang salah, kenapa lift itu putus? Namun karena di dalam lift itu ada 25 orang maka kemungkinan besar karena jumlah penumpangnya terlalu banyak? Kenapa bisa demikian? Kembali kepada sifat dasar manusia bahwa manusia yang sudah tercemar dosa, maka manusia memiliki sifat yang egois, maunya diri sendiri didahulukan.  Begitu egoisnya sehingga ia tidak mau mengalah, tidak mau mendahulukan, tidak mau berbagi. Itu sebabnya di negara-negara maju seperti negara barat, walaupun tidak ada yang mengawasi namun karena kesadaran diri sudah tinggi, maka budaya antri itu diterapkan dengan baik; walaupun belakangan ini agak mulai rusak juga gara-gara “maaf” ada orang Asianya.

Penuhnya sebuah lift sudah pasti karena semua orang pengin mendapat lebih dahulu. Jikalau ia dating dahulu maka mendapat yang dahulu tentu tidak menjadi masalah, karena itu merupakan haknya. Namun yang menjadi masalah ada orang yang datang telat, namun ingin tetap didahulukan. Kebiasaan antri itu juga tidak terlepas dari kesabaran seseorang untuk diuji. Di Jakarta misalnya, dengan jalanan yang pada jam tertentu macet, maka mau tidak mau kita harus sabar, supaya antri memakai jalan. JIkalau semua orang mau menang sendir, maka bakal macet total.

Ketidaksabaran jelas menjadi persoalan, karena mengganggu ketentraman orang lain dan tidak adil. Dulu ada mantan menteri yang karena berpangkat menteri sering kali membuat keributan di pesawat, hanya karena pengujian kesabaran dan budaya antri. Tidak sabar menanti giliran naik pangkat juga mengakibatkan seseorang bermain belakang yang belakangan disebut memberi uang sogok supaya mendapat prioritas. 

Bayangkan saja, gara-gara ketidaksabaran ini timbul berbagai masalah besar. Ketidaksabaran menyebabkan korupsi, karena orang tidak sabar jikalau bekerja dengan jujur dan baik sesuai alam, tetapi pengin cepat kaya, cepat terkenal, maka terjadilah hal yang tidak diinginkan. Memang terkenal sih, tetapi terkenal sebagai seorang koruptor. Kecenderungan orang yang tidak bisa antri adalah memaksa kehendak, termasuk tatkala ia berkehendak menduduki jabatan tertentu, maka ia akan berusaha merebutnya dengan berbagai cara. Tidak lagi berpikir secara logis sebagai orang yang berpendidikan, namun asal nabrak seperti orang yang tidak makan sekolahan.

Musibah lift di Blok M Square, merupakan pembelajaran bagi kita bahwa antri sebentar itu tidak ada salah dan tidak ada ruginya. Memberi orang lain lebih dahulu 3 atau 4 menit akan lebih baik dibandingkan anda ngotot mempertahankan sehingga timbul pertengkaran. Solusi yang terbaik adalah jangan biasakan telat, usahakan lebih awal untuk melakukan sesuatu. Semua orang punya kesibukan, semua orang punya kepentingan, mengorbankan kepentingan orang lain demi kepentingan kita sungguh tidak berkepribadian yang baik. Kiranya musibah ini memberikan pelajaran pada kita paling sedikit peristiwa yang sama tidak akan terulang lagi. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun