Tulisan "Tabola Bale: Dari Lirik Lokal ke Ruang Publik Nasional" membuka diskusi penting tentang bagaimana budaya lokal bisa hadir dalam ruang simbolik negara. Lagu Tabola Bale dari Nusa Tenggara Timur bukan hanya ekspresi seni remaja, tetapi juga membawa semangat kebersamaan dan inklusivitas yang jarang tampil di panggung nasional.
Namun, apresiasi ini perlu dibaca secara kritis. Pengakuan negara terhadap budaya lokal sering kali bersifat simbolik dan mewakili keberagaman tanpa menyentuh persoalan ketimpangan sosial serta ekonomi yang dihadapi masyarakat asal budaya tersebut. Viralitas dan perayaan budaya semacam ini tidak boleh mengaburkan kenyataan bahwa wilayah Timur Indonesia masih menghadapi marginalisasi dalam banyak aspek.
Bagi mahasiswa seperti saya, tulisan ini mengingatkan bahwa budaya bukan sekadar hiburan, tapi ruang politik dan alat kritik sosial. Representasi budaya seharusnya disertai dengan tindakan nyata untuk mendorong keadilan struktural. Tanpa itu, budaya hanya akan dijadikan panggung sementara, bukan jalan menuju perubahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI