Mohon tunggu...
Aris P. Zebua
Aris P. Zebua Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seharusnya pendidikan merupakan hadiah bagi semua orang | Blog pribadi: satyaaris.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Orang-orang di Pasar

1 Maret 2019   20:00 Diperbarui: 6 Maret 2019   18:44 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ini-nya logam atau plastik," kata tukang jahitnya sambil menunjuk bagian gerigi dari ritsletingnya. Dia mengambil contoh ritsleting itu dari bawah mesin jahitnya.

"Oh. Kalau gitu, yang biasa aja. Sepertinya yang logam lebih mahal. Itu berapa biayanya, Mas?"

"Empat puluh ribu aja."

"Ah, mahal. Dua lima, boleh?"

"Tiga puluh aja, Bang." Si tukang jahit telah selesai makan. Ia menyingkirkan mangkuk ke samping, mengelap tangannya, dan minum dari sebuah botol plastik.

Tawar-menawar selesai. Kuserahkan jaket ke tukang jahitnya. Ia pun mulai bekerja. Aku bisa menunggu sampai selesai, katanya. Jadi, aku duduk di depan kiosnya di sebuah bangku panjang. Di situ orang-orang yang belanja hilir-mudik. Kebanyakan ibu-ibu. Di dekat situ terdapat kios penjual pakaian. Berbagai aroma terhirup olehku. Aroma pasar yang khas yang berasal dari bau pakaian, kain yang dipajang, bercampur dengan aroma ikan asin, uap mi ayam, bakso, terasa pengap. Kutahankan saja. Aku tidak lama di sini, pikirku.

Hanya butuh waktu dua puluh menit saja ritsleting jaketku terpasang. Aku mencobanya dan hasilnya memuaskan. Kuambil uang dari kantongku dan membayar jasa jahitnya sambil mengucapkan terima kasih. Jaket kulipat rapi dan kumasukkan ke dalam kantong plastik.

Aku pun melangkah keluar, tapi tidak melewati jalanku masuk tadi. Aku sedikit memutar ke arah dalam pasar menuju ke tengah, berbelok arah di lorong tengah gedung pasar, kemudian menuju ke pintu keluar. Di bagian tengah terdapat banyak kios penjual pakaian. Kebanyakan pakaian wanita dan anak-anak. Di lorong tengah kau bisa melihat ke bawah ke lantai satu. Di sana terdapat penjual kebutuhan dapur. Sepertinya bau yang terasa tadi berasal dari bawah bercampur dengan aroma pakaian. Namanya juga pasar.

Gedung pasar ini tergolong baru. Belum sampai lima tahun. Terlihat masih bersih. Sangat jauh berbeda dibanding pasar dulu yang kumuh dan kotor. Di lokasi dulu, kondisinya kumuh, berbau busuk, tidak teratur. Terlebih kalau hujan, pasti becek di mana-mana karena posisinya bukan di gedung seperti sekarang.

Kehidupan pasar sangat menarik. Calon-calon pembeli terlihat hilir-mudik. Pura-pura melihat padahal tidak jadi beli. Para penjual ada yang duduk, ada yang berdiri, ada yang cuek, ada yang sibuk meneriaki orang yang lewat menawarkan barangnya. "Dilihat-lihat dulu, Mas, bajunya", "Silakan mampir, Bu", "Ini baju bahannya bagus", "Ini model terbaru", dan masih banyak lagi percakapan yang terdengar.

Saatnya aku menuju ke tukang sol sepatu. Aku pun berjalan keluar. Tukang sol sepatu berada di seberang jalan. Mereka biasanya menempati teras toko-toko di seberang sana. Untuk menyeberang jalan, aku harus berjalan agak jauh seperti memutar karena pembatas jalannya terdapat pagar besi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun