Mohon tunggu...
Aris P. Zebua
Aris P. Zebua Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seharusnya pendidikan merupakan hadiah bagi semua orang | Blog pribadi: satyaaris.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hanya Ada Kamu

3 Desember 2018   00:42 Diperbarui: 3 Desember 2018   00:45 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hai. Apa kabar, kamu?

Untuk ketiga kalinya aku menuliskan surat untukmu. Aku berharap kau menyediakan waktumu membacanya. Selama ini aku hanya menghubungimu lewat pesan singkat. Aku termasuk beruntung karena kau mau membalasnya. Meskipun pada ujungnya, percakapan kita menggantung begitu saja seperti baju yang tak bisa lagi kau kancingkan di badanmu karena kekecilan. Ujung percakapan yang masih penuh tanda tanya bagiku.

Pada surat keduaku, aku menuliskan di bagian akhir bahwa aku menyukaimu. Surat yang cukup panjang dan bertele-tele itu mungkin membuatmu bosan, hehehe. Aku belum tentu bisa bicara panjang seperti itu bila langsung di depanmu. Tapi memang benar aku menyukaimu sejak pertemuanku denganmu pertama kali. Kau masih ingat ceritanya? Ya, itu kutuliskan di suratku yang pertama. Lagi-lagi, aku termasuk beruntung kau sudah membacanya. Barangkali kau tergoda membaca lagi sekarang? Membaca surat yang panjang kadang membawa perasaan lega atau senang. Itu adalah kegiatan yang hampir punah saat ini. Orang sudah jarang menulis dan berbalas surat pribadi. Apalagi surat cinta.

Lalu sekarang apa yang harus kulakukan untuk membujukmu bertemu? Aku tahu kau memiliki sedikit waktu luang. Kau pernah bilang kau sulit menyediakan waktu untuk diri sendiri. Bisa dikatakan waktu ibarat monster yang mengikutimu dari belakang, menurutku. Kurasa kamulah yang paling memahami kapasitas dirimu untuk melakukan segala aktivitasmu. Aku tak perlu memberi saran tentang itu.

Hingga saat ini, kamu adalah satu-satunya perempuan yang aku sukai. Aku mengakuinya. Perasaan ini seolah tidak mau meninggalkanku. Ini bukan hal aneh. Semua orang tentu bisa mengalaminya, tak terkecuali kamu.

Sebelum melanjutkan tentang perasaan yang kumiliki kepadamu, aku mau cerita sedikit pengalaman pertamaku disurati seseorang. Cerita masa sekolah. Saat masih SMA.

Waktu itu teman semejaku, namanya Adi, meminjam buku catatanku. Beberapa hari ia tidak bersekolah karena sakit. Catatan materi pelajarannya jadi tidak lengkap sehingga ia harus meminjam bukuku. Saat itu, "catat buku sampai abis" alias CBSA adalah kegiatan wajib setiap siswa di sekolahku, walaupun berstatus sekolah negeri hehehe. Tanpa keberatan, kupinjamkanlah buku catatanku dengan syarat dikembalikan tepat waktu dan dibawa setiap ada jadwal pelajarannya.

Suatu hari ia selesai menyalin dan mengembalikan salah satu buku catatanku. Di dalam buku itu terselip sepucuk surat. Temanku itu senyum-senyum saja dan berkata bahwa aku baru saja mempunyai seorang fans. Aku heran sambil bertanya-tanya, namun berbunga-bunga, siapakah gerangan dia?

Di surat itu, dia memperkenalkan diri. Namanya Eva dan berasal dari sekolah sebelah. Ternyata, kami tidak satu sekolah. Lintas sekolah. Bagaimana bisa? Ceritanya, Adi adalah sepupu Eva. Ia tinggal di rumah Eva selama masa SMA. Saat Adi meminjam bukuku, disengaja atau tidak, Eva membaca buku catatanku. Katanya, lewat surat, dia menyukai tulisan tanganku. Sangat rapi. Begitulah dia membuka percakapan dalam surat. "Tulisanku rapi?" gumamku dalam hati, tak percaya. Tapi aku sangat senang. Itulah pertama kali aku mendapatkan surat dari seseorang. Selanjutnya, dia menjadi temanku berbalas surat. Dan dari Adi aku tahu bahwa dia pemenang lomba menulis artikel tingkat nasional.

Apakah kamu punya pengalaman surat-suratan? Semoga saja pernah. Setidaknya pas mengerjakan tugas Bahasa Indonesia tentang surat waktu sekolah dulu hehehe. Kupikir menulis surat itu menyenangkan. Maka itu, kucoba menuliskannya untukmu. Meskipun kamu tak pernah membalasnya. Bisa jadi kamu mau membalasnya, hanya saja, lagi-lagi, waktu belum memihakmu. Atau, mungkin kamu memang tak ingin membalasnya. Bagiku, tidak masalah. (Padahal aku bohong).

Pengalamanku di atas sudah lama sekali. Aku sudah lupa sebagian besar kisahnya termasuk isi surat-suratnya. Suratnya pun entah di mana sekarang. Semua sudah berubah. Kisah manusia memang terus berubah. Entah karena pilihan sendiri atau ikut arus. Bahkan tanpa disadari. Banyak juga yang kebingungan bagaimana harus menjalani hidup. Biasanya sih ini dialami mahasiswa yang baru saja lulus. Antara mempertahankan cita-cita dan bertahan hidup. Akhirnya menerima kerja yang tak sesuai harapan asal punya penghasilan.

Kamu tahu salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh manusia adalah mengambil keputusan dan menanggung risiko dari keputusan itu? Ketidakpastian. Ya, itu masalahnya. Ketidakpastian memang membuat hidup lebih menarik. Namun, kadang juga membuat galau. Aku berikan sebuah contoh. Agar menarik, contohnya mengenai cinta. Anggaplah tokoh dalam cerita ini adalah kamu, aku, dan dia - seseorang lain.

Jadi begini, anggaplah aku menyukaimu. Tapi kamu menyukai dia. Sedangkan dia tidak memiliki perasaan apa-apa terhadapmu. Ingat, ini cuma contoh lho. Kamu berharap dalam hati bahwa si dia, suatu saat, dapat menjadi pasangan hidupmu. Apa yang akan kamu lakukan?  Tetap mencintai dia dan terus menunggu (sambil memberikan sinyal-sinyal tertentu)? Lalu, aku. Apa aku harus terus mengejarmu? Ini terdengar seperti cerita sinetron. Tapi, sebenarnya ini mengenai pengambilan keputusan yang penting dalam hidup karena menyangkut masa depan.

Tidak seorang pun yang ingin bermain-main saat bicara soal masa depan. Apakah aku harus mengejarmu terus? Apakah kamu terus mengejar dia? Seberapa lama? Masalahnya, tidak ada jawaban pasti yang turun dari langit. Kita harus mengambil keputusan. Kejar atau berhenti. Atau, waktu akan lewat begitu saja. Orang biasanya mencari pembenaran dengan berkata, "semua indah pada waktunya". Tapi, kapan itu? Tik...tok...tik...tok.... Detik jam terus berputar.

Ini juga berlaku saat kita memutuskan hal lain. Seperti saat mencari pekerjaan, kapan harus resign dari pekerjaan, apakah harus studi lanjut, dan sebagainya. Seorang pimpinan mungkin yang paling sering berhadapan dengan pengambilan keputusan apalagi saat situasi sedang sulit. Saran dari sahabat atau teman kadang membantu. Namun, saat sendirian, kita akan diliputi ketidakpastian dan kebingungan. Manusia memang dilahirkan sendiri-sendiri.

Andai ada pemeran pengganti dalam hidup ini, barangkali aku akan serahkan padanya saat-saat tersulitku padanya. Aku akan memilih hidup yang mudah untuk dijalani. Kenyataannya tidak seperti itu. Setiap kita harus menanggung hidup sendiri.

Emil Zola pernah menuliskan dalam novelnya "Hati Iblis" bahwa kadang orang tidak ingin melakukan sesuatu, tapi malah terpaksa melakukannya karena merasa itulah yang paling tepat untuk dilakukan. Ada benarnya. Kadang sesuatu bertentangan dengan kehendak kita dan akhirnya kita putuskan juga melakukannya. Aku sudahi dulu tentang ini.

Sekarang, mungkin muncul pertanyaan dalam benakmu apa benar hanya ada kamu di hatiku. Aku harus jujur, tidak juga. Sering malah pekerjaanku begitu menyita perhatian sehingga aku lupa memikirkanmu. Apakah cukup menjawab? Baiklah, jika yang kau maksud apakah pernah ada seseorang yang lain selain kamu, aku akan menjawab: aku pernah menaruh hati pada seseorang. Aku mencoba mengalihkan pikiranku darimu dan aku gagal. Ya, hanya ada kamu.

Aku biasa menyebut namamu dalam doaku. Bukan agar kamu tiba-tiba menjadi suka padaku. Aku mendoakanmu agar Tuhan membentukmu menjadi pribadi yang baik seperti Ia membentukku juga. Apakah kamu merasakan ada malaikat yang menjagamu setiap hari? Aku meminta kepada Tuhan agar mengirimkanmu malaikat pelindung terlebih saat-saat tersibukmu. (Masa iya aku meminta malaikat pencabut nyawa hahaha). Ya... kadang-kadang sih aku juga tidak setia berdoa. Namanya juga manusia.

Apakah kamu masih membaca? Suratku berakhir di sini. Apakah aku akan menulis surat berikutnya lagi padamu? Aku tidak tahu. Aku hanya perlu melangkah sekarang tanpa perlu menanti balasan darimu. Entah balasan pada suratku ini atau balasan dari ajakanku untuk bertemu. Aku pernah mengatakan bertemu kembali denganmu adalah sebuah keajaiban. Lalu, apakah menunggumu selama ini adalah hal yang sia-sia bagiku? Mungkin saja kalau dipandang dari satu sisi. Dari sisi lain, mungkin tidak. Aku memang masih menunggu keajaiban.

Semoga hari-harimu baik. Jaga kesehatan sebab saat ini sedang musim hujan. Makan yang teratur biar selalu sehat dan kuat.

Salam manis untukmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun