Mohon tunggu...
Satriya Agung
Satriya Agung Mohon Tunggu... Jurnalis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai Langkah Awal Memperkenalkan Gaya Hidup Berkelanjutan di TK Agripina Kota Surabaya

14 Oktober 2025   11:55 Diperbarui: 14 Oktober 2025   11:55 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai Langkah Awal Memperkenalkan Gaya Hidup Berkelanjutan di TK Agripina Kota Surabaya

Oleh :Anastasia Fransiska Dewi, Program Doktoral Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Negeri Surabaya.

Perubahan iklim memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia dan lingkungan baik saat ini maupun dalam jangka panjang. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC, 2022) menyatakan bahwa, dampak perubahan iklim semakin nyata, ditandai dengan peningkatan suhu global, curah hujan ekstrim, bencana hidrometeorologi, dan degradasi lingkungan. Tantangan perubahan iklim semakin terasa melalui pergeseran musim, banjir, kekeringan, dan krisis air bersih. Situasi ini menuntut kesadaran dan tindakan nyata dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk sejak usia dini. Namun, kesadaran akan perubahan iklim melalui dampaknya sebagai pengenalan gaya hidup lingkungan yang berkelanjutan masih kurang mendapat perhatian, terutama di kalangan anak usia dini. Mengenalkan konsep perubahan iklim melalui pendidikan lingkungan berkelanjutan pada anak usia dini perlu untuk dikenalkan sebagai upaya langkah awal mengenalkan kepada anak untuk mengenal dan mengurangi dampak perubahan iklim dengan menanamkan kesadaran, tanggung jawab, serta membentuk dan mengembangkan karakter peduli terhadap alam yang mendukung keberlanjutan melalui perilaku sederhana, yaitu bermain dengan alam dan kegiatan belajar untuk menjaga ekologi. Materi lingkungan disampaikan dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dan bermain di alam melalui kegiatan bercerita, bermain peran, percobaan sederhana, dan proyek kreatif.

Anak-anak merupakan generasi penerus yang akan menghadapi dampak perubahan iklim dalam jangka waktu yang paling lama, sehingga penting bagi mereka untuk memiliki pengetahuan, kesadaran, dan perilaku yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Namun, pendidikan lingkungan hidup pada anak usia dini masih terbatas pada pengenalan simbolis dan belum diarahkan pada pengembangan karakter ekologis yang berkelanjutan. Padahal, periode emas perkembangan anak usia dini (0--6 tahun) merupakan masa yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai, sikap, dan kebiasaan positif terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan hidup memiliki berbagai tujuan dalam pelaksanaannya.

Di Indonesia, data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB, 2023) menunjukkan bahwa 98% bencana yang terjadi dalam satu tahun terakhir berkaitan dengan faktor-faktor hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Fenomena ini memperkuat urgensi menanamkan kesadaran dan mitigasi perubahan iklim sejak usia dini. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim dan generasi yang akan menghadapi konsekuensi jangka panjang (Ardoin, 2020).

Pendidikan lingkungan hidup adalah proses pembelajaran yang bertujuan untuk menanamkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam pengelolaan lingkungan yang bijaksana. UNESCO (2017) menekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup merupakan fondasi krusial untuk membangun kesadaran global tentang keberlanjutan. Sayangnya, pendidikan lingkungan hidup di tingkat taman kanak-kanak masih belum optimal. Sebagian besar lembaga lebih berfokus pada keterampilan literasi dan numerasi, sementara kesadaran lingkungan hidup cenderung terdegradasi ke kegiatan tambahan (Mukhlis, 2020). Bahkan, Hurlock (2011) menekankan bahwa anak usia dini merupakan masa keemasan (golden age), dimana nilai-nilai dan kebiasaan positif dapat ditanamkan secara permanen. Montessori (2007) menekankan pentingnya pengalaman langsung dengan alam untuk menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian terhadap lingkungan. Konsep gaya hidup berkelanjutan muncul sebagai respons terhadap krisis lingkungan hidup global yang semakin meningkat yang dipicu oleh pola konsumsi yang berlebihan, eksploitasi sumber daya alam, dan produksi sampah yang tidak terkendali. Secara aktif melindungi lingkungan dan merasa bertanggung jawab untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan adalah tujuan utama dari pendidikan lingkungan hidup. Jackson (2005) mendefinisikan gaya hidup berkelanjutan sebagai gaya hidup yang menekankan efisiensi energi, pengelolaan sampah, dan pengurangan konsumsi sumber daya alam guna menjaga keseimbangan ekologi. Bandura (1977) Anak-anak belajar melalui observasi dan imitasi. Jika anak-anak melihat perilaku ramah lingkungan sejak dini dari guru dan orang tua, mereka akan menirunya dan menjadikannya bagian dari gaya hidup sehari-hari.

Menumbuhkan kesadaran ekologis yang mendukung gaya hidup berkelanjutan Studi di Indonesia, seperti penelitian Herlina (2020) mengenai Adiwiyata PAUD, menunjukkan bahwa anak-anak yang diperkenalkan dengan kegiatan berkebun, konservasi air, dan pengelolaan sampah mampu membawa praktik-praktik ini ke rumah dan mempengaruhi kebiasaan keluarga mereka. Nugroho (2019), di Indonesia, menyoroti bahwa pendidikan lingkungan harus kontekstual dengan kehidupan sehari-hari, misalnya melalui pengelolaan sampah rumah tangga atau kegiatan berkebun.

Pendidikan lingkungan hidup adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan masyarakat global yang sadar dan peduli terhadap lingkungan secara keseluruhan dan permasalahan terkait, serta memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan, motivasi, dan komitmen untuk bertindak secara individu dan kolektif menuju solusi atas permasalahan yang ada dan pencegahan permasalahan baru. Melindungi lingkungan secara aktif dan merasa bertanggung jawab untuk memecahkan masalah lingkungan merupakan tujuan utama pendidikan lingkungan hidup. Dalam konteks pendidikan, gaya hidup berkelanjutan dipahami tidak hanya sebagai praktik teknis, tetapi juga sebagai seperangkat nilai dan kebiasaan sehari-hari yang ditanamkan sejak usia dini (UNESCO, 2017). Artinya, pembentukan gaya hidup berkelanjutan harus dimulai sejak tahap perkembangan awal anak, ketika kebiasaan, karakter, dan sistem nilai sedang terbentuk.

TK Agripina sebagai juara 2 tingkat nasional Lomba Lingkungan Sekolah Sehat/LLSS pada tahun 2014 dan sekolah wisata UKS, di Kota Surabaya mengenalkan kepedulian terhadap lingkungan alam sekitar dan fokus terhadap pembelajaran lingkungan hidup. Pengenalan lingkungan dilakukan secara terintegrasi ke dalam kurikulum, kegiatan bermain/intrakurikuler, dan kegiatan ekstrakurikuler. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dikaitkan dengan kondisi lingkungan, kesadaran lingkungan, dan pengenalan sederhana terhadap fenomena alam melalui berbagai media dan metode pembelajaran. TK Agripina di Kota Surabaya telah memperkenalkan lingkungan melalui kegiatan pembelajaran yang disebut "Pendidikan Lingkungan/PLH" yang diperkenalkan khusus kepada anak-anak seminggu sekali, dan diintegrasikan ke dalam semua tema pembelajaran dalam kurikulum khas TK Agripina dengan berbagai cara bermain dan metode pembelajaran, seperti bercerita, praktik langsung, eksperimen, dan bermain peran. Materi pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai komponen kunci gaya hidup berkelanjutan, antara lain terdiri dari:

1. Pengenalan kegiatan berkebun dengan pembibitan dan merawat tanaman. Program pembelajaran dilakukan melalui proyek sederhana, praktik langsung, dan eksplorasi kegiatan bermain alam secara berkala sesuai dengan rencana pembelajaran. Misalnya, berkebun dan pembibitan tanaman dilakukan setiap minggu, tetapi perawatan tanaman, seperti menyiram tanaman di sekitar, dilakukan setiap hari. Pembibitan tanaman diperkenalkan pada setiap proses dan tahapan menggunakan tanah dan media hidroponik dengan pengenalan benih, stek batang, dan akar.

2. Pengelolaan sampah. Pengenalan prinsip pengelolaan sampah 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Anak-anak dapat diperkenalkan pada pemilahan sampah organik dan anorganik, pemanfaatan kembali barang bekas untuk kerajinan, dan pemahaman bahwa sampah yang tidak terkelola dapat mencemari lingkungan. Program kegiatan mengurangi penggunaan plastik diperkenalkan melalui kegiatan yang mendorong anak-anak untuk membawa botol minum sendiri dari rumah. TK Agripina memfasilitasi air minum dengan menyediakan galon isi ulang bagi anak-anak saat botol mereka habis. Selain itu, mereka dianjurkan untuk membawa bekal makan siang sehat bebas plastik saat istirahat. Menggunakan kembali atau memanfaatkan kembali barang-barang yang masih berfungsi untuk keperluan lain, seperti menggunakan kembali botol atau wadah untuk berbagai kegiatan, atau program sosial tahunan berupa bazar pakaian bekas. Daur ulang dilakukan dengan mengolah sampah menjadi produk baru berupa kerajinan tangan dan mengolah pupuk/kompos.

3. Program eksperimen sederhana untuk mengamati fenomena alam yang terjadi di Bumi, mempelajari cuaca dan kerusakan lingkungan, serta bermain peran terkait tema pembelajaran. Kegiatan bercerita dan bermain peran membantu anak-anak memahami konsep perubahan iklim. Guru menggunakan metode bercerita dengan cerita bergambar tentang hujan, sinar matahari, dan banjir. Anak-anak dapat mengidentifikasi tanda-tanda perubahan cuaca dan bermain peran sebagai "penjaga bumi".

4. Efisiensi energi. Kurangi penggunaan listrik yang berlebihan, seperti mematikan lampu di siang hari atau mencabut perangkat elektronik yang tidak terpakai. Pendidikan anak usia dini dapat diajarkan dengan cara-cara sederhana, seperti membiasakan mereka menyalakan lampu hanya bila diperlukan. Kebiasaan hemat energi, mulai dari menghemat air dengan mematikan keran air dan menggunakan air sesuai kebutuhan, serta menghemat listrik. Pembelajaran kontekstual meningkatkan keterlibatan anak-anak. Selain itu, anak-anak dapat berlatih membuang dan memilah sampah dengan benar dan terlibat dalam kegiatan proyek kreatif, seperti membuat kerajinan dari barang bekas. Anak-anak mempelajari prinsip 3R: kurangi, gunakan kembali, daur ulang. Peran guru dan orang tua sangat penting dalam memberi contoh. Kolaborasi antara sekolah, guru, dan orang tua dapat membantu membentuk kebiasaan sejak dini anak-anak yang mendukung gaya hidup berkelanjutan.

5. Konsumsi secara sadar (responsible consumption). Program Makanan Tambahan/PMT, anak dikenalkan untuk tidak menyia-nyiakan makanan, seperti mengambil makanan secukupnya dan menghabiskan makanan di piring mereka. Hal ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga menanamkan nilai sosial bahwa sumber daya yang terbatas harus dibagi secara adil.

6. Keterhubungan dengan alam (nature connectionless) Anak-anak yang terbiasa berinteraksi langsung dengan lingkungan alam, seperti berkebun atau merawat tanaman, cenderung memiliki ikatan emosional yang lebih kuat dengan bumi dan akan termotivasi untuk melindunginya.

Gaya hidup berkelanjutan pada anak usia dini bukan sekadar kegiatan simbolis, melainkan langkah strategis dalam membangun generasi yang peduli terhadap keberlanjutan planet ini. Penerapannya dapat dimulai dengan kegiatan sederhana yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Dengan demikian, pendidikan lingkungan hidup (PLH) dapat menjadi langkah awal dalam memperkenalkan gaya hidup berkelanjutan kepada anak usia dini, melalui pendekatan kontekstual, bermain sambil belajar, dan partisipasi aktif dalam kegiatan berbasis alam. Kesimpulan: Pendidikan lingkungan hidup untuk anak usia dini telah terbukti efektif sebagai langkah awal dalam memperkenalkan gaya hidup berkelanjutan. Anak-anak tidak hanya belajar tentang fenomena sederhana perubahan iklim, tetapi juga menunjukkan perilaku konkret seperti menghemat air, membuang sampah dengan benar, mendaur ulang, dan menjaga kebersihan lingkungan. Melalui strategi bermain sambil belajar kontekstual, pendidikan lingkungan dapat dilakukan secara bermain yang menyenangkan untuk menumbuhkan kesadaran ekologis dan karakter peduli sejak dini dengan mengintegrasikan tema-tema lingkungan ke dalam kurikulum harian melalui pendekatan yang menyenangkan. Oleh karena itu, mengintegrasikan pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum pendidikan anak usia dini sangat penting untuk mempersiapkan generasi yang berkarakter ekologis dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun