Mohon tunggu...
Satriwan Salim
Satriwan Salim Mohon Tunggu... profesional -

Pendidik di SMA Labschool Jakarta-Univ. Negeri Jakarta (UNJ). Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Pengurus Asosiasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AP3KnI). Alumni Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Pascasarjana Universitas Indonesia (UI). Bisa kunjungi Blog saya di www.satriwan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan featured

Menimbang Unit Kerja Presiden, Pembinaan Ideologi Pancasila

2 Juni 2017   19:32 Diperbarui: 29 Mei 2018   09:11 1689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa sebab konstruksi diferensiasi strategi dan keunggulan kompetitif UKP-PIP ini penting sekali? Sebab persepsi sebagian masyarakat hingga kini terhadap Orde Baru dan segala sesuatu yang bersenyawa dengannya adalah barang tercela. Tentu ini akan merugikan dan menghabiskan energi tim UKP-PIP nantinya untuk menjernihkan stigma akan anasir BP-7 dan Penataran P-4 tersebut.

Perihal inipun sudah mulai menjadi wacana di kalangan akademisi (dosen-guru) dan pengamat, santer ketika wacana pembuatan UKP-PIP (sebelum Perpres No 54/2017 lahir). Ada kekhawatiran UKP-PIP tak ubahnya akan menjiplak Orde Baru, cara-cara BP-7 dan P-4  yang dimodifikasi, sehingga penyelewengan pun terjadi seperti yang dikatakan Kuntowijoyo tadi. 

Skeptisisme sebagian akademisi, khususnya pegiat Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) misalnya dengan alasan di atas memang beralasan. Ini saya pribadi alami sendiri dalam diskusi dengan rekan-rekan sejawat pengajar Pendidikan Pancasila/Pendidikan Kewarganegaraan/PPKn di level sekolah dan perguruan tinggi. Ditambah lagi kalangan aktivis yang dulu habis-habisan mencemooh program BP-7 dan P-4, yang sekarang masih ada dan tetap menolak.

Meskipun demikian saya meyakini UKP-PIP yang dikepalai Yudi Latif akan mampu membangun citra yang baru atas UKP-PIP. Sebagai sosok yang konsisten dan concern terhadap diskursus Pancasila, setidaknya melalui buku Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila (2011), buku Mata Air Keteladanan, Pancasila dalam Perbuatan (2014), saya sendiri pernah menjadi moderator, dalam diskusi peluncuran buku ini bersama penulisnya, Tamrin Amal Tomagola (Guru Besar UI) dan Suhadi (Kaprodi PPKn FIS-UNJ) pada Ramadan 2014 di Aula Perpustakaan UNJ, dan buku Revolusi Pancasila (2015) sudah cukup menjadi bukti yang sebenarnya. Jika Kang Yudi sudah sangat otoritatif berbicara Pancasila dan memimpin lembaga UKP-PIP ini.

UKP-PIP mau tidak mau harus meyakinkan publik, terutama kalangan muda generasi bangsa. Lembaga ini hadir membangun citra baru, menawarkan strategi dan model kekinian, menjawab tantangan generasi milenial dan terpenting yaitu membumi. 

Lembaga ini wajib memosisikan diri sebagai “rumah bersama” titik konvergensi bertemunya ide-ide imajinatif, kreatif dan progresif lintas generasi, lintas profesi dan golongan. Rumah bersama yang menjadi titik permulaan untuk menjadikan Pancasila sebagai etos kehidupan. 


Sehingga 3 kriteria aktualisasi nilai-nilai Pancasila; konsistensi, koherensi dan korespondensi sebagaimana ide Kuntowijoyo tadi, spiritnya menjadi nyata adanya di tangan Yudi Latif dan tim. Semoga bersamaan dengan momentum peringatan lahirnya Pancasila tahun 2017 ini, UKP-PIP akan melahirkan pula ide-ide cemerlang yang menginspirasi kita untuk berbuat  dan membumikan Pancasila, bagi segenap bangsa Indonesia tanpa kecuali.

Selamat Bekerja, Kang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun