Pendidikan merupakan salah satu fondasi utama pembangunan suatu bangsa, mulai dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi. Namun, di Indonesia, pendidikan seringkali menjadi “korban” akibat pergantian kepemimpinan. Hampir setiap pergantian menteri pendidikan membawa banyak perubahan, terutama pada kurikulum nasional. Mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS), Kurikulum 2013 (K13), hingga Kurikulum Merdeka. Yang menjadi pertanyaan apakah perubahan ini benar-benar membawa dampak positif, atau malah menimbulkan kebingungan bagi para aktor pendidikan?
Dalam dua dekade terakhir, kurikulum di Indonesia telah dirombak beberapa kali. Perubahan ini biasanya dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan kualitas, mengikuti perkembangan zaman, dan standar internasional. Namun, perlu dicatat bahwa perubahan tersebut dilakukan terlalu sering dan kerap kali tanpa evaluasi yang cermat terhadap kurikulum sebelumnya.
Dampaknya pada Seluruh Jenjang Pendidikan
Hal ini juga berpengaruh secara signifikan terhadap seluruh jenjang pendidikan. Seperti halnya di tingkat sekolah, perubahan ke Kurikulum Merdeka membawa peluang yang positif bagi siswa berupa peningkatan kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan kesiapan menghadapi dunia kerja melalui pembelajaran berbasis proyek. Namun, di samping itu, guru menghadapi beban kerja yang bertambah, sementara siswa juga dituntut untuk beradaptasi dengan pendekatan pembelajaran yang lebih mandiri.
Tidak sampai di situ, dampaknya pun merembet ke pendidikan yang lebih tinggi. Perguruan tinggi dan lembaga pendidikan tinggi perlu menyesuaikan kurikulum mereka untuk mengakomodasi lulusan sekolah yang kini lebih mandiri dan memiliki keterampilan yang berbeda dari sebelumnya. Pergeseran ini juga berpotensi memengaruhi proses seleksi dan penerimaan mahasiswa baru. Mahasiswa baru yang masuk ke perguruan tinggi sering datang dengan kemampuan yang tidak seragam, sehingga dosen harus menyesuaikan materi ulang untuk menyamakan pemahaman dasar mahasiswa. Selain itu, program seperti Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diperkenalkan di perguruan tinggi memang cukup bagus dimana mahasiswa mulai terlibat aktif dalam proses pembelajaran seperti terlibat langsung dalam penelitian yang bekerja sama dengan dosen. Namun masih terdapat hal yang harus diperhatikan karena MBKM belum sepenuhnya terintegrasi dengan kebutuhan spesifik di tingkat program studi. Sumberdaya serta sarana dan prasarana juga masih terbatas dibeberapa wilayah perguruan tinggi untuk menjalankan program ini. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan “gonta-ganti” kurikulum ini telah memengaruhi rantai pendidikan nasional secara keseluruhan.
Melihat dari Sisi Manajemen Pendidikan
1. Perencanaan Strategis
Implementasi perubahan kurikulum pendidikan memerlukan perencanaan yang matang, termasuk penyediaan sumber daya seperti tenaga pendidik, bahan ajar, infrastruktur, dan teknologi.
2. Koordinasi Antar Pihak yang Terlibat
Pelaksanaannya membutuhkan koordinasi yang efektif antara berbagai stakeholder, termasuk sekolah, perguruan tinggi, dinas pendidikan, hingga orang tua.