Prolog: Peluk Sunyi yang Tak Pernah Meminta Balasan
Di dunia yang serba cepat, di mana segalanya diukur dengan likes, views, dan validasi publik, Fiersa Besari memilih berjalan pelan. Ia tidak ingin menjadi suara paling nyaring---ia ingin menjadi suara yang paling tulus. Lagu-lagunya tidak menuntut untuk didengar, tapi selalu berhasil menemani. Ia bukan penyelamat, bukan juga pahlawan---hanya seorang teman perjalanan, yang hadir saat dunia terasa terlalu ramai dan hati terlalu sepi.
Melalui April, Celengan Rindu, hingga Waktu yang Salah, Fiersa memberi ruang bagi luka untuk diterima, bukan disangkal. Ia mengingatkan kita bahwa menjadi manusia berarti memberi tempat bagi rasa, termasuk yang tidak pernah berhasil disampaikan. Ia tidak merayakan kesempurnaan, tapi memeluk ketidaksempurnaan kita sebagai bagian yang sah dari kisah hidup.
Lagu-lagunya menyadarkan: tidak semua harus sembuh hari ini, tidak semua kehilangan harus tergantikan, dan tidak semua cinta harus diwujudkan. Ada nilai dalam kesabaran, ada keindahan dalam keikhlasan. Dan dalam diam yang diciptakan oleh melodi dan liriknya, kita belajar satu hal yang nyaris dilupakan zaman: bahwa perasaan yang jujur, meski sunyi, tetap layak diberi tempat.
Di antara riuhnya dunia, Fiersa adalah peluk sunyi yang tidak pernah meminta balasan. Ia hadir, lalu membiarkan kita pulih dengan cara kita sendiri. Dan bukankah itu makna paling dalam dari menjadi manusia? Menemani, bukan menggurui. Mendengarkan, bukan menghakimi. Menjadi rumah, bukan panggung.
Mungkin, Fiersa bukan sekadar musisi atau penulis. Ia adalah suara dari dalam diri kita yang sering tak sempat kita dengar. Dan lewat karyanya, kita akhirnya belajar menyayangi luka, rindu, dan diri sendiri---dengan lebih tenang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI