Hujan-hujan paling enak makan bakso ya? Di dekat rumah saya, di ujung jalan, terdapat rumah makan yang menyediakan bakso enak. Namanya "bakso Djali", selain berjualan menetap di samping rumah pemiliknya. Pak djali yang punya usaha ini, juga memperkerjakan 10 orang untuk 10 rombong bakso mengitari kawasan kampung. Jadi tidak perlu repot, kalau tidak sempat mampir ke warung baksonya, tunggu aja di depan rumah.
Jika datang ke sana, semakin sore semakin ramai saja. Yang beli juga berbagai lintas kalangan, mulai yang bermata sipit hingga bermata belok. Saya sendiri mengakui, bakso ini enak. Saya yakin,pengunjung yang lain memberikan penilaian yang sama.
Kalau sudah enak begini di pikiran kita pasti penasaran dengan resepnya-kan? Jarang kali terlintas dipikiran kita untuk penasaran, eh bakso ini halal tidak ya? Jangan-jangan?
Tenang, kalau saya sudah mengenal pak djali lama, anaknya saja teman saya. Saya bahkan melihat sendiri bagaimana pengolahan bakso yang mereka buat ketika bermain ke rumahnya. Daging sapi dan daging ayamnya terekam jelas di mata saya sebagai bahan baku bakso-nya. Kepercayaan itulah yang membuat halal atau haram bakso tadi jadi gak penting, bagi saya. Tapi apa itu cukup membuat jadi halal?
Cerita diatas, saya yakin pasti dijumpai dalam kehidupan harian kita. Kecil nan remeh, namun dampaknya pasti luar biasa. Apalagi kalau bukan soal status halal pada makanan. Meski yang kita tahu label halal, hanya banyak digunakan oleh produk skala besar sajakan?
Usaha Bakso merupakan salah satu bisnis kecil namun disuka, dan ber-omset besar. Saya membayangkan jika pak djali mau saja melabeli produk baksonya dengan label halal yang ditempel di bagian yang terlihat pengunjung dan di rombong-rombong baksonya. Tentu akan berdaya jual tinggi, karena brand halal melekat pada muslim.
Dan lagi kenyataannya, bakso pak djali disuka bukan hanya yang beragama muslim saja kok. Meski di-branding dengan label halal-pun, para pelanggan non-muslim tak akan perduli itu, karena mereka hanya ingin baksonya.
Kalaupun mau perduli, lebih bagus, pada akhirnya mereka akan mencari tahu dan jadi tahu kalau halal itu baik dalam arti enak, murah-meriah, sehat, dan aman. Jika sudah begitu, pasti bakso pak djali bakal meroket lagi, dan pastinya akan menambah banyak pekerja lagi.
Tapi apa pak Djali tahu dan mau? Selama ini, beliau jujur mau, tapi tak tau menau, samalah dengan pelaku usaha kecil lainnya yang menjaja produk kuliner misalnya. Bagaimana cara memulai mendaftarkan label halal, harus kemana mengurusnya? Lama tidak prosesnya dan terpenting mahal tidak?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut memang harusnya terdengar pada otoritas yang menerbitkan sertifikasi halal dan mensosialisaikannya hingga ke-akar-akar. Dimana produk UMKM yang melimpah belum tersisir untuk berlabel halal, dan terkesan otoritas penerbitan label halal masih sibuk dengan produk kelas atas yang lebih "berduit".