Mohon tunggu...
Satiri Solahudin
Satiri Solahudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Panduan Seks Naskah Jawa Kuno: Serat Nitimani

25 Oktober 2022   02:33 Diperbarui: 25 Oktober 2022   02:40 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serat Nitimani bait ke-3 | Sumber: Instagram @sugitohaes 

Pada dasarnya budaya Jawa pada norma-norma atau aturan-aturan dalam konteks melakukan hubungan intim (seks) diturunkan oleh orang Jawa melalui ajaran kepada keturunannya baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.  

Ajaran yang dibuat dalam bentuk tulisan tersebut, terdapat pada karya sastra dalam bentuk naskah yang sudah ada sejak zaman dahulu kala, di mana berisikan tulisan-tulisan para tokoh atau sesepuh terdahulu. Bukti karya sastra yang dimaksud salah satunya adalah Serat Nitimani.

Budaya Jawa mengajarkan bahwa proses awal penciptaan harus baik dan harus ada ridho Tuhan sebagai Pencipta agar dapat menghasilkan sesuatu yang baik. Begitu pula dengan proses persetubuhan, yang tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan keturunan. Untuk menghasilkan keturunan yang baik dalam segala hal, seseorang harus masuk ke dunia dengan niat baik terlebih dahulu, dan proses hubungan seksual harus benar dan tepat. Untuk berhubungan seks dengan benar, Anda membutuhkan semua pengetahuan tentang seks. Pengetahuan tentang hubungan seksual diperlukan karena akan relevan di kehidupan selanjutnya. Sebuah proses yang salah dapat memiliki konsekuensi yang mengerikan tidak hanya untuk anak yang dikandung, tetapi juga untuk keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan ini. Dalam budaya Jawa, kesalahan dalam berhubungan seks yang dimaksud di atas dikenal dengan istilah kama salah.

Jadi, untuk mencegah karma buruk terjadi, seseorang harus memiliki pengetahuan yang lengkap tentang tata cara hubungan intim. Dengan memiliki pengetahuan tersebut diharapkan masyarakat dapat lebih berpikir tentang seks agar tidak sembarangan melakukannya karena akibatnya sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup umat manusia dan keharmonisan hubungannya dengan lingkungan alam tempat manusia hidup. Akibat mematikan ini ikut berperan dalam kondisi masyarakat saat ini dimana banyak orang yang melakukan hubungan seks tanpa menghormati norma dan etika, sehingga menimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat seperti pemerkosaan, anak-anak semakin ditinggalkan dan kejahatan meningkat.

Pada khasanah budaya Jawa terdapat ajaran moral, pedoman, nilai dan aturan tentang cara berhubungan seks yang baik dan benar, seperti yang terkandung dalam Serat Nitimani. Berikut ini beberapa panduan atau petuah yang terdapat pada Serat Nitimati terkait cara berhubungan seks tersebut:

Lamun tandhing, marsudya ing tyas ening, namrih ering, kang supadi tan kajungking. (pupuh 2)

Artinya "Apabila sedang bertanding, usahakanlah hati tetap hening agar konsentrasi tetap terjaga, supaya tidak terkalahkan."


Diksi "bertanding" yang dimaksud adalah dalam hal ini merupakan sebuah analogi atau perumpamaan dari konteks persetubuhan.

Yen sembrana, den prayitna sampun lena, lamun ina, sayek amanggih weda. (pupuh 2)

Artinya "Apabila ceroboh, waspadalah jangan sampai lengah, sungguh sangat menyakitkan."

Penggunaan kata ceroboh memiliki maksud dalam konteks persetubuhan atau berhubungan intim harus tetap hati-hati dalam melakukannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Lamun cuwa, sampun kawiscareng netya, wrananana, ing suka dhanganing karsa, kang supadya, datan manggih dirgama. (pupuh 2)

Artinya "Apabila tidak puas, janganlah terlihat di wajah, tutupilah, dengan wajah yang ceria, agar supaya tidak mendapat kesulitan."

Frasa tidak puas yang dimaksud di atas adalah masih dalam konteks hubungan seksual yakni keadaan di mana salah satu pihak belum mencapai pada titik atau puncak kepuasan, dalam bahasa ilmiahnya disebut orgasme.

Para sujanma priya yen badhe amilih dhateng wanodya, kaagem pantesing pala krami, anyeplesana dhateng suraosing tetembungan tiga : bobot, bebet, bibit. (pupuh 3)

Artinya "Kaum Pria yang bermaksud memiliki seorang wanita untuk dinikahi, hendaknya memperhatikan tigal hal: bobot, bebet, bibit."

Maksud dari kutipan diatas adalah untuk meninggalkan keturunan yang baik, kita juga harus mencari pasangan (wanita) yang baik pula dan memenuhi standar tertentu. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam budaya Jawa, yaitu: bibit, bebet, dan bobot.

Tiga hal tersebut juga dijelaskan mengapa demikian di kutipan selanjutnya,

Ingkang rumiyin tembung bobot, pikajengipun amiliha wanita ingkang asli. (pupuh 3)

Artinya adalah "Pertama kata bobot. Maksudnya pilihlah wanita sejati."

"Wanita, ingkang badhe kapendhet wau amiliha darah ing supudya.... (pupuh 3)"

Artinya "Wanita yang kita pilih hendaklah seorang wanita yang memiliki garis keturunan orang-orang terpilih....."

.... Pramila anitik sarasilah darajatin bapa, ing sapanginggil, gerbanipun, sinten manungsa ingkang winahyu, sayekti awit saking rahayuning batos, dene rahayuning batos punika terkadang kapinujon, asring pinareng tumus mahanani dhateng wewatekaning atmajanipun. (pupuh 3)

Artinya: ".... sehingga cara paling mudah ditempuh adalah dengan melihat garis silsilah leluhur sang ayah, karena wahyu cenderung jatuh pada orang-orang yang memiliki keseimbangan batin, dan keseimbangan olah batin tersebut biasanya mampu menurun pada sang anak."

Ing sapunika kula dumugekaken tembung bibit, pikajengipun, tumrap dhateng wanita ingkang badhe kapendet wau, amiliha ingkang sae warninipun saha ingkang kathah kasagedanipun. (pupuh 3)

Artinya "Sekarang sampai pada istilah bibit, maksudnya, wanita yang akan dipilih, hendaklah yang rupawan sekaligus memiliki banyak keterampilan."

Dalam konteks pengajaran seks dalam Serat Nitimani, bagian penerapan asmaragama adalah cara bagaimana melakukan hubungan seksual yang baik dan benar. Cara adalah pola usaha yang digunakan dalam rangka memenuhi proses perubahan dengan memiliki tujuan yang lebih terperinci. Seperti dalam kutipan Serat Nitimati berikut:

Lampahing asmaragama, kalamunpasta purusa dereng kiyat lan santosa, ing driya ajwa kasesa, nandukaken pancakara, kang mangkono wau mbok manawa, blenjani neng wiwara, dayane datan widada, temah dela kang wardaya, terkadang amanggih ewa, lan wanita lawannya, marga tan kapadang karsa, tiwas wadi wus kabuka wekasan tan mantra-mantra, tumimbang serenging driya, wangune salah mangkana, yeka kena ing rubeda, aran katitih asmara, awit dereng abipraja, duk wau kagyating pasta, iku uga mbok manawa lagya kaserenging daya, mung sengseming driya harda, sinerus lumaksana, kasengka mangsa ing yuda, marma dayane sapala, tan lama nulya marlupa, kacarita inggih punika, awit rahsa tuwin jiwa, dereng winengku samya dening prabanira Hyang Pramana. (pupuh 6).

Artinya:

"Penerapan asmaragama adalah apabila senjata yang dimiliki laki-laki belum siap tempur maka janganlah terburu-buru melakukan pertandingan, karena pertandingan tentu tidak akan berlangsung seru. Sang laki-laki tentu tidak akan mampu bertahan lama, dan si wanita sebagai lawan bertanding pasti tidak akan merasa puas. Janganlah menantang bertanding hanya karena dorongan nafsu, sebab jika laki-laki kalah hanya dalam beberapa jurus saja akan sangat memalukan, ia akan dianggap sebagai laki-laki lemah, loyo, dan tidak ada gunanya."

Hubungan seksual merupakan isu yang sangat penting dalam budaya Jawa. Karena hasilnya akan menjadi kehidupan baru. Oleh karena itu, sebelum berhubungan intim, kita diajarkan bahwa segala sesuatunya harus dipersiapkan agar hasilnya juga sempurna dan kita mengerti di mana ujungnya. Seperti yang dikatakan dalam kutipan berikut:

....awit aji asmara punika kangge sarana lelantaran anggenipun badhe nyumerepi "dhateng asal wijinira" manungsa sejati, karana ingkang kasebut tembung paribasan makaten : sinten manungsa ingkang boten uninga dhateng asal wijinira, sayektine inggih datan uninga dhateng sejati paraning sedya, kacariyos ing tembe inggih badhe kirang sampurna ing kamuksanira. (pupuh 6)

Artinya:

"Ilmu asmara merupakan sarana untuk mengetahui asal muasal manusia, seperti peribahasa barang siapa yang tidak mengetahui asal usulnya sesungguhnya juga tidak akan mengetahui kemana tujuan hidupnya, niscaya kelak hidupnya tidak akan sempurna."

Oleh karena itu, ekstrak Serat Nitimani mengandung ajaran tentang konsep seks dalam budaya Jawa. Ajaran ini merupakan sistem nilai budaya Jawa yang berlandaskan konsep religi, persoalan hubungan manusia dengan Tuhan. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa semua aspek kehidupan orang Jawa, termasuk seks, mengarah pada masalah antara manusia dan Tuhan. Ada pemahaman bahwa seks dalam budaya Jawa bukan hanya sebagai sarana untuk memancarkan dan menikmati hasrat seksual, tetapi bahwa hubungan itu adalah ikatan formal antara seorang pria dan seorang wanita, sebagai suami istri yang menyembah Tuhan dimintai pertanggungjawaban. Dalam hal ini, kita dapat mengatakan bahwa seks adalah aktivitas yang dianggap sakral dan suci, karena hasil dari tindakan tersebut adalah penciptaan manusia baru. Kelahiran manusia harus dipersiapkan secermat mungkin sejak awal proses penciptaannya. Ini membantu anak-anak yang lahir kemudian keluar dari proses awal yang jelas dan memiliki tujuan hidup yang jelas. Konsep asal usul dan tujuan hidup manusia merupakan konsep mendasar yang diyakini orang Jawa.

Pendidikan seks adalah pintu gerbang pertama bagi masyarakat untuk memahami dua konsep utama agama budaya Jawa yaitu konsep sangkan paraning dumadi dan konsep manunggaling kawula-Gusti. Oleh karena itu, ajaran seks Serat Nitimani bertujuan untuk memberikan pedoman, nilai, dan aturan moral Jawa tentang seks yang baik dan benar (bener lan pener). Karena pada akhirnya apa yang menjadi hasil dari perbuatan tersebut berhubungan dengan asal dari kehidupan (sangkan paraning dumadi) serta tujuan hidup yang utama yaitu bersatu dengan Tuhan (manunggaling kawula-Gusti).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun