Mohon tunggu...
Satiri Solahudin
Satiri Solahudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Panduan Seks Naskah Jawa Kuno: Serat Nitimani

25 Oktober 2022   02:33 Diperbarui: 25 Oktober 2022   02:40 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serat Nitimani bait ke-3 | Sumber: Instagram @sugitohaes 

Artinya "Kaum Pria yang bermaksud memiliki seorang wanita untuk dinikahi, hendaknya memperhatikan tigal hal: bobot, bebet, bibit."

Maksud dari kutipan diatas adalah untuk meninggalkan keturunan yang baik, kita juga harus mencari pasangan (wanita) yang baik pula dan memenuhi standar tertentu. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam budaya Jawa, yaitu: bibit, bebet, dan bobot.

Tiga hal tersebut juga dijelaskan mengapa demikian di kutipan selanjutnya,

Ingkang rumiyin tembung bobot, pikajengipun amiliha wanita ingkang asli. (pupuh 3)

Artinya adalah "Pertama kata bobot. Maksudnya pilihlah wanita sejati."

"Wanita, ingkang badhe kapendhet wau amiliha darah ing supudya.... (pupuh 3)"

Artinya "Wanita yang kita pilih hendaklah seorang wanita yang memiliki garis keturunan orang-orang terpilih....."

.... Pramila anitik sarasilah darajatin bapa, ing sapanginggil, gerbanipun, sinten manungsa ingkang winahyu, sayekti awit saking rahayuning batos, dene rahayuning batos punika terkadang kapinujon, asring pinareng tumus mahanani dhateng wewatekaning atmajanipun. (pupuh 3)

Artinya: ".... sehingga cara paling mudah ditempuh adalah dengan melihat garis silsilah leluhur sang ayah, karena wahyu cenderung jatuh pada orang-orang yang memiliki keseimbangan batin, dan keseimbangan olah batin tersebut biasanya mampu menurun pada sang anak."

Ing sapunika kula dumugekaken tembung bibit, pikajengipun, tumrap dhateng wanita ingkang badhe kapendet wau, amiliha ingkang sae warninipun saha ingkang kathah kasagedanipun. (pupuh 3)

Artinya "Sekarang sampai pada istilah bibit, maksudnya, wanita yang akan dipilih, hendaklah yang rupawan sekaligus memiliki banyak keterampilan."

Dalam konteks pengajaran seks dalam Serat Nitimani, bagian penerapan asmaragama adalah cara bagaimana melakukan hubungan seksual yang baik dan benar. Cara adalah pola usaha yang digunakan dalam rangka memenuhi proses perubahan dengan memiliki tujuan yang lebih terperinci. Seperti dalam kutipan Serat Nitimati berikut:

Lampahing asmaragama, kalamunpasta purusa dereng kiyat lan santosa, ing driya ajwa kasesa, nandukaken pancakara, kang mangkono wau mbok manawa, blenjani neng wiwara, dayane datan widada, temah dela kang wardaya, terkadang amanggih ewa, lan wanita lawannya, marga tan kapadang karsa, tiwas wadi wus kabuka wekasan tan mantra-mantra, tumimbang serenging driya, wangune salah mangkana, yeka kena ing rubeda, aran katitih asmara, awit dereng abipraja, duk wau kagyating pasta, iku uga mbok manawa lagya kaserenging daya, mung sengseming driya harda, sinerus lumaksana, kasengka mangsa ing yuda, marma dayane sapala, tan lama nulya marlupa, kacarita inggih punika, awit rahsa tuwin jiwa, dereng winengku samya dening prabanira Hyang Pramana. (pupuh 6).

Artinya:

"Penerapan asmaragama adalah apabila senjata yang dimiliki laki-laki belum siap tempur maka janganlah terburu-buru melakukan pertandingan, karena pertandingan tentu tidak akan berlangsung seru. Sang laki-laki tentu tidak akan mampu bertahan lama, dan si wanita sebagai lawan bertanding pasti tidak akan merasa puas. Janganlah menantang bertanding hanya karena dorongan nafsu, sebab jika laki-laki kalah hanya dalam beberapa jurus saja akan sangat memalukan, ia akan dianggap sebagai laki-laki lemah, loyo, dan tidak ada gunanya."

Hubungan seksual merupakan isu yang sangat penting dalam budaya Jawa. Karena hasilnya akan menjadi kehidupan baru. Oleh karena itu, sebelum berhubungan intim, kita diajarkan bahwa segala sesuatunya harus dipersiapkan agar hasilnya juga sempurna dan kita mengerti di mana ujungnya. Seperti yang dikatakan dalam kutipan berikut:

....awit aji asmara punika kangge sarana lelantaran anggenipun badhe nyumerepi "dhateng asal wijinira" manungsa sejati, karana ingkang kasebut tembung paribasan makaten : sinten manungsa ingkang boten uninga dhateng asal wijinira, sayektine inggih datan uninga dhateng sejati paraning sedya, kacariyos ing tembe inggih badhe kirang sampurna ing kamuksanira. (pupuh 6)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun