Mohon tunggu...
Sastra Budiharja Xu
Sastra Budiharja Xu Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Terlahir dengan wajah oriental, belajar untuk terus mencintai Indonesia dengan pikiran dan karya. Sebagai konselor karir di sebuah perguruan tinggi swasta, berusaha menginspirasi dan membuka wawasan pada mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

3 Hal yang Buat Was-Was ketika Konsumsi Kopi Lokal

27 Oktober 2015   14:45 Diperbarui: 27 Oktober 2015   14:48 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pagi itu memulai hari dengan sepotong cake ”two season” dapur coklat, dan segelas kopi premium. Kombinasi manis khas dark chocolate berpadu dengan rasa kopi hitam yang cukup pekat, aroma “earthy” (mau menggunakan bahasa indonesia: “bau tanah”, kok agak ngga nyaman :P ), sedikit rasa asam segar lembut serta aftertaste yang tahan lama benar-benar membuat sarapan pagi itu demikian spesial memberikan semangat untuk memulai hari.

Nah bicara kopi premium, apakah brand Starbucks melintas di pikiran? Tidak salah, itu memang brand kopi premium asal amerika yang berhasil mengasosiasikan nama nya dengan “kopi” mahal. Tapi apakah Anda ke starbucks mencari kopinya? Pengamatan saya jauh lebih banyak yang mencari minuman kreasi kopi dan minuman non kopi serta suasana nya daripada mencari dan menyukai kopi nya. Apalagi membeli biji kopi nya.

Tetapi yang dimaksud disini juga bukan Starbucks. Tapi Kopi Lokal! Minuman hitam pekat yang dibuat dari Biji Kopi single origin (dari satu daerah asal dan diproses dengan cara yang sama). Pilihan kali ini adalah biji kopi Aceh Gayo produksi JJ Royal. Ya! ini Premium lho. Bukan starbucks atau merek impor lainnya. Namun, karena ini buatan Indonesia, asal Indonesia, ya seperti yang Anda tau. Kualitas lokal itu… agak gimana gitu. Mengkonsumsi barang lokal, memang sering buat was-was.

1. Apakah Anda termasuk orang yang baru tahu jika Indonesia itu salah satu produsen kopi terbesar sedunia? Nah! Anda perlu was-was! Was-was karena tidak mengetahui potensi neg’ri sendiri. Asal mula kopi di Indonesia memang dibawa oleh bangsa Belanda sewaktu menjajah. Tetapi yang tidak bisa dicuri adalah tanah Indonesia. Tanah aluvial gunung berapi Indonesia lah yang membuat biji kopi mula-mula kiriman Belanda itu, tumbuh subur, kemudian memiliki karakter rasa dan aroma yang tak tergantikan.

Anda perlu was-was jika tidak tahu hal ini, dan ceritanya dapat berujung sama dengan kerajinan kain batik atau tarian daerah yang diakui negara tetangga sebagai milik mereka. Pada waktu itu kita hanya bisa teriak dan menghujat, padahal sebenarnya salah kita-kita sendiri tak mengerti potensi neg’ri.


Ah sudahlah, toh Indonesia hanya pada nomor urut ke 3 penghasil kopi terbesar sedunia. Masih kalah dengan Brazil yang menghasilkan kopi 2000 ton per hektar/tahun dan Vietnam yang 1500 ton per hektar/tahun. Indonesia? 700 ton/hektar/tahun. Sudahlah… biarlah Vietnam yang memimpin penjualan kopi. Dalam 19 tahun industri kopinya sudah banyak menyalip Indonesia. Toh Indonesia menanam kopi sejak 300 tahun lalu juga tak berkembang banyak

 

2. Kopi Sumatra Mandheling dan Sulawesi Toraja, adalah 2 varietas yang termasuk dalam 5 kopi terbaik di dunia. Kopi Luwak. Ah.. bukan kopi luwak yang bungkusan itu. Itu hanya tipu tipu produsen memanfaatkan hewan mirip tikus besar bernama luwak atau yang lebih akrab dipanggil Musang. Kopi luwak yang asli (sangat banyak kopi luwak abal-abal beredar) adalah kopi termahal kedua sedunia. Ringkasnya mengkonsumsi kopi lokal indonesia itu, artinya kita menikmati kopi kualitas internasional. Kopi Premium!

Sungguh kita perlu was-was jika hidup dan tinggal di negara ini, tetapi malah tidak pernah merasakan yang berkualitas, yang premium, yang jadi salah satu sumber kekayaan negara ini. Itu seperti ke Surabaya tak makan rujak cingur atau semanggi. Seperti ke Jakarta tapi tak pernah lihat Monas atau Bundaran HI. Seperti ke Singapura dan tak berfoto dengan patung Merlion. Ke Paris, tak mengunjungi Menara Eifel.

Ah.. Sudahlah… cukupkan diri dengan yang sederhana. Buat apa beli kopi yang mahal harga 60 ribu hingga 300 ribu per 200 gram nya, kan ada yang 20 ribu per 200 gram, lebih murah dapat lebih banyak. Atau beli saja yang praktis ala sachet, tinggal tuang dan air panas. Tak perlu lah mengejar yang kualitas premium atau kualitas international. Sudah dari zaman Belanda kita dididik untuk hidup sederhana, tak perlu lah menikmati kemewahan hasil tanah air sendiri.

3. Kopi Indonesia itu banyak beredar dengan label-label internasional. Starbucks menjual Sumatra dan kata baristanya menjadi best seller internasional. Republika di tahun 2013 mencatat, pertumbuhan ekspor kopi Indonesia dari 2007 hingga 2012 mengalami peningkatan 10 persen setiap tahun nya. Tapi anehnya, laju impornya juga meningkat drastis. Artinya kekayaan neg’ri sendiri itu lebih banyak dinikmati bangsa lain, sementara yang punya tanah air penghasil kopi sendiri memilih untuk mengkonsumsi kopi milik tetangga.

Antrian di café-café dengan nama asing itu sering kali mengular, padahal kafe asing itu tak menawarkan kopi lokal yang premium. Starbucks lebih tersohor di negri ini daripada nama JJ Royal atau Excelso. Begitu mudahnya memperoleh kopi kopi dengan merek impor, tapi begitu sedikitnya yang menawarkan kopi-kopi premium lokal di negara sendiri.

 

Batak Ulos, Silimakuta, Sidikalang, Bali Kintamani, Papua, Flores, pernahkah Anda mencicipi kopi-kopi yahud itu? Tidak heran kalo tidak, karena kopi-kopi itu diperebutkan bangsa-bangsa lain. Sementara petani bangsa sendiri hanya memetik, mengkilo, kemudian menjual tanpa pernah mencicipi. Sungguh kita perlu was-was, hanya digunakan sebagai alat pemuas bangsa-bangsa asing yang lebih paham dan menghargai kopi.

 Ah.. sudahlah… bukankah mengkonsumsi merek impor itu lebih keren. Menunjukkan gengsi dan tingkat selera kita. Janganlah bangga memamerkan selera lokal. Janganlah bangga membeli produk dari bangsa sendiri. Banggalah kalo bisa membayar pajak impor dan memberi makan pengusaha-pengusaha asing dengan membeli dan berlangganan produk mereka. Biarkan orang asing menikmati produk kita dengan harga yang dijual murah. Kita nikmati produk asing dengan bayar harga mahal. Bukankah itu amal yang mulia dan … berkelas.

 

Ah.. sudahlah.. abaikan tulisan ini. Penulis bukanlah ahli kopi, apalagi ahli ekonomi, ini semua hanyalah ekspresi hati nurani akan kondisi negeri yang kaya ini. Sayang, hanya kurang dihargai pemiliknya sendiri.

 

Sumber-sumber:

Wikipedia.com

http://knowyourgrinder.com/where-do-the-best-espresso-beans-grow-indonesia/

http://www.gourmetcoffeelovers.com/best-coffee-in-the-world/

http://www.therichest.com/luxury/most-expensive/top-10-most-expensive-coffee-in-the-world/

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/04/02/mkme00-ekspor-kopi-indonesia-melonjak

http://www.beritasatu.com/industri-perdagangan/151413-impor-kopi-ri-ternyata-lebih-tinggi-dari-ekspornya.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun