"Maka Bacalah Olehmu!"
"Aku lupa menulismu, namun tidak untuk mencintamu, kuguratkan makna pada tiap waktu. Kaukisahku."
"Aku takkan membatasimu. Kau boleh mencintai siapapun selagi kau bisa, termasuk memanjakan waktu yang kau berikan untuk tubuhmu. Jangan terpengaruh pada kata-kataku, karena kadang ia memang tak sesuai dengan apa yang aku lakukan, bukan berarti aku membohongimu, tetapi aku memang tak hendak menjadikan patokan sebagai kekangan. Bebaskan dirimu dari setiap apa-apa yang mencoba menelikungmu. Termasuk dirimu sendiri."
Â
"Jangan pernah takut, akupun takkan. Meskipun nanti terserah Tuhan untuk memutuskan kita menjadi apa, siapa, dan bagaimana. Beranilah untuk terus mencintai apa yang menjadi kecintaan kita, akupun sama. Hingga nanti Tuhan tak bisa tidak, mengharuskan kita dalam satu kebersamaan."
"Mungkin kita perlu mengetahui bahwa setiap yang satu akan terpisah dan yang terpisah itu akan menyatu kembali."
"Seperti langit yang memisahkan diri dari bumi, matahari dengan bulan saling berkejaran, hingga siang dan malam membuat terang dan kelam. Namun tak perlulah kita menerka memilih satu diantara lainnya, semuanya satu dalam keseimbangan. Pun kamu dan aku menjadi satu dalam kasih cinta dan sayang."
"Sayang, bilamana langit telah mengisyaratkan remang, jangan khawatir tetaplah tenang. Itu hanya menandakan hujan akan segera datang, pandangi saja rintik air yang riang, atau menarilah dengannya meskipun basah kau akan senang."
Maka, nikmat Tuhan manakah yang bisa kita tantang?