Mohon tunggu...
Sasetya wilutama
Sasetya wilutama Mohon Tunggu... Penulis. Pemerhati budaya

Mantan redaktur majalah berbahasa Jawa Penyebar Semangat Surabaya dan pensiunan SCTV Jakarta. Kini tinggal di Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Singo Wulung Makin Diminati Kaum Muda

29 Juni 2025   12:43 Diperbarui: 29 Juni 2025   12:43 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atraksi akrobat barongan Singo Wulung masuk ke dalam lingkaran api (foto : Sas)

Diantara beberapa jenis kesenian yang terdapat di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Singo Wulung merupakan kesenian yang cukup populer di kota tape itu. Setelah dipoles dengan koreografer yang menarik, tanpa menghilangkan unsur sakral dan tradisi, kesenian ini mulai banyak diminati kaum muda.

Saat tampil di pelataran Gedung Cak Durasim, Jl. Genteng Kali Surabaya, Kamis malam (26/6) lalu, mayoritas penontonnya adalah kaum muda. Mereka yang tidak kebagian tempat duduk, rela lesehan memenuhi area sekeliling panggung. Penyaji seni adalah Padepokan Seni Gema Buana, pimpinan Sugeng, S.Sn, M.Sn yang sekaligus bertindak sebagai sutradara. Grup kesenian tersebut berasal dari Desa Blimbing Kecamatan Klabang. Menurut Koreografer Arif Rofiq,  kesenian ini berkembang cukup pesat dan sudah banyak grup berdiri. Namun grup asal desa Blimbing tersebut dikenal mempunyai skill pemain yang bagus dan terlatih. Desa Blimbing  dikenal sebagai cikal bakal munculnya kesenian tersebut.

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan kesenian ini muncul. Sumber referensi menyebut seni Singo Wulung ini muncul tahun 1800-an saat migrasi orang-orang Madura ke Bondowoso. Namun sumber lain menyebut, kesenian ini sudah ada sejak 500 tahun lalu.

Seperti umumnya kesenian rakyat yang difungsikan untuk ritual keagamaan, pertunjukan Singo Wulung dibuka dengan iring-iringan seluruh pemain memasuki areal panggung. Suasana terkesan sakral ditambah bau dupa semerbak harum. Cerita dibuka dengan lantunan shalawat dan doa dalam bahasa Arab. Hal ini menegaskan, kesenian Singo Wulung mencerminkan karasteristik masyarakat Bondowoso yang agamis dengan mayoritas penduduk beragama Islam.

Di habitat aslinya, khususnya di desa Blimbing, kesenian Singo Wulung digelar selama tiga hari di tanah lapang atau tempat terbuka setiap  tanggal 13 -- 15 Sya'ban. Selain diyakini untuk membersihkan atau menjauhkan desa dari berbagai macam masalah, tradisi ini juga dijadikan sebagai syarat untuk membersihkan diri sebelum melakukan ibadah Puasa di Bulan Ramadhan

Inti cerita Kesenian Singo Wulung yang dikemas dalam bentuk tari mengisahkan perjalanan Kiai Singo Wulu, seorang tokoh sakti asal Kerajaan Mataram. Saat tiba di suatu wilayah tak bertuan, yang banyak ditumbuhi pohon belimbing, ia bertemu dengan Jasiman, seorang penguasa hutan dari Madura dan terjadi perkelahian. Konon perkelahian itu sampai 40 hari lamanya karena sama-sama kuat dan sakti mandraguna. Akhirnya Kiai Singo Wulu merubah diri menjadi harimau putih dan mengalahkan Jasiman yang kemudian memeluk agama Islam. Akhirnya mereka berdamai dan bersama sama membangun desa yang dikelak kemudian dinamakan desa Blimbing.

Elemen pertunjukan kesenian Singo Wulung terdiri dari tari dan musik gamelan irama Jawa Timuran dengan tembang dan syair gaya Madura. Segmen paling menarik adalah atraksi barongan yang berbentuk harimau putih. Ini mengingatkan pada bentuk seni Barongsai yang juga menggambarkan wujud harimau. 

Dalam setiap pertunjukan, barongan Singo Wulung bisa terdiri dari tiga atau lebih, yang masing-masing dikendalikan oleh dua orang. Skill, kekuatan kaki dan kerjasama para pemain barongan menjadi faktor utama sebab mereka melakukan berbagai atraksi akrobat di arena panggung pertunjukan. Jumpalitan, membentuk formasi sampai masuk ke dalam lingkaran api. Saat tampil di pelataran Gedung Cak Durasim tersebut, tiga barongan Singo Wulung juga membagikan kuliner khas tape Bondowoso kepada para penonton, menjadikan hiburan dan kegembiraan tersendiri bagi penonton yang memadati arena pertunjukan.

Dengan sentuhan koreografi yang menarik, kesenian Singo Wulung makin berkembang. Tidak hanya sebagai kesenian sakral, namun juga profan. Kesenian ini sering tampil di berbagai acara di Kabupaten Bondowoso dan beberapa kota lainnya. Bahkan sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Pemerintah Indonesia dan diakui UNESCO sebagai salah satu culture site Ijen Geopark sejak tahun 2023.

Kesenian ini juga mulai menarik minat kaum muda Bondowoso untuk melestarikannya. Serta menjadi kebanggaan masyarakat Bondowoso.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun