Mendengar kata Ramadhan biasanya identik dengan takjil atau makanan berbuka puasa yang beraneka ragam. Orang pun lalu ramai berjualan makanan atau minuman untuk buka seperti kolak, es buah, gorengan, lontong, es kacang hijau dll. Jika dilihat sepintas memang menggiurkan untuk dibeli namun seringkali saat sudah berbuka tidak dimakan sampai habis.Â
Fenomena ini pernah saya alami beberapa tahun lalu, karena saat puasa dorongan untuk membeli banyak makanan lebih besar tapi malah mubazir.
Hal ini terjadi karena saya belum bisa mengendalikan pikiran, mata dan hati sehingga menghamburkan uang hanya untuk makanan. Begitu lihat makanan di pinggir jalan dengan warna menarik, saya jadi mampir dan membeli.
Sebetulnya beli di luar bulan puasa juga bisa tapi saat itu rasanya lebih seru kalau belanja takjil menjelang berbuka.Â
Padahal kalau dipikir puasa harusnya pola makan berubah menjadi dua kali sehari. Nabi pun menganjurkan berbuka dengan kurma bukan dengan berbagai jenis makanan.
Tetapi manusia belum bisa memaknai dengan baik sehingga malah membeli secara berlebihan. Di sisi lain maraknya orang berjualan takjil juga bisa membantu menambah pemasukan dengan mudah.Â
Akhirnya saya belajar untuk memaknai puasa dan mengendalikan nafsu sehingga membeli takjil secukupnya sesuai kemampuan tubuh saya mencerna makanan.
Kini sebelum berbuka saya hanya membeli buah atau es buah sebagai pengganti gorengan untuk dimakan setelah berbuka dengan kurma. Untuk makan berat saya juga mengkonsumsi makanan sama seperti sebelum puasa dengan nasi, sayuran dan lauk pauk.Â
Jika bosan dengan menu di rumah, sesekali membeli makanan di luar itupun porsinya saya batasi agar tidak mubazir. Memang butuh proses agar kita bisa mengendalikan pikiran agar tidak kalap saat belanja makanan, namun di situasi sekarang pengendalian diri menjadi penting supaya pengeluaran tidak lebih besar dari pemasukan.Â