Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:1) memaparkan bahwa pengembangan kurikulum 2013 dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Empat prinsip yang dikenal sebagai empat pilar pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Learning to Know Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan materi pengetahuan menurut Zubaidah (2017). Belajar untu mengetahui dengan cara berpikir kreatif untuk mengetahui akar suatu permasalahan.
2. Learning to Do Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya menurut Zubaidah (2017). Belajar untuk melakukan yaitu mencari jalan keluar dari suatu masalah sebelum bertindak.
3. Learning to Be Keterampilan akademik dan kognitif memang keterampilan yang penting bagi seorang siswa, namun bukan merupakan satu-satunya keterampilan yang diperlukan siswa untuk menjadi sukses menurut Zubaidah (2017). Belajarlah untuk menjadi manusia mandiri yang utuh.
 4. Learning to Live Together Siswa yang bekerja secara kooperatif dapat mencapai level kemampuan yang lebih tinggi jika ditinjau dari hasil pemikiran dan kemampuan untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu yang panjang dari pada siswa yang bekerja secara individu menurut Zubaidah (2017). Belajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil mampu membuat peserta didik terbiasa untuk berkolaborasi dengan sesamanya.
Empat pilar kegiatan pembelajaran di atas adalah berfokus pada siswa guna menghasilkan pembelajaran bermakna sebagai jawaban atas inovasi pendidikan menghadapi abad 21.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, (2016:7-8) menjelaskan bahwa GLS merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif, dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, masyarakat, dunia usaha, dll. GLS sangat penting untuk mengembangkan kemampuan siswa. Contohnya dengan pembiasaan membaca 15 menit sebelum belajar. GLS sebaiknya diikuti dengan pengembangan model pendidikan multiliterasi pada berbagai muatan pelajaran sekolah.
Sekolah literasi adalah sekolah yang mampu memfasilitasi segala kebutuhan peserta didik dalam rangka membekalinya dengan kecakapan hidup pada zamannya. Menurut Abidin (2017), ciri-ciri dari sekolah literasi adalah sebagai berikut:
1. Bervisi literasi yaitu sekolah memiliki visi, misi, tujuan, strategi pencapaian dan sasaran program secara jelas.
2. Memiliki SDM yang peduli literasi yaitu warga sekolah satu misi untuk mengembangakan sekolah literat melalui pengembangan sekolah literasi.
3. Memiliki sarana berliterasi yaitu memiliki ruang bagi peserta didik untuk menyalurkan minat dan motivasinya dalam melakukan kegiatan literasi baik kegiatan membaca maupun lainnya.