Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahaya Laten Tersandera

19 September 2021   05:45 Diperbarui: 19 September 2021   06:19 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi yang pernah terpapar wabah covid-19, paham betul bagaimana rasanya harus mengekang diri dari keinginan untuk beraktifitas seperti ketika sehat. Mengekang diri itu disebut juga isolasi mandiri (isoman). 

Isoman diterapkan untuk orang yang terpapar wabah tetapi tidak menunjukkan gejala sakit atau bergejala tetapi berkategori ringan. Si penderita mengekang diri karena tersandera oleh pernyataan medis bahwa virus berbahaya dan sangat mudah menular ada di dalam tubuhnya. Diisolasi, selain supaya tidak menular, sakitnya tidak semakin parah, juga supaya si penderita lebih cepat dan mudah pemulihannya. 

Namanya juga isolasi, tentu banyak larangan yang harus dijalani, terutama larangan mendekati anggota keluarga, tetangga, handai taulan, larangan untuk bermasyarakat. Meskipun, dalam kenyataannya tanpa larangan itu pun orang  sudah menjauh dan takut untuk mendekat. Wajar saja, mereka tentu  khawatir tertular. 

Isolasi mandiri berlangsung setidaknya 14 hari. Kurun waktu yang relatif singkat bagi orang sehat, tetapi bisa terasa bagai sewindu bagi yang sedang disandera penyakit. Lengkap sudah penderitaannya, sudahlah dinyatakan sakit, masih ditambah dengan kehilangan kebebasan dan dijauhi kawan.   

Lebih jauh lagi, tersandera isoman juga memunculkan rasa tersiksa karena kerabat menjauh, teman dekat minggat dan hasrat untuk beraktifitas terkekang oleh keharusan membatasi diri. Sebuah rasa tidak nyaman lahir dan batin. 

Saat tersandera seperti itu menjadi saat yang tepat untuk merenung dan menikmati kesendirian. Saatnya untuk tidak  melewatkan begitu saja udara pagi yang bersih dan segar sebelum tercemar asap knalpot dan debu jalanan. Juga saat yang tepat untuk menjalani hari-hari yang tenang sebelum dirusak bising kendaraan bermotor atau lengking teriakan ambulan. Saat tersandera adalah saat yang tepat untuk menyadari betapa tinggi nilai sebuah kebebasan. 

Tersandera apapun itu memang tidak nyaman. Ketidaknyamanan yang ditimbulkan bisa berlangsung singkat atau bahkan bisa diderita seumur hidup. Seperti yang dirasakan seorang tokoh masyarakat di RT sebelah. Dia harus menjalani derita merasa salah tingkah, serba salah dan gamang memerankan ketokohannya karena tersandera oleh kelakuan orang lain. Tersandera oleh  seseorang yang mencoreng nama baiknya. Sebuah ketidaknyamanan yang tidak akan hilang dalam waktu sehari atau dua hari. 

Masa lalu yang kelam juga bisa menyebabkan hidup seseorang menjadi tersandera. Bahkan pernah dulu diberlakukan Surat Keterangan Berkelakuan Baik dari Kepolisian untuk berbagai keperluan, dari melamar pekerjaan hingga urusan kehidupan yang lain. Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada seseorang yang memiliki catatan buruk, berapa lama dia harus menjalani hidup tersandera.   

Hidup tersandera bisa membuat orang tidak leluasa dalam mengekpresikan dan mengekspose potensi dirinya. Ada rasa enggan, gamang, bimbang dan ragu untuk melakukan sesuatu meskipun mampu. Ujungnya menjadi tidak leluasa dalam mengambil keputusan dan tidak merdeka dalam bertindak. 

Keleluasaan dan kemerdekaan adalah bekal penting, apalagi bagi orang-orang yang aktifitasnya dekat dengan membuat peraturan, mengawasi penerapan peraturan dan membuat keputusan. 

Ada contoh bagus yang terjadi dalam olah raga. Sebuah Negara pernah terpaksa mendatangkan Wasit dari luar negeri untuk mengawasi dan mengadili pertandingan sepakbola. Saat itu sedang ramai diberitakan kasus yang membuat Wasit olah raga popular ini diragukan independensinya. Wasit yang tidak independen tentu saja akan merepotkan semua pihak, dari tim yang bertanding, pelatih, para supporter setianya hingga masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun