Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Kemampuan Membaca Siswa SD Harus Menjadi Prioritas Guru di Masa Pandemi

14 November 2020   00:02 Diperbarui: 15 November 2020   20:00 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warsiah, Kepala SDN 013 Desa Bulu Perindu, Kecamatan Tanjung Selor, Kalimantan Utara memberikan bimbingan membaca kepada siswa dengan metode kartu baca.(Dok. Inovasi Kaltara)

Anak-anak masih terus melaksanakan kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) entah sampai kapan. Jika dihitung dari awal ajaran baru, maka sudah hampir 3 bulan mereka merasakan kondisi ini. 

Jenuh, bosan, kangen sekolah, sekolah tapi rasanya tidak sekolah, atau tidak sekolah tapi kok tugasnya lebih banyak dibanding jika sekolah, mungkin itulah yang saat ini mereka rasakan.

Para orangtua pun ikut sibuk mengajari anaknya belajar bahkan ikut serta mengerjakan tugas anaknya. Bagi orangtua yang memiliki uang lebih, mereka pun memilih untuk mengeleskan anaknya. 

Contohnya saja teman saya sesama guru. Meskipun dia sendiri adalah guru, tetapi urusan tugas anaknya pun tetap ia percayakan kepada guru les anaknya. Atau contoh kisah teman saya sesama guru yang lain, meskipun posisinya sedang hamil, ia rela pulang jam 8 malam demi mengajar les.

Saya pun juga pernah ditawari untuk mengajar les matematika anak tetangga desa saya yang sudah kelas SMP, tapi saya tidak tertarik. Di samping karena itu bukan bidang saya, juga karena saya lebih memilih membimbing siswa yang ngaji di rumah saya. 

Mereka masih anak-anak sekolah dasar dan taman kanak-kanak. Selain ngaji iqro', saya juga membimbingnya membaca, mengenal huruf, berhitung, dan lain-lain sesuai materi perkembangan anak sekolah dasar. Tentu saja lebih mudah mengajari anak sekolah dasar dan taman kanak-kanak dibanding mengajar les anak SMP.

Tetangga-tetangga desa saya pun sering curhat, sebut saja ibunya Ar yang pedagang masakan (lauk pauk dan gorengan) di pasar. Bersama suaminya, jam 03.00 pagi (sebelum subuh) ia sudah harus berjualan di pasar hingga pukul 13.00. 

Sepulang dari pasar dia harus menyiapkan masakan untuk dia jual besoknya lagi. Ia pun merasa sudah lelah jika harus membantu Ar belajar. 

Sayangnya Ar baru kelas 1 SD. Ia pun masih kesulitan dalam hal membaca. Belum lagi tugas yang diberikan gurunya banyak. Selelah apapun ibu, jika anaknya butuh bantuan tentu tetap harus dibantu.

Anak membaca (Ilustrasi: jawapos.com)
Anak membaca (Ilustrasi: jawapos.com)
Demikian pula dengan ibunya Ling dan Dii. Meskipun ibu rumah tangga, tetapi mereka juga merasa terbebani dengan tugas yang diberikan guru di sekolah. Karena guru tidak pernah memberikan penjelasan terhadap materi yang soalnya harus dikerjakan. Akhirnya siswa disuruh membaca sendiri materinya lalu menjawab soal-soal yang ada di buku tersebut, padahal Ling dan Dii baru kelas 3.

Mungkin bagi anak yang suka belajar, tugas-tugas yang diberikan guru tidak membebankan. Tetapi bagi anak-anak yang tidak suka belajar, tugas-tugas tersebut amat menyebalkan. Terlebih Ling dan Dii belum lancar membaca, sedangkan ibu mereka yang hanya lulusan SD yang kadang juga bingung jika harus mencari jawaban di materi. 

Jika mereka lelah menulis, ibunya akan memarahinya, akhirnya mereka pun menangis dan Ibunya yang menuliskan tugas anaknya.

Saya kenal dengan gurunya Ling dan Dii. Gurunya Ling dan Dii pernah mengatakan kepada saya bahwa ia tidak pernah membuka tugas siswa-siswanya baik yang berupa video maupun audio, yang penting siswanya sudah mengirimkan tugasnya. Tugas-tugas yang dikumpulkan pun biasanya tidak ia baca soalnya, tapi langsung melihat kunci jawaban.

Di lapangan, mungkin banyak guru-guru yang melakukan hal semacam ini, terlebih guru senior yang sudah terbiasa dan sudah lelah dengan aktivitas mengoreksi tugas siswa. Padahal bisa saja meski tidak sesuai dengan kunci jawaban, tetapi jawaban siswa bisa dipertimbangkan, jika guru mau membaca soalnya dan mempertimbangkannya.

Masa Pembelajaran Jarak Jauh (BDR) ini yang dikeluhkan oleh sebagian guru dan orangtua sama dirasa tidak efektif. Padahal efektifi maupun tidaknya suatu pembelajaran, menurut saya bukan terletak pada apakah pembelajaran itu dilakukan secara tatap muka atau daring. Tetapi poinnya hanyalah guru bagaimana cara guru mengajarkan siswa agar mereka paham. Hanya ini poin dari pembelajaran yang efektif.

Di masa pandemi ini, jika guru terus mengeluh bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (BDR) ini tidak efektif, maka yang terjadi adalah guru mengajar tidak efektif. 

Maka yang seharusnya dipikirkan bukanlah tentang keinginan untuk segera masuk sekolah dan segera bertemu siswa. Tetapi yang sebaiknya dipikirkan adalah bagaimana pun kondisinya, entah pandemi atau tidak, entah siswa belajar dari rumah atau di sekolah, tetap ada perkembangan baik dari belajar siswa.

Saya akan mengambil contoh untuk anak sekolah dasar. Seperti halnya yang saya paparkan di atas, persoalan anak sekolah dasar kebanyakan adalah dalam hal kurang lancar membaca. 

Tetangga-tetangga saya yang belajar di rumah saya, di mulai dari TK hingga sekolah dasar kemampuannya dalam hal membaca saya klasifikasikan sebagai berikut:

Kelas Taman Kanak-Kanak
Namanya Zaa, dia baru berusia 4 setengah tahun dan duduk di TK A. Pertama kali bertemu dengan saya, ia lebih pandai dibanding teman-temannya yang duduk di TK B, Zaa sudah hafal dan mampu menulis huruf A hingga Z dengan tepat. 

Dalam hal membaca, dia sudah mampu membaca 1 suku kata. Seperti b dan a dibaca ba, d dan e dibaca de, dan seterusnya. 

Saya yakin bahwa ibunya Zaa lah yang membimbing Zaa sehingga dia bisa melebihi teman-teman yang tingkatnya di atas dia.

Jika Zaa sudah bisa membaca hingga 2 huruf atau 1 suku kata, maka beda dengan Kii yang juga baru berusia 4 setengah tahun dan belum sekolah, sudah berhasil menyelesaikan membaca iqro'nya di jilid 1. 

Ketika pertama kali bertemu dengan saya, dia sudah masuk pada jilid 2. Lagi-lagi di sini ada peran ibu yang membimbing Kii sehingga ia bisa menyelesaikan iqro'nya. 

Ibunya Kii bekerja sebagai pedagang, ia biasa membuka warungnya jam 6 pagi hingga pukul 9 malam. Saya yakin bahwa di waktu-waktu luangnya ia mengajari Kii mengaji.

Di TK B ada Aan, usianya sekitar 6 tahun. Dia sudah mampu membaca dengan lancar jauh di atas teman-temannya yang kelas 1. 

Ketika belajar dengan saya, saya tidak lagi mengajarinya mengeja bacaan, tapi saya mengenalkannya dengan cerita-cerita dan dongeng-dongeng. 

Saya membantunya memahami cerita dongeng tersebut. Salah satu dongeng yang pernah kita baca bersama adalah dongeng berjudul "Tikus dan Harimau". 

Dongeng ini menceritakan di mana harimau yang kelaparan ingin menerkam tikus agar tidak dimakan harimau, tikus mengatakan bahwa harimau tidak akan kenyang memakannya. Harimau pun tidak jadi memakan tikus. 

Suatu ketika harimau terkena perangkap jaring milik pemburu. Harimau berteriak meminta tolong. Tikus yang melihatnya pun menolongnya dengan cara mengerati jaring perangkap tersebut dan harimau akhirnya bebas. Sejak itulah mereka bersahabat (Iskandar Sukini, Bahasa Indonesia untuk kelas 1 SD/MI). 

Saya pun melontarkan beberapa pertanyaan kepada Aan, dan dia bisa menjawabnya dengan tepat. Kemampuan Aan telah melebihi anak-anak seusianya.

Kelas 1 Sekolah Dasar
Anak-anak kelas 1 yang terdiri dari 4 anak, yaitu Tam, Nov, Ar, dan Kee. Pertama kali bertemu saya, mereka baru mampu membaca 1 suku kata. Contohnya b dan e dibaca be. Mereka belum mampu membaca i dan bu dibaca ibu.

Sejak pertama kali hingga saat ini, kira-kira sudah kurang lebih hampir 3 bulan ada peningkatan dalam hal mengeja. Kini mereka mampu membaca lam dan pu dibaca lampu. Pe dan dang dibaca pedang.

Saya menyediakan buku dari jilid 1 hingga jilid 6 untuk mereka yang berlatih membaca. 

Kemampuan membaca 1 suku kata berada pada jilid 1, sedangkan kemampuan mampu membaca huruf vokal dan konsonan (lam dan pu) berada pada jilid 5. 

Kemampuan mereka dapat berkembang cukup baik meskipun masih mengeja secara perlahan-lahan. Tentu harapan saya di kelas 2 nanti mereka sudah lancar membaca tanpa mengeja.

Saya merekomendasikan buku untuk kelas 1 yang mudah dipahami anak seperti buku "Lancar Membaca Tanpa Mengeja" yang ditulis oleh Tim Amanah Guru, penerbit CV. Pustaka Agung Harapan. 

Buku yang saya rekomendasikan tersebut contoh katanya seperti gajah, hakim, jamur, mobil, nanas, dan lain-lain. Juga dilengkapi gambar, sehingga mudah dipahami anak.

buku membaca untuk taman kanak-kanak dan sekolah dasar. (Dokumentasi pribadi)
buku membaca untuk taman kanak-kanak dan sekolah dasar. (Dokumentasi pribadi)
Mengingat pula sebagaimana yang dikatakan Piaget bahwa anak sekolah dasar mengalami tahap operasi konkret, di mana mereka mulai melakukan kegiatan bernalar secara logis, dan membutuhkan penjelasan yang konkret (John W. Santrock, Life-Span Development: Perkembangan Masa-Hidup Edisi Ketiga belas jilid 1).

Buku Lancar Membaca Tanpa Mengeja jilid 6 berisi tentang lagu untuk anak-anak. (Dokumentasi pribadi)
Buku Lancar Membaca Tanpa Mengeja jilid 6 berisi tentang lagu untuk anak-anak. (Dokumentasi pribadi)
Kelas 2 Sekolah Dasar
Dari 5 anak kelas 2 yaitu Paa, Raa, Tee, Fee, dan Mee, namun hanya 2 yang dapat membaca, yaitu Paa dan Raa. Ketika kegiatan membaca, biasanya mereka berdua langsung bisa menyelesaikan bacaannya dan mampu menjawab pertanyaan yang saya sediakan. Sedangkan Mee juga sudah lumayan meski masih harus saya bantu mengeja untuk beberapa kata yang belum familiar untuknya. Seperti contoh kata lingkungan, sedangkan Tee dan Fee, mereka harus saya dampingi karena hampir dieja semua bacaan yang saya berikan. 

Contohnya saja kalimat "ayah pergi ke pasar", maka mereka akan mengeja perhuruf, a y a h ayah p e r g i pergi. 

Membaca terasa sangat menyebalkan bagi mereka berdua, tapi meski demikian mereka tetap bersemangat belajar ke rumah saya, karena tidak hanya membaca yang saya ajarkan kepada mereka, tetapi juga mengaji, berhitung, menulis, dan kesenian seperti menggambar, mewarnai, atau menempel agar mereka tidak jenuh. 

Dari situ saya pun tahu keunggulan mereka, meski Tee lemah dalam membaca, tetapi dalam berhitung dan menggambar dia jagonya.

Kelas 3 Sekolah Dasar
Kelas 3 terdiri dari Aas, Kii, Ling, dan Dii. Dalam hal membaca keempatnya masih dieja seperti kelas 2. Maka penguatan literasi kepada mereka harus lebih digiatkan karena nantinya mereka akan masuk pada kelas tinggi.

Sedangkan untuk siswa kelas 4, 5, dan 6 saya menganggap dalam hal membaca mereka semua sudah lancar. Hanya saja membaca belumlah menjadi hobi mereka. 

Mereka sering mengeluh jika saya beri bacaan yang panjang bahkan mereka mengaku lebih suka menulis daripada membaca. Maka kecintaan pada literasi harus ditumbuhkan pada diri anak-anak kelas tinggi melalui cerita-cerita seperti dongeng, cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), cerita misteri (cermis), dan lain-lain.

Pada intinya yang ingin saya tekankan pada tulisan ini adalah kemampuan membaca sangat penting dan harus diprioritaskan oleh guru kepada peserta didiknya terutama untuk siswa yang duduk di sekolah dasar kelas rendah.

Ibunya Tee pernah bilang kepada saya, melihat kondisi Tee yang demikian, di mana dalam hal membaca dia harus mengeja semua tulisan satu huruf  terlebih dahulu, "Sebenarnya kalau anak itu sudah bisa membaca, hati kita (orangtua) bisa lebih tenang. Karena anak tinggal mengikuti saja untuk pelajaran yang lainnya." 

Maka inilah kiranya kemampuan membaca sangatlah penting bagi anak sekolah dasar. Bahkan harus ditanamkan sejak anak prasekolah, diawali dengan mengenalkan huruf kepada mereka.

Di akhir tulisan ini saya akan mencuplikkan sebuah cerita yang ditulis oleh Jeanne Ellis Ormrod, "Anna seorang siswa yang tinggal di Meksiko-Amerika. Ia telah mengalami kehidupan yang sulit sejak kanak-kanak. Kedua orangtuanya bercerai dan sejumlah kawan Anna menjadi korban kekerasan geng.

Meski demikian, terlepas dari sejumlah peristiwa traumatis tersebut, kawan-kawan dan para staf pengajar di sekolahnya menjadi sumber dukungan sosial dan emosional yang kuat bagi Anna. 

Ibu Anna mengatakan bahwa sekolah tersebut tidak seperti sekolah pada umumnya, lebih menyerupai rumah kedua bagi Anna, seperti rumah kakek-nenek bagi cucu-cucunya. 

Para guru memberikan umpan balik dan bimbingan rutin untuk meningkatkan keterampilan akademik para siswa. Ketika Anna duduk di kelas rendah, kemampuan membacanya telah setara dengan anak kelas tinggi" (Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang edisi keenam).

Dari cerita Anna tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa sekolah yang efektif adalah sekolah yang tetap mampu mendukung kemampuan anak meskipun anak memiliki problem tersendiri di hidupnya.

Seperti halnya siswa-siswa kita saat ini, meskipun anak-anak tengah menghadapi masa pembelajaran jarak jauh, tetapi selama guru mampu mendukungnya untuk terus mengembangkan kemampuannya maka sekolah dapat berjalan efektif.

Kegiatan PJJ seharusnya mampu membuat anak bersemangat untuk meningkatkan kemampuan membacanya. 

Ketika saya dulu mengajar di sekolah dasar dengan bidang Pendidikan Agama Islam (PAI), untuk kelas 1 saya tidak meminta mereka mengerjakan soal-soal di Lembar Kerja Siswa (LKS) meskipun saat itu juga sudah PJJ.

Tetapi melalui chat wa saya mengirimkan pesan kepada orangtua agar anak membaca (mengeja) materi dari saya yang telah saya ketik. 

Anak menyalinnya di buku tulis, lalu membaca atau mengejanya, dan orangtua memvideokan anak saat membaca atau mengeja. Begini materinya:

kisah nabi muhammad

na-bi mu-ham-mad a-da-lah na-bi u-mat is-lam.

ia la-hir di mek-kah.

a-yah-nya ber-na-ma ab-dul-lah.

i-bu-nya ber-na-ma a-mi-nah.

Maka apapun kondisinya, sebaiknya guru siap untuk berusaha memberikan pelajaran yang efektif kepada peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan siswa masing-masing.

Sumber rujukan:

  1. John W. Santrock, Life-Span Development: Perkembangan Masa-Hidup Edisi Ketigabelas jilid 1, hlm. 28.
  2. Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang edisi keenam, hlm. 4.
  3. Iskandar Sukini, Bahasa Indonesia untuk kelas 1 sd/mi, hlm. 93.
  4. Tim Amanah Guru, Lancar Membaca Tanpa Mengeja Jilid 1-6 penerbit CV Pustaka Agung Harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun