Mohon tunggu...
Sarianto Togatorop
Sarianto Togatorop Mohon Tunggu... Guru - Pengajar yang menyukai kebebasan

Seseorang yang tak tahu kalau dia ada

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kunang-kunang di Antara Kenangan, Mitos, dan Ancaman Kepunahan

2 Juni 2020   06:00 Diperbarui: 2 Juni 2020   11:09 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kunang-kunang dan Mitos

Dulu waktu saya kecil, kakak saya sering menakut-nakuti saya dengan cerita kalau kunang-kunang itu adalah kuku orang yang sudah mati. Waktu kecil tentu saja saya mudah percaya pada cerita itu, tapi saat kakak saya menangkap kunang-kunang, saya malah ikut menangkapnya, lupa dengan mitosnya.

Setelah dewasa barulah saya mengerti mengapa demikian. Ternyata kunang-kunang sangat menyukai tanah kuburan yang gembur dan kaya akan unsur hara sebagai makanannya.

Pohon di sekitar kuburan biasanya ada kunang-kunang yang tinggal di sana, asalkan lingkungannya masih jauh dari pencemaran bahan kimia anorganik. Kedua pohon bakau di sebelah rumah kami juga lokasi tak jauh dengan tanah wakaf. Ternyata itu yang menyebabkan kunang-kunang banyak di sekitar pohon itu.

Kembali mengingat masa kecil dengan kunang-kunang puluhan tahun lalu sangat menyenangkan. Sekarang saya bahkan tak dapat menemukan kunang-kunang bahkan jika saya mencarinya di pohon yang dulu ketika saya kecil saya suka menangkapnya di sana. 

Ke mana kunang-kunang pergi? Apakah kunang-kunang akan menjadi cerita yang hanya bisa kita ceritakan kepada anak-anak kita nanti?

Saya jadi teringat film animasi Tinkerbell yang menggunakan kunang-kunang sebagai lentera penerang di dalam kamar tidurnya. Adegan film yang mengingatkan saya akan kunang-kunang masa kecil. 

Atau lagu Fire Flies karya Owl City, di sepenggal liriknya: “Cause I’d get a thousand hugs from ten thousand lightning bugs, as they try to teach me how to dance”. 

Betapa indahnya hidup dengan kunang-kunang, mereka menari di pohon saat malam gelap. Cahayanya memberi harapan bahwa alam memberi cahaya kecil penuntun hidup.

Kunang-kunang telah menjadi serangga yang langka. Jangankan di kota, di lingkungan pedesaan pun sudah jarang bisa ditemukan. 

Hilangnya vegetasi pohon, lingkungan yang semakin tercemar oleh kebiasaan kita menggunakan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan. Hutan semakin menyempit, akibatnya kunang-kunang semakin sulit ditemukan. Kita membuat persaingan hidup mereka menjadi sangat tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun