Mohon tunggu...
Fransiskus Sardi
Fransiskus Sardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lulus dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Filsafat

Follow ig @sardhyf dan ig @areopagus.2023 “Terhadap apa pun yang tertuliskan, aku hanya menyukai apa-apa yang ditulis dengan darah. Menulislah dengan darah, dan dengan begitu kau akan belajar bahwa darah adalah roh” FN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Solidaritas: Museum Abadi Meretas Kesenjangan

10 Oktober 2021   19:42 Diperbarui: 10 Oktober 2021   19:48 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang depan Museum Vredeburg, Dok. dari internet id.wikipedia.org

Saya sudah tiga tahun berada di Jogja. Tahun pertama tepatnya tahun 2019, setiap akhir pekan saya selalu berkeliling. Sayangnya, selama pandemi, mobilitas dan kunjungan ke museum semakin berkurang. Saya ingat di awal semester perkuliahan, dosen Bahsa Indonesia meminta kami mahasiswa Sanata Dharma mengunjungi Museum Benteng Vredeburg.

Saat itu, bersama beberapa teman kelompok dari kampus Sanata Dharma, kami berjalan keliling di museum ini. Menarik sekali berada dalam museum ini. Ada banyak miniatur yang menggambarkan perjuangan tahun itu.

Saya tertarik untuk melihat sejarah berdirinya. Dilansir dari beberapa media dan cerita guide saat itu, saya mengingat bahwa Benteng vredeburg pertama kali dibangun pada tahun 1760 atas perintah dari Sri Sultan Hamengku Buwono I dan permintaan pihak pemerintah Belanda yang saat itu dipimpin oleh Nicholaas Harting yang menjabat sebagai Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa.

Menurut catatan dari dinas Kemdikbud tujuan pembangunan benteng ini adalah untuk menjaga kemananan keraton. Akan tetapi, maksud sebenarnya dari keberadaan benteng ini adalah untuk memudahkan pengawasan pihak Belanda terhadap segala kegiatan yang dilakukan pihak keraton Yogyakarta.

Ada sejarah panjang mengenai pengalihan nama. Tahun 1992 sampai sekarang, berdasarkam SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, secara resmi Museum Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yoyakarta yang menempati tanah seluas 46.574 m persegi.

Kemudian tanggal 5 September 1997, dalam rangka peningkatan fungsionalisasi museum, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mendapat limpahan untuk mengelola museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT. 001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.

Saat mengunjung museum ini, saya seperti sedang berada di masa-masa perjuangan. Miniatur-miniatur yang tertata rapi di dalam dengan patung para pahlawan mengingatkan saya bahwa kemerdekaan itu suatu perjuangan yang panjang.

Sekarang kita sudah berada jauh dari masa-masa perjuangan kemerdekaan itu. Tidak ada lagi perang melawan penjajah. Tapi satu hal yang selalu diperangi saat ini adalah perihal perjuangan membangun keutuhan dan kokohnya NKRI.

Sudah lama Indonesia merdeka, tapi fenomena kemiskinan masih merajalela. Perang paling sengit saat ini adalah melawan covid-19. Ada beragam efek yang timbul dari makhluk tak kasatmata ini. Salah satunya adalah kemiskinan. Kemiskinan menjadi penjajah yang selalu ada hingga saat ini.

Ditilik dari sisi pengertian, kemiskinan sering diartikan sebagai keadaan tidak memiliki apa-apa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI online) secara gamblang mendefinisikan kemiskinan sebagai 'situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum'. 

Ini mengandaikan bahwa kemiskinan dalam paradigma KBBI baru sebatas keadaan kekurangan sandang, pangan dan papan. Jauh melampaui definisi ini, sebenarnya kemiskinan memiliki kompleksitas makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun