Mohon tunggu...
Sarah Friska Gloria Sirait
Sarah Friska Gloria Sirait Mohon Tunggu... Mahasiswa PKN STAN

hobi belajar

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak Positif dan Negatif Digitalisasi Perpajakan terhadap Penerimaan Perpajakan

5 Februari 2024   19:56 Diperbarui: 5 Februari 2024   20:00 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Digitalisasi perpajakan ini menjadi sorotan utama dalam upaya transformasi administrasi perpajakan di Indonesia. Meskipun banyak pihak yang meyakini bahwa digitalisasi memiliki dampak positif terhadap kepatuhan wajib pajak, tapi ternyata pendekatan ini juga menimbulkan kontroversi loh.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sejak tahun 2015, Direktorat Jenderal Pajak sudah membahas mengenai Digitalisasi dalam perpajakan. Digitalisasi ini adalah bagian dari reformasi perpajakan. Reformasi ini diharapkan dapat menjadi sarana dalam peningkatan kualitas pelayanan yang cepat, mudah, dan efisien, serta meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Artinya, jika wajib pajak semakin patuh terhadap pembayaran pajaknya, penerimaan pajak kita akan meningkat dong.

Namun, ternyata sistem pajak ini juga bisa menurunkan penerimaan negara. Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, mengatakan bahwa digitalisasi dengan transaksi cashless bisa berisiko menggerus penerimaan negara. Hal ini terjadi karena transaksi tanpa uang tunai juga memunculkan celah kecurangan (fraud) yang dapat berdampak pada potensi menurunnya penerimaan pajak kita.

Berdasarkan data dari TNP2K, 1% orang kaya di Indonesia menguasai 50% asset nasional. Nah, aset yang sangat besar ini harusnya bisa memberikan penerimaan perpajakan yang besar bagi negara. Namun, bagaimana pemberlakuan tarif pajak bagi orang kaya ini, bagaimana automatic exchange of informationnya.

Digitalisasi ini menciptakan peluang bahwa ada pihak yang sulit untuk dikenai pajak. Sistem pajak juga ternyata belum mampu mengimbangi perkembangan dari bisnis digital. Contohnya, orang yang memiliki Perusahaan digital yang mendapat penghasilan dari Indonesia, tapi tidak memiliki kehadiran fisik. Nah, bagaimana juga dengan wajib pajak yang berpenghasilan melalui e-commerce dan sharing economy. Hal ini membuat adanya kesulitan untuk menjamin kepatuhan pajak. Jika sulit menjamin kepatuhan pajak, dan orang tidak ingin bayar pajak atau menghindari pajak, berarti penerimaan pajak dapat menurun dong.

Digitalisasi perpajakan ini membawa sejumlah manfaat signifikan. Namun, tantangannya juga perlu diakui. Penting bagi pemerintah dan wajib pajak untuk bersinergi dalam mengatasi hambatan dan memastikan bahwa digitalisasi perpajakan ini diimplementasikan dengan cara yang adil, efektif, dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

 Jangan lupa bayar pajak ya!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun