Di tengah kesibukan Jakarta yang tak pernah tidur, Kantin Mabesad menghadirkan sesuatu yang berbeda. Bukan sekedar deretan menu biasa, tetapi sebuah cita rasa yang membawa pulang kenangan: Sego Goreng Suroboyo. Aroma bawang putih, saos khas, dan sambal uleg pedas menggoda setiap pengunjung yang melintas. Kehadirannya seolah jadi jeda manis di antara rapat, laporan, dan hiruk pikuk ibukota.
Cak Ri, sosok di balik dapur itu, bukan sekedar penjual makanan. Ia membawa semangat kampung halaman ke meja makan para prajurit dan pegawai. Dengan logat khas Suroboyo yang masih kental, ia menyapa ramah setiap pelanggan. "Monggo dicoba, Le. Rasane garang, tapi njur nagih!" candanya, membuat suasana kantin lebih hangat dan akrab.
Bagi mereka yang jauh dari tanah kelahiran, sepiring Sego Goreng Suroboyo seakan jadi obat rindu. Sambal merah yang nendang, irisan mentimun segar, serta telur dadar sederhana namun penuh rasa, menghadirkan nostalgia. Banyak yang terdiam sejenak setelah suapan pertama, seolah terbawa kembali ke jalanan Surabaya dengan hiruk pikuk warung kaki lima di malam hari.
Tak jarang, obrolan ringan pun tercipta di meja-meja kantin. Dari cerita masa dinas di Jawa Timur hingga pengalaman kuliner malam di Tunjungan, semua bermula dari sepiring nasi goreng. Kantin yang biasanya riuh dengan formalitas kini berubah menjadi ruang kebersamaan, diikat oleh rasa yang otentik dan jujur.
Sego Goreng Suroboyo di Kantin Mabesad bukan sekedar menu tambahan. Ia adalah jembatan antara kenangan dan kenyataan, antara Surabaya dan Jakarta. Di tengah gemuruh ibukota, ia menghadirkan jeda yang menenangkan, sebuah rasa rumah di piring sederhana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI