Mohon tunggu...
Santorry Saad
Santorry Saad Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pemikir, Budget Analyst, Esais dan Calon Penulis, Pendidik, cukup mahir dlm beberapa cabang olahraga: Tenis, Catur, Pingpong, Renang dan Diving. Slalu syukuri nikmat yg diberikan Oleh-Nya...salah satu prinsip yg terpenting.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sepenggal Cerita tentang Doa, Birokrasi, dan Cinta Kasih

6 November 2013   22:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:30 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada anekdot terkenal, terdapat dua kondisi ketika orang Indonesia secara otomatis bersikap religius. Pertama, ketika yang bersangkutan naik pesawat udara. Kedua, ketika berurusan dengan birokrasi.

Kondisi pertama, penulis yakin pembaca setuju dan selalu melakukannya tatkala menumpang di pesawat terbangyang hendak tinggal landas (take off) ataupun mendarat (landing). Untuk kondisi kedua, mungkin banyak  yang bertanya-tanya, apa betul seseorang menjadi lebih religius ketika berhadapan dengan birokrasi?

Nah itu dia, mari kita perjelas situasinya. Baru-baru ini penulis menghadapi klien (mitra kerja) yang tengah mengurusi proses revisi anggaran jelang batas akhir waktu yang ditentukan. Tentu saja, mereka pontang-panting urus sana-sini biar anggarannya bisa cair di tahun ini juga. Singkat kata, setelah melewati proses yang cukup berliku, sampailah mereka ke instansi penulis yang salah satu tugasnya  mengurusi anggaran belanja pemerintah pusat.

Penulis berusaha profesional lakukan tugas yang dipercayakan, dengan niatan untuk menyelesaikan persoalan. Namun apa daya, urusan bukan hanya melibatkan instansi penulis melainkan ada juga kewenangan instansi lain. Pada momen inilah, keluar curahan hati mereka yang pasrah menerima keadaan, “memang kalau berhadapan dengan birokrasi, mesti banyak bersabar,  dan selalu berdoa semoga segala urusan cepat selesai.” Penulis mengangguk pelan, pertanda mengiyakan.

Senantiasa berdoa kapan saja dan di mana saja, mungkin aktivitas itu secara kasat mata bisa menjadi indikator seseorang dikatakan alim atau religiusitasnya tinggi. Dan itu, mungkin tidak tampak di wajah penulis, yang mungkin karena berwajah orientalkarena ada darah  “perancis”alias peranakan cina sedikit, ha…3x.

Mungkin karena punya tampang Tionghoa, suatu ketika penulis ditawari untuk melakukan wisata religi         di suatu tempat. Kala itu, penulis sedang dinas luar ke Manado, dan setibanya di Bandara Sam Ratulangi sempat berbincang dan  diajak rekan ke suatu  tempat yang bernama Bukit Kasih. Tentu saja penulis senang dapat tawaran itu, tapi segera penulis sampaikan bahwa penulis seorang muslim. Tawaran itupun tidak bersambut.

Minggu lalu, kembali penulis ke Manado untuk berlibur sekalian me-refresh kompetensi selam yang sudah cukup lama tidak di-update. Tak disangka, tanpa direncanakan sebelumnya, akhirnya penulis tiba juga di suatu tempat yang bernama Bukit Kasih Kanonang.

[caption id="attachment_299844" align="alignleft" width="300" caption="Biker sejati, di laut pun main motor (Dok. Pribadi)"][/caption]

Sebelum sampai ke lokasi yang terkenal dengan nama 'wisata toleransi beragama', penulis menyempatkan diri berziarah ke makam Tuanku Imam Bonjol (Peto Syarif ibnu Pandito Bayanudin) di Peneleng (Minahasa), seorang ulama sekaligus pahlawan nasional yang  berpengaruh dari  Sumatera Barat yang telah begitu gigih melawan penjajah Belanda dalam Perang Padri (1803-1838). Beliau lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, pada tahun 1772, dan wafat dalam pengasingan dan dimakamkan diPineleng, Minahasa pada tanggal 06 November 1864 (sumber : Wikipedia.org).

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Bukit Kasih Kanonang, yang berlokasi  di Tomohon. Penulis sebelumnya sempat kecele, mengira bahwa  lokasi ini  hanya diperuntukkan bagi umat kristiani. Namun ternyata,   di balik sebuah tugu setinggi 22 meter dengan lima bidang sisinya itu, terpahat relief simbol dari lima agama dan tertulis pula ajaran cinta kasih.

[caption id="attachment_299864" align="alignright" width="300" caption="Berziarah (Dok. Pribadi)"]

1383756165861284604
1383756165861284604
[/caption]

Di sinilah penulis terpesona dengan kepedulian seorang bocah seusia anak SD, kala menawari penulis untuk berfoto dengan latar agama yang penulis anut. Tedy, kalau tidak salah dengar, begitu anak itu memperkenalkan diri, bak seorang fotografer profesional, mengabadikan berbagai pose  dengan samsung galaxy tabyang penulis bawa. Penulis yakin di masa depan, bocah ini akan menjadi fotografer handal, hal ini dibuktikan dengan hasil jepretannya yang cukup memuaskan.

[caption id="attachment_299858" align="alignnone" width="360" caption="Bukit Kasih Kanonang (Dok. Pribadi)"]

138375538154669398
138375538154669398
[/caption]

Dengan latar belakang, relief untuk penganut agama Islam, penulis berpose, sambil membaca sekilas  ajaran cinta kasih yang dikutip dari kitab suci      Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa. Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” Selain itu, ada pula kutipan dari al-hadits, Tidaklah Aku mengutusmu (Muhammad), selain untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” Sungguh ajaran yang begitu menentramkan hati karena  menganjurkan saling tolong-menolong  dalam kebaikan dan takwa.

Demikian, postingan singkat sekadar pengikat makna pernah berwisata rohani di Bumi Kawanua yang begitu menjunjung tinggi toleransi beragama. Selamat Tahun Baru Islam 1435 H, mari kita berjuang untuk hijrah diri ke kondisi yang lebih baik dan lebih  baik  lagi ke depannya. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun