Mohon tunggu...
Yakobus
Yakobus Mohon Tunggu... Relawan - Tuhan Penolong Abadi, I become minister

Membela kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun golongan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca, Kemana Arah Demokrasi?

13 Mei 2018   00:30 Diperbarui: 13 Mei 2018   01:05 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Olah Pribadi

Kita sering berargurmen bahwa demokrasi di Indonesia masih seumur jagung. Masih jauh dari sejarah demokrasi di Amerika yang sudah mencapai ratusan tahun.

Kita perlu membaca kembali sejarah. Khususnya sejarah penjajahan. Sejarah perlawanan melawan penjajah yang dilakukan di daerah-daerah pada masa sebelum kemerdekaan. Sejarah kegagalan mengusir penjajah. Kemudian, ada momentum-momentum seperti gerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, kemerdekaan tahun 1945, orde baru serta orde reformasi. 

Cukup sudah catatan sejarah menjadi proses pembelajaran bagi kita semua. Peran tokoh-tokoh pemuda dan terpelajar menjadi kunci dalam kemajuan bangsa khususnya dalam menciptakan momentum perubahan. Namun, momentum-momentum tersebut tersandra oleh kepentingan kelompok akibat sistem demokrasi yang tidak terbangun dengan benar.

Salah satu kunci kekuatan kebangkitan Indonesia adalah kebangkitan partai berbasis masa Islam. Partai berbasis masa Islam moderat yang kuat. Partai partai yang memiliki basis masa Islam seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN).

PKB yang memiliki basis masa Nahdatul Ulama. Memiliki sejarah panjang sejak tahun 1955. Partai yang menempati urutan kedua di pemilihan umum tahun 1955 ini, di pemilu pasca reformasi belum menunjukan elektabilitas yang optimal. Kekisruhan politik internal menjadi salah satu tantangan mereka.

PAN memiliki elektabilitas yang cendrung stabil di 6 -- 7 persen. Walaupun dalam pemilu terakhir PAN memilih untuk berkoalisi dengan partai pemenang pemilu. PAN diprediksi akan kembali berada di dalam koalisi saat ini apabila ingin menjaga dan meningkatkan elektabilitasnya. Namun, momentum penetapan berkoalisi dapat menjadi faktor penentu perolehan suara PAN kelak di pileg 2019.

Demikian juga dengan Partai PKS, elektabilitasnya naik sangat significant pasca pemilu 1999 (dari PK). Namun masih tersandera oleh stigma anti "Pancasila". Padahal, disemua agama memiliki ajaran nilai-nilai Pancasila. PKS di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 seakan mengekor, padahal apabila dilihat dari elektabilitasnya di 3 pemilu terakhir yang cendrung stabil, hal ini menunjukan bahwa konstituen PKS bersifat permanen, bahkan di pemilu terakhir jumlah suara PKS naik sekitar dua ratus ribuan.

Guna mengembangkan sistem demokrasi yang lebih baik, bangsa ini memerlukan oposisi yang kuat. Bagaimanapun peran pemerintah perlu dikontrol keberadaannya dalam sistem presidensial. Praktek oposisi sudah berumur 50 tahun lebih dari sejarah bangsa Indonesia walau sangat sangat minim. Praktek oposisi perlu diciptakan yang diawali dengan penyederhanaan partai politik, 7,5 persen ambang batas parlemen.

Belajar dari sejarah oposisi di Indonesia pada masa orde baru dan orde reformasi. Pertama, ada partai oposisi yang kemudian bergabung dengan partai penguasa paska pemilu. Kedua, partai penguasa memiliki kecendrungan untuk mengecilkan atau menghilangkan peran dari partai oposisi. Oleh karena itu, keyakinan dari partai-partai yang memiliki elektoral yang stabil menjadi faktor penting dalam menentukan peran oposisi di Indonesia.

Bagaimana dengan prediksi pada pilpres 2019? Apabila dibuat  skenario koalisi. Pertama, koalisi partai berbasis masa Islam maka belum bisa mencapai nilai yang mendekati kemenangan. Kenapa demikian? Kita bisa melihat bahwa tren partai yang berbasis masa Islam dengan non berbasis masa Islam pasca reformasi sangat significant perbedaannya. 

Kedua, apabila digabungkan dengan koalisi lainnya misalnya Partai Gerindra dan Partai Demokrat. Secara teoritis hampir mendekati diatas 50 % tetapi apabila dilihat dari realitas politik dari tiga pemilu yang terakhir bahwa calon presiden yang diunggulkan akan meningkatkan elektabilitas partai pendukungnya. Diprediksi bahwa koalisi partai berbasis masa Islam ditambah 2 partai lainnya belum dapat mencapai kemenangan dengan pertimbangan utama elektabilitas dan persepsi positif kinerja petahana yang sangat tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun