Mohon tunggu...
Yakobus
Yakobus Mohon Tunggu... Relawan - Tuhan Penolong Abadi, I become minister

Membela kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun golongan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Big Money" Menghancurkan Demokrasi

13 Februari 2018   18:30 Diperbarui: 13 Februari 2018   19:21 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kumpulan foto. koleksi pribadi

Kita terkaget kaget  dengan pemberitaan menjelang pengumuman Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia tentang Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Bupati/Walikota. Mereka menjadi wajah publik se-Indonesia dalam media sosial, televisi, media online lainnya. Itu karena dukungan dari partai politik terhadap figur-figur pemimpin daerah tingkat propinsi dan kabupaten/kota seakan tidak menunjukan adanya mekanisme yang benar dalam proses seleksi. Para pemimpin yang ikut konstetasi ini, ada yang baru saja mengikuti penandatanganan pakta Anti Korupsi bersama dengan Komisi Anti Rasuah.

Namun, disaat-saat akhir menjelang penetapan bakal calon pasangan pemilihan kepala daerah, kita semua terkaget-kaget. Kok bisa, masa iya, dia yang terbaik, dia yang paling bagus. Wajahnya kini menjadi babak belur oleh gunjingan publik yang dapat kita perhatikan di pemberitaan televisi serta menjadi pergunjingan di sosial media. Lalu, ada sebagian dari pimpinan partai berusaha membangun opini mereka sendiri, tidak merasa bagian dari "MASALAH UTAMA PROBLEM BANGSA INI" yaitu partai belum juga belajar dari sejarah agar dapat menjadi alat untuk memberikan pendidikan politik.

Secara sederhana kita dapat menilai ukuran keberhasilan kaderisasi partai pada saat pemilihan pemimpin calon kepala daerah. Pertama, partai-partai yang berhasil melakukan pendidikan politik akan akan memilih dari kader internal. Kedua, partai akan membuka kesempatan kader eksternal untuk menjadi calon pemimpin daerah. Ketiga, partai akan memilih untuk mengkombinasikan pilihan-pilihan yang lebih efektif dengan alasan kompetensi serta rekam jejak yang jelas.  Pilihan yang ketiga ini lebih logis. Bukan penetapan  "last minute"  yang akan membahayakan partai tersebut.   

kumpulan foto. koleksi pribadi
kumpulan foto. koleksi pribadi
Mungkin inilah suatu fakta yang ingin dibuktikan bahwa perlu hadirnya negara yang kuat dalam pemberantasan korupsi. Agar orang-orang benar jangan kalah oleh setingan opini dan rekayasa oleh kepentingan besar yang pada ujungnya adalah Pemimpin yang " Bengkok di Ujungnya".  

Calon pemimpin yang gagal  bertanding karena mendapat kartu hitam Komisi Pemberantasan Korupsi. Memilih calom pemimpin yang kalah karena tercengkram oleh kepentingan kelompok tertentu dengan melakukan transaksi uang besar atau Big Money. Big Money mencengkram sistem politik negara kita dan menghancurkan demokrasi kita.

Hari ini, kita tidak lebi baik dari lompatan sejarah reformasi yang sebenarnya tidak menentu arah lompatan dalam transisi demokrasi ini. Kehadiran partai politik yang reformis kalah oleh kepentingan transaksional calon pemimpin yang "Bengkok di Ujung" dan "Big Money".  Hal ini sebagai peringatan menjelang Pemilihan Presiden dan Legislatif di 2019 nanti.  Pertarungan yang sesungguhnya diam-diam sudah mulai memanas sejak periode pemilihan kepala daerah di periode 2015 dan 2017 lalu.

Kita dapat pembelajaran berarti  "Big Money" dalam kasus program kartu tanda penduduk elektronik  yang mengganggu sistem pendataan kependudukan bangsa ini dan menyebabkan waktu pengurusan ktp el yang berlarut-larut. Politik dipakai sebagai alat perang. Pengeluaran politik  adalah alat perang ekonomi dengan cara lain. "Big Money" dalam lobi untuk pengeluaran politik akan menjadi tidak adil bagi masyarakat dan sistem demokrasi. Mereka juga akan menghalangi ekonomi yang bekerja untuk rakyat miskin dan kelas menengah.

Tetapi, kartu hitam yang dikeluarkan oleh Komisi Anti Rasuah kita menjelang penetapan calon dalam pemilihan kepala daerah memberikan jawaban. Rasa-rasanya, perlawanan yang selama ini untuk melemahkan KPK, apakah terjawab ngga yaaa ???

Ada pertanyaan lain juga dari diskusi tidak formal dalam Grup Diskusi Bela Negara Korps Cendekiawan Menwa Indonesia, "Apakah transaksi "Big Money" akan ada dalam Pemilu Presiden dan Legislatif 2019 ?  Saya punya jawaban   sendiri bahwa,"Kinerja Pemerintah yang baik akan mengurangi resiko pemanfaatan "Big Money". Karena, selama ini program-program yang ada, rakyatlah yang mendapat untung. Kira-kira masih ada ngga "Big Money". Kalau masih terjadi kelak, KPK-lah yang patut kita beri Kartu Hitam. Dan sejarah kembali berulang. Kesenjangan ekonomi menjadi masalah dalam bangsa ini. 

Padalah Potensi Ketahanan Ekonomi Nasional (baca Index Ketahanan Ekonomi, Lemhannas Republik Indonesia) kita sangat tinggi dibanding dengan negara lainnya di Kawasan Asia Tenggara.  Kita baru mau menuju kesana, di tahun 2025 minimal kita menjadi negara  yang paling berpengaruh di bidang Ekonomi  untuk kawasan Asia Tenggara dan di tahun 2045 menjadi nomor 5 di dunia sesuai dengan apa kita yang impikan bersama.

Sumber data : diolah dari Website Badan Pusat Statistik (https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1116)
Sumber data : diolah dari Website Badan Pusat Statistik (https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1116)
Belajar dari pengalaman dengan mengambil data gini ratio kita bahwa ada penurunan Gini Rasio Indonesia dari Tahun 2015 hingga akhir 2017, menurun 0,013 poin. Penurunan yang sedikit. Penurunannya bukan karena orang miskin berkurang tetapi bertambah,  dan juga lebih diakibatkan jumlah golongan kelas atas yang menurun dan kenaikan kelas orang golongan kelas menengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun