Disisi lain bentuk pengawasan pemerintah yang dinilai kurang inipun perlu dikaji apakah memang betul demikian?Â
Bukan bermaksud membela, akan tetapi Penulis kira dibalik langkah tracing dan screening bahwa pemerintah tidak bisa memonitor 24/7 warganya. Jumlah warga serta wilayah yang begitu luas tentu tidak sebanding dengan jumlah aparatur yang tersedia. Terkecuali langkah antisipasi secara massive diberlakukan semisalkan penetapan jam malam guna mengurangi aktivitas warga sekaligus agar fungsi pengawasan lebih efektif dan efisien.
Pengerahan aparatur sipil dari tingkat Kecamatan, Kelurahan, hingga keikutsertaan RT/RW pun Penulis kira juga tidak bisa diharapkan banyak dikarenakan mayoritas di Jakarta mereka ibarat mati suri atau tidak berfungsi semustinya.Â
Bukan rahasia lagi kalau warga Jakarta hidup dengan minim perhatian. Fungsi Kecamatan, Kelurahan, hingga RT/RW bagi warga hanya dibutuhkan sewaktu-waktu untuk pengurusan dokumen semata. Tindak tanduk mereka ke warga mayoritas sangat minim dan kinerjanya pun angin-anginan. Lantas bagaimana lagi ditugaskan untuk mengawasi? Jangan banyak berharap.
Secara kesimpulan dari pembahasan diatas kita sejatinya tahu bahwa Indonesia terspesial DKI Jakarta punya masalah kronis prihal penanganan pandemi Covid-19 yaitu ketidakdisplinan warga disertai kurangnya koordinasi agar bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat baik terhadap protokol kesehatan maupun ancaman Covid-19.
Jangan berharap Covid-19 ini segera selesai kalau kita secara pribadi meremehkannya. Jangan berharap hari esok, kalau ternyata sikap pribadi memungkinkan kita tidak bisa melihat besok. Dan jangan terus menerus menyalahkan kalau ternyata letak permasalahan ada pada diri pribadi. Tingkatkan kepedulian antar sesama dan patuh akan imbauan pemerintah serta jalankan protokol kesehatan sebaik-baiknya.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.