Mohon tunggu...
Sang Wicara
Sang Wicara Mohon Tunggu... -

Pada mulanya adalah sabda

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka untuk Tuhan: Selamatkan Marthin Billa, Tuhan!

25 Desember 2015   03:16 Diperbarui: 25 Desember 2015   03:43 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wahai Tuhan,

Seharusnya aku tidak terkejut membaca segala berita yang menimpa dua hambam-Mu itu. Aku tahu bahwa penangkapan Marthin Billa dan, mungkin sebentar lagi, Jusuf SK, adalah hasil rekayasa, buah persekongkolan orang-orang yang mabuk oleh harta dan kuasa dunia. Aku tahu, dan Engkau Maha Tahu, segala berita itu juga hasil rekayasa. Mereka memilih kata dan sudut pandang yang menikam, menghujat, dan menghancurkan nama baik dua putra terbaik Indonesia yang kini masih ada. Engkau Maha Tahu, Tuhan, kata-kata manusia bisa lebih tajam dari tebasan pedang, lebih mematikan dari desingan peluru. Dan mereka sudah melepaskan kata-kata itu, menuliskannya dengan penuh suka cita, tanpa berpikir panjang, tanpa tedeng aling-aling, karena ada kuasa, ada harta, yang menyemangati mereka.  

Tuhan..., pastilah jernih dalam penglihatan-MU. Segala macam berita yang terpampang di koran-koran, berita online, televisi, dan segala macam media yang ada di Indonesia itu, sudah tidak lagi dihitung oleh seberapa besar kejujuran ada di dalamnya, seberapa hormat mereka pada kebenaran, melainkan seberapa besar mereka dibayar dan seberapa besar kekuasaan manusia, bukan kekuasaan-Mu, mendukungnya. Hampir semuanya, Tuhan, nyaris tidak ada lagi ruang untuk kejujuran dan rasa hormat pada kebenaran itu.

Tuhan..., aku mengenal Marthin Billa. Dia jauh lebih terhormat dari orang-orang berseragam yang menangkapnya. Dari mulut orang-orang berseragam itu, Engkau pasti telah mendengar dan mencatat tuduhan mereka. Mereka menuding Marthin Billa sebagai biang onar, penghasut, pengecut, dan segala macam kata yang tak pantas keluar dari mulut orang yang menyebut dirinya sebagai abdi negara, penegak hukum di Indonesia.

Siapa mereka itu, jika dibandingkan dengan Marthin Billa? Bukankah mereka dulu, orang-orang- dengan seragam yang sama, pernah menyematkan lencana kehormatan kepada Marthin Billa, atas jasanya menjadi juru damai pada peristiwa kerusuhan di Nunukan? Pada tahun 2007, Tuhan? Bentrokan Suku Dayak dan Bugis? Hingga darah hambamu tertumpah, dan Nunukan menjadi kota mati? Kala itu, Tuhan, tidak ada seorang pun yang sanggup menjadi juru damai selain Marthin Billa. Tidak ada tokoh dari Tarakan, dari Malinau, bahkan dari Tenggarong, Kutai Kertanegara, yang sanggup mengatasi bentrokan antar suku itu.

Marthin Billa masih tetap Marthin Billa yang sama, Tuhan. Marthin Billa yang dulu begitu disegani, kini dihina-hina. Hanya karena perkara demonstrasi ketidakpuasaan atas hasil pemilihan kepala daerah untuk Kaltara. Marthin Billa dituduh, Marthin Billa ditetapkan sebagai tersangka. Penahanannya ditunda, tapi jelas itu sikap pura-pura orang berseragam agar dinilai sebagai abdi negara yang penuh pengertian. Tapi Marthin Billa tidak pergi ke mana-mana. Dia tetap tinggal di Balikpapan, demi tetap berdekatan dengan orang-orang teraniaya, yang diciduk setelah peristiwa demonstrasi 19 Desember 2015 di Tanjung Selor, dan kini masih berada dalam tahanan orang-orang berseragam itu...

Tuhan, jika ada di antara ratusan orang yang berdemonstrasi itu adalah penghasut dan dalang kerusuhan yang sebenarnya, yang sengaja melempar batu sambil menyembunyikan tangan, segeralah tunjukan kepada kami. Agar tidak ada fitnah yang bisa menimbulkan pertumpahan darah. Mata kami tidak sanggup melihat, Tuhan, hilangkanlah dugaan kami, bahwa penghasut sebenarnya adalah dari kubu pemenang pemilihan kepala daerah yang belum tentu dari hasil kerja demokrasi yang jujur.

Engkau juga pasti tahu, Tuhan! Ada nada, kata, dan suara yang sama disamakan, demi mencapai tujuan yang sama di antara mereka. Ada rencana mereka yang berjalan mulus sampai sejauh ini. Begitu cepatnya tindakan-tindakan orang berseragam itu. Begitu mudahnya mereka menyematkan tuduhan. Semudah para penjajah nusantara dulu menyebut para pahlawan kami sebagai kaum ekstremis dan pemberontak. Ada tulisan, ada berita, ada kata-kata dengan nada yang sama. Sama-sama tajam menghujam. Sama-sama tidak berpijak pada kejujuran dan rasa hormat pada kebenaran. Tindakan-tindakan orang berseragam itu, kata-kata dari koran-koran propaganda yang sudah habis dibayar itu, tidak lebih tidak kurang, hanya disemangati oleh kesombongan kuasa dan kerakusan manusia atas harta.

Ampuni Hambamu ini, Tuhan. Hanya menulis yang bisa hamba lakukan. Dan hamba akan terus menulis.

Hua Allah hu’alam bi-Ssawab..., Laa haula wala quata illa Billah...,

(Bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun