Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sri Yono, Potret Kelam Pekerja Asbestos

10 Mei 2018   14:57 Diperbarui: 10 Mei 2018   17:48 2266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrsi gambar pekerja: ulula.com

Rabu, 28 September 2016, mungkin adalah hari yang kelam bagi Sri Yono, (44 Tahun). Setelah beberapa kali melakukan pemeriksaan kesehatan paru-parunya di sejumlah rumah sakit, siang itu dia di vonis, Asbestosis oleh dokter salah satu rumah sakit besar di Jakarta.

Bukan perkara mudah memang mengidentifikasi Asbestosis bagi pekerja atau mantan pekerja di industri pengolahan Asbestos. Banyak prosedur pemeriksaan teknis yang harus dilalui.

Kalau rontegen biasa digunakan tenaga medis untuk mengetahui gangguan di paru-paru pasien biasa. Untuk asbestosis jauh lebih rumit dari itu. Prosedur CT Thorax (pemeriksaan CT Scan di dada), hingga cairan paru mesti dilewati untuk memastikan seseorang menderita asbestosis.

Sri Yono mengabdi 25 tahun di perusahaan yang mengolah bahan baku asbestos menjadi kanvas rem, gasket, bantalan kopling dan kebutuhan otomotif sejenisnya di daerah Bogor.

Perusahaannya mungkin tidak menyadari bahwa dampak dari pengolahan asbestos di perusahaannya akan menggerogoti kesehatan para pekerja. Bukan dalam 1, 5 atau 10 tahun. Dampak penyakit akibat asbestos memang baru akan terlihat jauh lebih lama dari menunggu anak mendaftarkan diri di Sekolah Menengah Atas.

Hari-hari setelah menerima vonis dilalui Sri Yono dengan gundah. Namun dia tidak patah arang, dia terus semangat dan mengajak teman-teman pekerja lainnya untuk sadar bahaya asbestos.

Dia juga menjadi satu-satunya pekerja pabrik pengolahan asbestos yang berhasil memperoleh pengakuan dan kompensasi dari BPJS. Walaupun kompensasi yang diterimanya tidak lebih dari pendapatan tidak kena pajak (PTKP) seorang pekerja menengah dengan dua orang anak. Penyakit yang diderita Sri dianggap sebagai "kecelakaan" oleh BPJS.

Kepercayaan banyak orang Indonesia khususnya di kampung-kampung mengatakan ada hubungan erat antara vonis penyakit dan kenyataan makin cepatnya kesehatan seseorang digerogoti setelahnya. Orang yang di vonis hepatitis C, misalnya, akan terlihat makin hari makin kurus sebelum akhirnya terlihat parah.

Sejak di vonis asbestosis, memang Sri Yono tidak tampak melemah semangatnya. Namun kondisi fisiknya makin terlihat bergerak negatif dari kondisi awal. Dia makin sering mengeluh mudah kelelahan dan termegap-megap hanya untuk sekadar berjalan menuju masjid di dekat rumahnya untuk menunaikan Shalat Jumat.

Orang-orang yang biasa berhubungan dan bertemu langsung dengan Sri, melihat perubahan fisik yang cukup tajam dan mengkhawatirkan kondisinya.

Dua-tiga pekan lalu, jelang peringatan hari buruh, Rumyati, istri Sri Yono, mengabarkan bahwa kondisi suaminya memburuk. Napas yang tersengal-sengal, muka yang pucat, dan keluhan Sri Yono yang terus merasa lemas disampaikan. Berikut satu foto yang menunjukan pipi dan leher kanan Sri Yono membengkak besar.

Sebagaimana orang awam mungkin bengkak yang tampak seperti bengkak gondongan. Namun ternyata beberapa hari lalu, 7 Mei 2018, Rumyati kembali mengabari bahwa pembengkakannya tidak menurun. Bahkan semakin bengkak dan Sri Yono dikatakan bicara aneh-aneh seperti orang mengigau.

"Mas, kalau bisa tolong datang," begitu pesan Rumyati.

Membongkar kembali salinan catatan medis yang ada di dokumen kantor, 1,5 tahun lalu, selembar catatan medis yang dikeluarkan bersamaan dengan vonis asbestosis terhadap Sri Yono tertulis, "Pada leher bawah, kelenjar thyroid ukuran normal dan densitas masih homogeny." 

Dua hari setelah ditunggu tidak juga memperlihatkan tanda membaik, Sri Yono dilarikan ke Rumah Sakit Persahabatan, 9 Mei 2018, dan menunggu hampir  20 jam sebelum akhirnya masuk ruang perawatan.

Sri Yono hanya satu dari puluhan pekerja yang dicurigai menderita asbestos related disease. Dia bersama puluhan pekerja lainnya difasiliasi untuk memeriksakan kesehatannya oleh lembaga nonpemerintah yang menuntut penghentian perdagangan, penggunaan, dan pengolahan asbestos. Rata-rata mereka adalah pekerja yang telah bekerja lebih dari 10 tahun di pabrik-pabrik pengolahan asbestos.

Puluhan tahun, buruh seperti Sri Yono, menggadaikan kesehatannya berhadapan dengan bahan karsinogenik yang telah dilarang di lebih separuh anggota IMF yang akan mengadakan pertemuan di Baii, Oktober 2018 nanti. Upaya mencegah pajanan asbestos terhadap buruh tidak tampak menjadi perhatian perusahaan. Jangan tanyakan soal pemeriksaan berkala yang ideal diangan-angan.

Buruh seperti Sri Yono baru akan merasakan dampak dari bahan baku asbestos yang mereka olah tepat ketika kondisi mereka sudah memasuki usia produktifitas yang menurun. Saat mereka sudah tua, perusahaan makin mudah mencari alasan PHK karena produktifitas, saat itu pula kerapuhan kesehatan mereka makin terasa. Mereka menderita bukan hanya kesehatannya yang digerogoti asbestos, namun juga nasib penghidupannya yang menyedihkan.

Di saat kondisi fisik tidak lagi dapat maksimal produktif, ancaman PHK makin menganga, sementara upah makin tak cukup untuk kebutuhan keluarga, maka alternatif penghasilan lain harus diupayakan. Namun kerja yang sudah menyita hari, makin sulit untuk mencari alternatif lain. Hutang.

Hutang dan kondisi kesehatan yang digerogoti Asbestos adalah "bionic duo" yang memperparah kondisi pekerja di Industri Asbestos. Sementara pemilik usaha terus memerluas usaha, para buruh hanya mampu memperluas catatan hutang dan pasrah menerima gigitan terakhir asbestos yang telah hidup bersamanya bertahun-tahun.

Sri Yono bukanlah Sri Yono seorang, dia adalah potret masa depan buruh di pabrik-pabrik asbestos yang masih menikmati 0% tariff impor, dan terus menjual debu penyakitnya ke rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun