Mohon tunggu...
Susandro Frima Sitorus
Susandro Frima Sitorus Mohon Tunggu... Pengamat Konservasi Primata dan Habitatnya

Bergerak dalam kegiatan konservasi keanekaragaman hayati khususnya primata dan habitatnya. Diantaranya adalah konservasi Orangutan Sumatra dan Tapanuli.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Temuan Orangutan Tapanuli di Habitat Rawa Gambut : Harapan Baru Berujung Pilu

2 Oktober 2025   18:23 Diperbarui: 2 Oktober 2025   18:23 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Temuan individu orangutan jantan di habitat rawa gambut, Lumut, Tapanuli Tengah (kredit : Sandro)

Februari 2023, menjadi harapan baru bagi kami dengan menemukan indikasi keberadaan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang jauh terpisah dari habitat aslinya, yaitu Hutan Batang Toru. Saya dan teman-teman melakukan observasi dengan menemukan sarang orangutan yang berada di wilayah pesisir barat Pantai Sumatera, Desa Lumut Maju, Kecamatan Lumut, Kabupaten Tapanuli Tengah. Sebuah keniscayaan menemukan habitat baru Orangutan Tapanuli dengan ekosistem rawa gambut dan cakupan hutan hanya seluas 1.234 hektar. Hal ini tentu menjadi semangat baru untuk melestarikan habitat Orangutan Tapanuli yang menjadi satu-satunya berada di hutan pesisir rawa gambut.

Namun, temuan sarang orangutan belum menjadi dasar ilmiah yang kuat untuk membuktikan bahwa lokasi tersebut merupakan habitat Orangutan Tapanuli. Temuan individu secara langsung sangat dibutuhkan dalam upaya tindakan konservasi habitat selanjutnya. Maka, pada Desember 2024 saya dan teman-teman melakukan observasi kembali dengan harapan dapat berjumpa dengan si pembuat sarang di atas pohon berhabitat rawa gambut tersebut. Di tengah hujan yang deras, saya dan teman-teman melakukan observasi pada sisi utara blok hutan dengan petunjuk perjumpaan sarang baru (kelas A) di lokasi tersebut. Selang beberapa lama terlihat satu individu orangutan jantan yang gagah dan memesona berada di atas pohon yang besar. Kegembiraan itu hadir disertai jepretan foto yang kami dokumentasikan dengan harapan dapat mengabarkan kepada khalayak bahwa Orangutan Tapanuli juga hidup layaknya nelayan yang mendiami kehidupan di pinggir pantai. Temuan ini menjadi hadiah penutup tahun bagi observasi yang kami lakukan untuk konservasi Orangutan Tapanuli.

Berbagai harapan berkembang seiring perjalanan observasi kami selanjutnya pada Januari 2025, saya dan teman-teman mencoba menemukan orangutan menggunakan teknologi drone termal. Percobaan ini kami lakukan untuk mendeteksi individu orangutan lebih banyak. Dalam satu hari, kami menemukan dua individu orangutan jantan. Kini menambah daftar temuan jumlah orangutan menjadi tiga individu. Akan tetapi, perasaan senang bercampur sedih muncul kala itu, karena di samping menemukan individu orangutan yang baru, kami juga menyaksikan secara langsung kondisi hutan yang terbuka secara masif dengan alat berat (ekskavator). Hal ini menjadi kabar buruk awal tahun 2025 bagi kelangsungan hidup Orangutan Tapanuli di Kecamatan Lumut, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Tebangan pohon yang mendegradasi habitat Orangutan Tapanuli di pesisir Lumut (kredit : Sandro)
Tebangan pohon yang mendegradasi habitat Orangutan Tapanuli di pesisir Lumut (kredit : Sandro)

Temuan orangutan dengan kondisi habitat yang kritis ini tentu kami suarakan kepada pemangku kebijakan, dengan harapan dapat menjadi bahan diskusi untuk mencari solusi bersama. Kalimat demi kalimat kita sampaikan kepada BKSDA Sumut, KPH, LSM, media, hingga Dirjen KSDAE di tingkat pusat, bahwa kabar gembira ini ternyata menyimpan pilu mendalam bagi kantong habitat yang baru ditemukan.

Informasi perlahan muncul ketika masyarakat sekitar memberikan kabar bahwa perubahan tutupan hutan diakibatkan perebutan lahan oleh masyarakat kelompok tani dengan salah satu perusahaan di wilayah tersebut. Mereka berencana mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Konflik ini kian berseteru hingga ke ranah hukum sehingga memunculkan berita dan informasi dimedia terkait sengketa lahan. Ketika dunia belum mengetahui keberadaan Orangutan Tapanuli di wilayah yang sempit dan terisolasi ini. Kini, saat keberadaanya mulai diperbincangkan dan menjadi harapan, mereka justru kembali tertekan akibat pembukaan lahan dan keserakahan manusia. Kami pun seolah teringat pada tatapan orangutan yang kami jumpai kemarin, seakan sedang berkata: "tolong selamatkan kami."

Pembukaan lahan terus berlangsung setiap bulan hingga sisi utara hutan kehilangan tutupan sebesar 60%. Padahal sisi tersebut merupakan titik perjumpaan orangutan yang kami temukan sebelumnya. Hal ini menjadi perhatian sekaligus perdebatan bagi sebagian pihak, di samping status kawasan yang lemah karena masuk dalam Area Penggunaan Lain (APL). Kondisi ini menjadi indikasi degradasi hutan yang sulit terbendung dengan dinamika permasalahan. Hingga pada bulan Juli 2025, terjadi kebakaran hutan yang mengakibatkan sebagian besar sisi timur blok hutan habis terbakar rata menjadi abu. Seolah tak ada harapan dan jalan keluar untuk mempertahankan habitat unik Orangutan Tapanuli di ekosistem rawa gambut tersebut.

Kebakaran hutan di habitat rawa gambut, Lumut, Tapanuli Tengah
Kebakaran hutan di habitat rawa gambut, Lumut, Tapanuli Tengah
Akibat ancaman kehilangan habitat ini tidak hanya berdampak pada Orangutan Tapanuli, tetapi juga pada satwa liar dan tumbuhan unik lainnya. Di antaranya spesies dilindungi seperti Trachypithecus cristatus (lutung kelabu), Sympalangus syndactylus (siamang), Helacrtos malayanus (beruang madu), Tragulus kanchil (kancil), dan Anthracoceros malayanus (kangkareng hitam). Sedangkan tumbuhan khasnya adalah Shorea johorensis (meranti rawa), Nephentes albomarginata (kantung semar bibir putih), Nepenthes sumatrana (kantong semar sayap alur), dan Nepenthes tobaica (kantung semar toba). Selain itu masih banyak keunikan lain yang belum dapat terungkap dalam waktu singkat ini.

Satu hal yang menjadi pertanyaan besar adalah alasan pergerakan Orangutan Tapanuli hingga sampai ke area hutan pesisir dengan ekosistem rawa gambut tersebut. Selama ini seluruh populasi Orangutan Tapanuli diketahui hanya berada di Blok Hutan Batang Toru. Hal ini tentu menjadi perhatian penting bagi para peneliti untuk mengkaji asal-usul dan historis pergerakan mereka, hingga bisa terjebak di hutan sempit yang kini dikelilingi perkebunan kelapa sawit.

Kami tidak hanya menunggu informasi dari masyarakat yang kami minta bantuan untuk memberi kabar terbaru setiap bulan melalui telepon, tetapi juga melakukan kunjungan kembali. Tepat sebulan setelah Hari Orangutan Sedunia (World Orangutan Day) telah berlangsung, pada tanggal 23 September 2025 kami kembali ke kawasan tersebut untuk memonitoring perubahan fungsi hutan yang terjadi hingga saat ini. Hutan yang sebelumnya kami anggap sebagai hutan harapan kini telah berubah menjadi hutan garapan. Lima alat berat bekerja meratakan hutan menjadi lahan perkebunan, membuat siapa pun yang melihatnya terpaut emosi hingga tubuh gemetar tak terkendali.

Saya (Sandro), Rio Ardi, Ferry, dan Rendi adalah orang-orang yang tersenyum lebar ketika pertama kali berjumpa dengan Orangutan Tapanuli di Lumut. Namun, kini semua berubah seolah habitat yang kami temukan menjadi neraka orangutan. Perubahan ini terbukti dengan beberapa kali kami kehilangan harapan, saat dua hari observasi tak satu pun orangutan terlihat, sebab kondisi hutan telah kehilangan 40% tutupan secara keseluruhan.

Hingga pada Jum'at, 26 September 2025, Tuhan menunjukkan kehadiran Orangutan Tapanuli berupa Induk dan Anak yang terekam jelas melalui observasi dengan drone termal. Induk dan anak tersebut memberi harapan bahwa kelangsungan hidup mereka masih panjang. Sementara sebelumnya hanya ditemukan individu jantan, kini hadir induk dan anak yang seolah mengirim sinyal kembali kepada kami bahwa mereka tidak mungkin dipertahankan di habitat yang terus terancam ini.

Induk dan anak orangutan yang masih dapat bertahan di habitat pesisir rawa gambut yang terancamn (kredit : Sandro)
Induk dan anak orangutan yang masih dapat bertahan di habitat pesisir rawa gambut yang terancamn (kredit : Sandro)
Total sudah lima individu Orangutan Tapanuli yang kami temukan sejak tahun 2023 hingga 2025. Namun, temuan ini berbanding terbalik dengan luasan hutan yang menyusut, dari 1.234 menjadi sekitar 900 hektar. Habitat ini akan terus mengalami penurunan dengan tempo cepat, sehingga harus segera dilakukan kajian dan penanganan yang tepat.

Melalui tulisan ini, kami berharap ada tindakan nyata untuk menyelamatkan Orangutan Tapanuli yang kini berada di ambang kepunahan. Hutan Pesisir Lumut menjadi salah satu habitat Orangutan Tapanuli yang terancam alih fungsi. Tidak ada lagi kabar gembira yang bisa dibagikan, kecuali mata yang berkaca dengan senyum tipis saat masih bisa melihat Orangutan Tapanuli bertahan di rumah sempitnya dengan penuh ketakutan.

Saat ini, mereka hanya butuh kepastian melalui kajian yang cepat, akurat, dan dapat dijadikan dasar keputusan untuk merelokasi ke habitat yang sesuai bagi satwa endemik ini. Lumut akan menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa kepiluan serupa juga terjadi di habitat-habitat lain. Keterancaman satwa liar memang sulit dihindari, tetapi masih bisa dicegah bila seluruh komponen bersatu, cepat dan tanggap untuk menghasilkan kajian dan keputusan terbaik bagi kelangsungan hidup satwa liar dan habitanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun