Februari 2023, menjadi harapan baru bagi kami dengan menemukan indikasi keberadaan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang jauh terpisah dari habitat aslinya, yaitu Hutan Batang Toru. Saya dan teman-teman melakukan observasi dengan menemukan sarang orangutan yang berada di wilayah pesisir barat Pantai Sumatera, Desa Lumut Maju, Kecamatan Lumut, Kabupaten Tapanuli Tengah. Sebuah keniscayaan menemukan habitat baru Orangutan Tapanuli dengan ekosistem rawa gambut dan cakupan hutan hanya seluas 1.234 hektar. Hal ini tentu menjadi semangat baru untuk melestarikan habitat Orangutan Tapanuli yang menjadi satu-satunya berada di hutan pesisir rawa gambut.
Namun, temuan sarang orangutan belum menjadi dasar ilmiah yang kuat untuk membuktikan bahwa lokasi tersebut merupakan habitat Orangutan Tapanuli. Temuan individu secara langsung sangat dibutuhkan dalam upaya tindakan konservasi habitat selanjutnya. Maka, pada Desember 2024 saya dan teman-teman melakukan observasi kembali dengan harapan dapat berjumpa dengan si pembuat sarang di atas pohon berhabitat rawa gambut tersebut. Di tengah hujan yang deras, saya dan teman-teman melakukan observasi pada sisi utara blok hutan dengan petunjuk perjumpaan sarang baru (kelas A) di lokasi tersebut. Selang beberapa lama terlihat satu individu orangutan jantan yang gagah dan memesona berada di atas pohon yang besar. Kegembiraan itu hadir disertai jepretan foto yang kami dokumentasikan dengan harapan dapat mengabarkan kepada khalayak bahwa Orangutan Tapanuli juga hidup layaknya nelayan yang mendiami kehidupan di pinggir pantai. Temuan ini menjadi hadiah penutup tahun bagi observasi yang kami lakukan untuk konservasi Orangutan Tapanuli.
Berbagai harapan berkembang seiring perjalanan observasi kami selanjutnya pada Januari 2025, saya dan teman-teman mencoba menemukan orangutan menggunakan teknologi drone termal. Percobaan ini kami lakukan untuk mendeteksi individu orangutan lebih banyak. Dalam satu hari, kami menemukan dua individu orangutan jantan. Kini menambah daftar temuan jumlah orangutan menjadi tiga individu. Akan tetapi, perasaan senang bercampur sedih muncul kala itu, karena di samping menemukan individu orangutan yang baru, kami juga menyaksikan secara langsung kondisi hutan yang terbuka secara masif dengan alat berat (ekskavator). Hal ini menjadi kabar buruk awal tahun 2025 bagi kelangsungan hidup Orangutan Tapanuli di Kecamatan Lumut, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Temuan orangutan dengan kondisi habitat yang kritis ini tentu kami suarakan kepada pemangku kebijakan, dengan harapan dapat menjadi bahan diskusi untuk mencari solusi bersama. Kalimat demi kalimat kita sampaikan kepada BKSDA Sumut, KPH, LSM, media, hingga Dirjen KSDAE di tingkat pusat, bahwa kabar gembira ini ternyata menyimpan pilu mendalam bagi kantong habitat yang baru ditemukan.
Informasi perlahan muncul ketika masyarakat sekitar memberikan kabar bahwa perubahan tutupan hutan diakibatkan perebutan lahan oleh masyarakat kelompok tani dengan salah satu perusahaan di wilayah tersebut. Mereka berencana mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Konflik ini kian berseteru hingga ke ranah hukum sehingga memunculkan berita dan informasi dimedia terkait sengketa lahan. Ketika dunia belum mengetahui keberadaan Orangutan Tapanuli di wilayah yang sempit dan terisolasi ini. Kini, saat keberadaanya mulai diperbincangkan dan menjadi harapan, mereka justru kembali tertekan akibat pembukaan lahan dan keserakahan manusia. Kami pun seolah teringat pada tatapan orangutan yang kami jumpai kemarin, seakan sedang berkata: "tolong selamatkan kami."
Pembukaan lahan terus berlangsung setiap bulan hingga sisi utara hutan kehilangan tutupan sebesar 60%. Padahal sisi tersebut merupakan titik perjumpaan orangutan yang kami temukan sebelumnya. Hal ini menjadi perhatian sekaligus perdebatan bagi sebagian pihak, di samping status kawasan yang lemah karena masuk dalam Area Penggunaan Lain (APL). Kondisi ini menjadi indikasi degradasi hutan yang sulit terbendung dengan dinamika permasalahan. Hingga pada bulan Juli 2025, terjadi kebakaran hutan yang mengakibatkan sebagian besar sisi timur blok hutan habis terbakar rata menjadi abu. Seolah tak ada harapan dan jalan keluar untuk mempertahankan habitat unik Orangutan Tapanuli di ekosistem rawa gambut tersebut.
Satu hal yang menjadi pertanyaan besar adalah alasan pergerakan Orangutan Tapanuli hingga sampai ke area hutan pesisir dengan ekosistem rawa gambut tersebut. Selama ini seluruh populasi Orangutan Tapanuli diketahui hanya berada di Blok Hutan Batang Toru. Hal ini tentu menjadi perhatian penting bagi para peneliti untuk mengkaji asal-usul dan historis pergerakan mereka, hingga bisa terjebak di hutan sempit yang kini dikelilingi perkebunan kelapa sawit.
Kami tidak hanya menunggu informasi dari masyarakat yang kami minta bantuan untuk memberi kabar terbaru setiap bulan melalui telepon, tetapi juga melakukan kunjungan kembali. Tepat sebulan setelah Hari Orangutan Sedunia (World Orangutan Day) telah berlangsung, pada tanggal 23 September 2025 kami kembali ke kawasan tersebut untuk memonitoring perubahan fungsi hutan yang terjadi hingga saat ini. Hutan yang sebelumnya kami anggap sebagai hutan harapan kini telah berubah menjadi hutan garapan. Lima alat berat bekerja meratakan hutan menjadi lahan perkebunan, membuat siapa pun yang melihatnya terpaut emosi hingga tubuh gemetar tak terkendali.