Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

27 Juni, Saat WS Rendra Ditangkap dan Jadi Korban Kekuasaan Orba

27 Juni 2020   10:50 Diperbarui: 27 Juni 2020   10:51 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu banyak wujud syair-syair puisinya yang bertemakan pemberontakan terhadap prilaku dan tingkah polah semena-mena pemerintahan orde baru (Orba).

Penggunaan bahasanya yang jernih, lugas dan terukur, juga mampu merefleksikan kenyataan yang tengah terjadi di masyarakat. Wajar, jika banyak pihak menyebut bahwa syair Rendra merupakan penyambung lidah masyarakat yang ingin melakukan perlawanan.

Pendek kata, Karya sastra Rendra kerap menjadi bahan rujukan yang dapat menjadi refleksi kenyataan sosial di masyarakat. Sebagi penyair dan penulis naskah drama, Rendra peduli terhadap kehidupan sosial masyarakatnya.

Puisi-puisinya seolah menjadi potret buram sejarah Indonesia. Bayangkan betapa hampir semua mahasiswa di Indonesia menjadikan beberapa puisi Rendra sebagai materi demonstrasi. Dan, demonstrasi adalah kesadaran sosial itu sendiri. Memang,  puisi Rendra memang sarat dengan kritik sosial dan politik.

Karena sepak terjangnya dalam dunia sastra yang kedap melontarkan puisi-puisi kritis ini pula, WS Rendra mendapat julukan "si Burung Merak".

WS Rendra Ditangkap

Seperti telah dibahas di atas, sebagai penyair, WS Rendra adalah sosok yang tidak begitu menyukai kesemena-menaan penguasa orde baru (Orba) di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Mungkin karena jiwanya yang pemberonyak terhadap segala bentuk kelaliman orba, pada tanggal 27 Juni 1994 silam dia ikut terlibat aksi demo untuk memprotes atas di bredelinya tiga perusahaan media massa, yaitu Tempo, Detik dan Editor.

Dikutip dari Kompas.com, aksi Rendra ini tak sendiri. Dia bersama dengan ratusan pengunjuk rasa lain, termasuk 20 anggota Bengkel Teater, juga menuntut hal sama.

Masih dikutip Kompas.com yang melansir artikel Harian Kompas, 28 Juni 1994, massa melakukan aksinya secara damai. Massa hanya duduk di sekitar lokasi dan menyanyikan lagu Padamu Negeri yang kemudian dilanjutkan pembacaan sebuah puisi oleh Rendra.

Namun, Kapolda Metro Jaya ketika itu, Mayjen (Pol) Drs. M. Hindarto menegaskan semua demonstran yang tertangkap di area Departemen Penerangan akan dibawa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun