Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Monarki Indonesia

6 Maret 2010   14:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:35 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Generasi muda sekarang lahir ketika bangsa ini sudah cukup lama merdeka. Mereka lahir dalam kondisi yang serba teratur dengan perkembangan informasi yang pesat pula. Sebagian besar menikmati apa yang sudah ada. Tapi tak sedikit pula anak muda yang memikirkan negaranya dari latar belakang terbentuknya hingga menjadi seperti sekarang.

Ada di antara mereka yang merasa  sistem sekarang yang ada tidak bisa memenuhi apa yang selayaknya dimiliki oleh seorang manusia. Mereka adalah generasi yang secara tidak langsung menyaksikan dengan kacamatanya sendiri negeri seberang dan membandingkannya dengan negeri tempat kaki mereka berpijak. Apa yang sering mereka dengar di negeri lain mereka jadikan acuan dalam melihat negeri ini. Ada kemiripan pola, sistem, dan lain sebagainya. Tapi, mereka tidak menemukan keberhasilan yang dipunyai negeri lain dengan kesamaan pola yang ada.

Katakanlah model republik negara ini. Mereka membandingkan mengapa negeri yang dipimpin oleh raja lebih maju katakanlah dalam bidang ekonomi. Padahal mereka tahu bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bentuk republik pastilah memiliki kelebihannya tersendiri hingga dia harus dipertahankan mati-matian. Kalau benar demikian mengapa bangsa ini juga tidak maju dengan republik?

Demikianlah pertanyaan-pertanyaan dasar di kepala generasi muda "kritis". Tapi, sebelum kita terlalu jauh melangkah, ada baiknya kita lihat sejarah masa lalu yang mendasari bapak bangsa ini memilih model republik bagi negara ini.

Jika kita mengingat kembali masa sekolah dulu,  mata pelajaran sejarah merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa. Awal masuk kita langsung dihadapkan pada pengertian sejarah. Lalu kita akan memasuki materi mengenai manusia purba. Tidak ada data tertulis mengenai manusia purba. Semua hanya dalam bentuk artefak yang bertebaran di setiap daerah di Indonesia.

Kemudian  kita beralih pada zaman "sejarah" yang didefinisikan sebagai zaman ketika kita suatu bangsa sudah mengenal tulisan. Maka muncullah cerita kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di negeri ini. Kerajaan yang  berdiri itu sangat dipengaruhi oleh budaya "impor" sebagai akibat penyebaran agama. Tentu kita tidak percaya bahwa sebelum agama luar masuk ke Indonesia tidak ada sebuah tatanan kehidupan masyarakat seperti halnya kerajaan. Tapi, moyang kita belum mengenal tulisan yang membuat sejarah tidak mencatatnya.

Oleh karenanya, kita mengenal bangsa kita dalam bentuk monarki (kerajaan,kesultanan, dll) itu tadi. Kutai, Tarumanegara menunjukkan bahwa negeri yang sekarang menjadi Indonesia ini punya tatanan pemerintahan. Tapi, kita tahu kemudian kerajaan itu timbul tenggelam. Muncul suatu kerajaan yang punya zaman keemasan, tapi toh hancur juga diganti dengan kerajaan baru. Sriwijaya yang pernah besar dikalahkan Singosari. Lalu Singosari digantikan Majapahit.  Hingga datang pengaruh Islam dengan model kesultanannya. Demikian seterusnya.

Sampai kemudian bangsa barat mampir ke nusantara yang kaya rempah ini. Mereka mampir dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain. Tapi tidak ada kekuasaan tunggal. Dari Aceh hingga Ternate, mereka mendapati kerajaan/kesultanan yang berbeda. Didorong oleh semangat 3G ( gold, gospel, glory) mereka pun menghalalkan cara agar menguasai negeri-negeri itu. Mereka menaklukkannya dengan mudah. Sangat gambang mengadudomba untuk selanjutnya menempatkan para raja itu dalam kendali mereka lewat perjanjian yang dilakukan dalam tekanan.

Satu-persatu kerajaan atau kesultanan yang berdiri di nusantara jatuh dalam genggaman penjajah. Aceh yang merupakan benteng terkuat terakhir salah satu monarki Indonesia akhirnya takluk pula. Mungkin tidak terpikir 300 tahun sebelumnya  oleh penjajah itu bahwa mereka kini telah menguasai wilayah yang lebarnya sama dengan jarak London sampai St. Petersburg. Namun itulah yang terjadi. Selama itu pemberontakan muncul, tapi berujung pada kegagalan belaka.

Akhirnya tampillah segelintir orang yang mengecap pendidikan barat. Umur mereka masih muda dan memiliki semangat membara. Mereka merasakan ketidakadilan akibat penjajahan asing selama 3 abad. Mereka ingin membebaskan negerinya dari belengu para penjajah. Kesadaran itu muncul tidak lagi dalam lingkup kedaerahan. Tidak ada dalam benak mereka yang berasal dari Jawa untuk mengembalikan kekuasaan Majapahit, Mataram, Demak, atau Cirebon. Pemuda Sumatera juga tidak larut dalam nostalgia Sriwijaya. Sulawesi, Bali tidak mau ketinggalan.

Maka kemudian kita saksikan seorang pemuda dari Sumatera Barat yang sangat memiliki intelektualitas tinggi  bernama Tan Malaka. Dia sudah menerawang ke depan bahwa negeri yang pada zamannya dikuasai oleh bangsa asing itu harus merdeka dalam bentuk republic,  "Naar de Republiek Indonesia" .Betul dia seorang Marxis yang anti feodalisme yang lazim pada sistem monarki. Dan beberapa negara komunis umumnya bertransformasi menuju republik yang lebih egaliter setelah "revolusi" ala kaum marxis. Tapi, Tan  hanya menggunakan Marxisme sebagai cara perjuangan untuk membebaskan negerinya. Dia pertama-tama adalah seorang nasionalis. Kaum proletar dalam terminologi marxisme oleh Tan diterjemahkan sebagai kaum dari bangsa tertindas untuk melawan "feodal" Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun