Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa dan Film

24 Agustus 2012   07:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:23 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, ketika meloncat 50 tahun kemudian, seorang remaja di Manado menonton bintang sinetron yang naik mobil dengan Blackberry keren di tangan. Akankan dia buka kitab Kamus Besar Bahasa Indonesia ketika menemukan kata-kata sulit? Justru dengan bangga besok dia bertemu temannya dan bicara begini:

"Eh gimana kabar lu, udah bikin peer belom?"

"Gue juga kagak ngerti. Sulit banget yak?"

"Lagian lu juga sih kagak belajar. Mendingan kita ke mall aja. Gue nebeng motor lu yak. Nyokap gue kagak ngijinin gue naek mobil lagi. Soalnya kemaren gue menyerempet dinding..."

Berlebihankah saya mengatakan bahwa anak muda di pelosok Tanah Air sangat terpengaruh "bahasa gaul" Jakarta? Barangkali iya. Namun, sedikit banyak saya telah menyaksikan hal ini. Bagi mereka, lebih hebat rasanya menjadi mirip orang Jakarta ketimbang memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sungguh ironis, padahal bahasa Jakarta hanyalah salah satu dari puluhan aksen daerah di Indonesia. Dengan kata lain: logat Jakarta telah mengalahkan logat daerahnya sendiri!

Seandainya...sekali lagi seandainya film dan sinetron di Jakarta sana mengambil langkah serupa Lewat Djam Malam, akankah anak Indonesia akan berbincang layaknya Iskandar dan Norma (dua tokoh dalam film itu) dengan bahasa Indonesia yang baku? Mungkin tidak. Walau begitu, seorang ilmuwan bahasa akan menyimpulkan dalam penelitiannya betapa kemampuan berbahasa Indonesia akan semakin baik seteleh menonton film dan sinetron. Mengingat, budaya baca orang Indonesia masih sangat rendah, maka film dan sinetron adalah media belajar yang efektif.

Sebelum menutup tulisan ini, saya mau bertanya terlebih dahulu kepada kompasianer yang kebetulan orang Jakarta: Btw, bahasa Jakarta gue di atas (yang dicetak tebal) udah mirip kagak dengan yang asli? Duh, mengapa saya tiba-tiba berbahasa Jakarta ya? Maksud saya: Kira-kira bahasa gaul Jakarta saya tadi sudah mirip dengan yang asli tidak?

Terima kasih sekiranya sudi menjawab! Hehe

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun