Mohon tunggu...
Salya Pualam
Salya Pualam Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Aku dewasa sebab bahasa. Yang mengajarkan kata dengan kedalaman makna. Tertuang tanpa wicara perlu bersuara.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Aku Pualam

19 Mei 2019   16:22 Diperbarui: 19 Mei 2019   16:24 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.pinterest.com 

Di zaman yang skeptis ini, aku tak henti percaya pada mimpi-mimpi. Yang kupeluk erat dalam pusaran sukma. Memangku bintang, berpayung lentera. Harapan ialah bagi mereka yang percaya. Akan jalan-Nya yang selalu nyata; tak pernah mengada-ada.

Kata Sang Bayu, 'Menciptalah pelangi di pelupuk matamu. Melukislah se-nyata irama sorak sorai pada telapak tanganmu. Menggarislah sebentang aurora di sepanjang selasar tapakmu.'

Menyerah hanya bagi dia yang kalah.

Kejora 'kan mengerling; rupa abadi sepadang penggapaian. Pada hening dicipta semilir; selir bagi penghampaan fana. Pintu-pintu tak sekokoh yang terlihat. Intip; tengok gemerlap yang ada di dalam.

Baginda; Bunda, Ayahanda, aku tercipta. Titik bening dalam rintik gemericik hujan senja itu. Oranye kala lalu, hantarkan siluet semu abang yang konon menyeramkan. Tak ada yang percaya jika itu hanya guratan.

Biarkan.

Ini hanya lembayung pada sepasang bola mata yang sayu. Setenang dan sejernih air kolam. Gemericik, kecipik suaranya tak menggema. Cuma sayup. Merancang dan menyulam.

Aku pualam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun