Mohon tunggu...
Salwa Ramadhani
Salwa Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa

43225010105 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus 5 Tokoh Pentingnya Berpikir Positif Tentang Kehidupan

17 Oktober 2025   04:16 Diperbarui: 17 Oktober 2025   09:58 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskursus 5 Tokoh Pentingnya Berpikir Positif  Tentang Kehidupan (page 20)_Sumber: Modul Prof. Apollo

Diskursus 5 Tokoh Pentingnya Berpikir Positif  Tentang Kehidupan (page 16)_Sumber: Modul Prof. Apollo
Diskursus 5 Tokoh Pentingnya Berpikir Positif  Tentang Kehidupan (page 16)_Sumber: Modul Prof. Apollo

Friedrich Nietzsche (1844--1900) -- Konsep "The Will to Power" dan "Ja Sagen"

Filosofi Nietzsche berbeda dari Stoa (Marcus Aurelius). Jika Stoa mengajarkan kita untuk menerima apa yang tidak bisa diubah dengan tenang, Nietzsche mendorong kita untuk mencintai dan menegaskan segalanya termasuk penderitaan, karena penderitaan adalah bagian dari kekuatan hidup kita. 

1. Konsep "The Will to Power" (Dorongan untuk Berkembang)

The Will to Power bukan sekadar keinginan untuk berkuasa secara politik atau menindas orang lain. Ini adalah dorongan dasar kehidupan untuk berkembang, menciptakan, dan menegaskan eksistensi diri. Ini adalah energi positif kehidupan. Menurut Nietzsche, setiap makhluk hidup didorong oleh "daya hidup" ini untuk mengatasi kelemahan dan tantangan yang ada, melampaui batas diri dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri, menciptakan makna sendiri di dunia yang (menurut Nietzsche) tidak memiliki makna mutlak yang diberikan dari Tuhan.

2. Konsep "Ja Sagen" (Mengatakan "YA" pada Kehidupan)

Ja Sagen adalah sikap berani untuk menerima kehidupan sepenuhnya. Sikap ini mencakup semua aspek kehidupan termasuk penderitaan, kegagalan, dan kekacauan tanpa menolaknya. Menolak Hitam-Putih: Nietzsche menolak cara berpikir moral tradisional yang membagi dunia menjadi dua kutub (dikotomi moral seperti "baik-jahat," "suci-dosa"). Ia menolak membagi kehidupan menjadi "bagian baik" yang harus dicintai dan "bagian buruk" yang harus ditolak. Kita harus mengafirmasi kehidupan sebagaimana adanya menerima realitas secara utuh tanpa menghakimi. Ja Sagen adalah keberanian untuk berkata "ya" pada seluruh kehidupan, bukan hanya pada bagian yang menyenangkan.

3. Konsep "Amor Fati" (Mencintai Takdir)

Amor Fati (bahasa Latin: cinta pada takdir) adalah bentuk tertinggi dan terdalam dari Ja Sagen. Bukan Sekadar Menerim, Amor Fati tidak hanya menuntut kita untuk menerima nasib, tetapi menuntut kita untuk mencintai setiap bagian dari kehidupan bahkan penderitaan dan kesedihan sebagai sesuatu yang indah dan bermakna. Amor Fati mengajarkan bahwa penderitaanmu hari ini adalah bahan bakar yang membentukmu menjadi orang yang kamu cintai besok. Tanpa kegagalan itu, kamu tidak akan menjadi dirimu yang sekarang. 

Gabungan konsep "The Will to Power", "Ja Sagen", dan "Amor Fati" membentuk pandangan hidup yang sangat positif dan berani. Menurut Nietzsche hidup harus diyakini dan ditegaskan sepenuhnya, setiap pengalaman adalah bagian dari kekuatan kreatif kehidupan, serta mencintai takdir berarti menjadi kuat, bebas, dan autentik.

Nietzsche ingin manusia berani berkata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun