Mohon tunggu...
salwaapnst
salwaapnst Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Perpustakaan, UINSU MEDAN

Icecreamforlife~

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Literasi Media dalam Mengatasi Konflik Agama di Indonesia

7 Agustus 2020   20:12 Diperbarui: 7 Agustus 2020   20:46 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Abstrak

Dilihat dari kejadian-kejadian tahun lalu, dengan salah satu contoh tepatnya pada tahun 2017 pada saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tanggal 15 Februari. Terjadi konflik yang menyebabkan persoalan tentang agama. Dimana, pada saat itu juga menyebabkan aksi demo yang dilakukan oleh banyaknya masyarakat yang memenuhi jalanan. Tujuan dibuatnya artikel ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang literasi khususnya dalam bidang agama yang saat ini jarang diketahui oleh masyarakat umum. Dan dari kasus yang ada tersebut bermula dari media sosial, sehingga penggunaan media sosial saat ini dikawal oleh pemerintah melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

A. PENDAHULUAN

Menurut Kornblurn (2015: 393), konflik menjadi fenomena yang paling sering muncul karena konflik selalu menjadi bagian manusia yang bersosial dan berpolitik serta menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial politik. Konflik menjadi bagian yang tidak bisa dihindari dari proses interaksi sosial terutama dalam masyarakat plural seperti di Indonesia. Dalam melakukan pencegahan konflik, maka langkah pertama yang harus segera diambil adalah melakukan penilaian objektif terhadap penyebab konflik.

Terdapat dua jenis konflik yaitu konflik horizontal dan vertikal. Konflik horizontal mengacu pada konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok budaya atau agama yang berbeda. Sedangkan konflik vertikal mengacu pada konflik yang terjadi antara pemerintah dan kelompok budaya atau agama tertentu (Sukma, 2005: 3). Dilihat dari situasi sosial yang ada di Indonesia, konflik horizontal mengalami peningkatan semenjak masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang berlangsung pada tanggal 15 Februari 2017. 

Pasalnya, Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta menjadi fenomena politik yang memicu  konflik horizontal di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan oleh tiga hal.  Pertama,  kuantitas pemberitaan Pilgub DKI Jakarta yang yang mendominasi pemberitaan di media massa. Seringnya kemunculan pemberitaan tentang Pilgub DKI Jakarta yang mendominasi media massa mulai terlihat pada bulan Oktober 2016. Komunikasi Indonesia Indicator mencatat bahwa selama bulan November 2016, pemberitaan Pilkada sebanyak 52.773 dari 818 media berita online. Namun pemberitaan Pilkada DKI Jakarta mencapai 58% dan 43% merupakan pemberitaan di 100 wilayah lainnya (Fahrudin, nasional.kompas.com, 2 Desember 2016).  

Menurut riset yang yang dilakukan oleh Isentia (Prihadi, cnnindonesia.com, 27 Maret 2017) terhadap media massa tradisional maupun media sosial, terdapat 259.382 perbincangan di media sosial dan 7.165 artikel di media massa tradisional mengenai Pilgub DKI Jakarta. Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih sering diperbincangkan di media online dan media massa tradisional daripada pasangan calon Anies Baswedan. Cara berkampanye program kerja yang disampaikan kepada masyarakat, debat politik yang dilakukan kandidat di televisi dan dukungan yang mengalir dari kelompok pendukung masing-masing kandidat menjadi perbincangan seru di kalangan netizen. Terbukti dengan banyaknya meme yang beredar di dunia maya pada masa Pilkada tahun 2017.

Kedua, kualitas  isi pemberitaan mengenai Pilgub DKI Jakarta yang tidak menerapkan prinsip jurnalisme damai dan rendahnya literasi media yang dimiliki oleh masyarakat dalam menggunakan media sosial untuk mennyampaikan pendapatnya. Santosa (2017: 205) menjelaskan bahwa isi pemberitaan Pilkada ini menjadi makin "panas" karena salah satu calon gubernur yaitu Ahok dilaporkan oleh Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) terkait pernyataan Ahok yang dianggap melecehkan agama Islam. Masyarakat khususnya umat Islam ikut serta menyuarakan pendapatnya baik melalui media sosial serta aksi damai turun ke jalan menuntut Ahok untuk diproses secara hukum. Di sisi lain, massa pro Ahok pun juga melakukan "perlawanan" dengan melakukan aksi serupa dengan tema yang berbeda.

Pembicaraan tentang Pilgub di Jakarta, tidak hanya banyak muncul di media massa saja, tetapi muncul di media sosial juga. Akibatnya, media sosial ramai dengan pembahasan mengenai pendapat dan persepsi para pengguna terhadap para calon Gubernur. Ditambah dengan kemunculan video yang beredar luas mengenai perkataan Ahok, membuat dirinya banyak diserang serta dihujat karena kebijakan penggusuran yang dilakukan untuk penataan wilayah dan ucapannya yang menyinggung umat islam.

            Akibatnya, banyak pihak yang saling menyerang satu sama lain karena memiliki perbedaan pendapat dan juga berbeda pilihan dalam memilih calon Gubenur untuk Jakarta, dan menganggap bahwa pasangan calon Gubernurnya adalah yang terbaik untuk memimpin Jakarta. Dan maraknya berita yang menyebar di media sosial yang belum tentu kebenarannya, dan langsung diterima oleh para pengguna media tanpa tau akan keaslian dari berita tersebut atau tidak. Tentu saja hal ini akan menimbulkan efek negatif  jika masyarakat atau pengguna media sosial belum memiliki kemampuan literasi media yang baik.

B. PEMBAHASAN

  • Pengertian Literasi Media
  • Literasi 

Literasi (literacy) bukan hanya dalam artian sempit berupa kemampuan individu dalam membaca dan menulis, melainkan meliputi kontinum pembelajaran yang memungkinkan individu dapat mencapai tujuan hidup mereka, mengembangkam pengetahuan dan potensinya serta partisipasinya secara penuh dalam kehidupan sosial mereka secara luas. Sedangkan menurut Deklarasi Praha, bahwa literasi mencakup seseorang berkomunikasi, praktik dan hubungan sosial serta kemampuan mengatasi berbagai persoalan.

Berbagai aspek yang tercakup dalam pengertian literasi berupa : kemampuan membaca, kemampuan menulis, kemampuan mencapai komitmen pembelajaran, kemampuan berfikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan, kemampuan berkomunikasi dalam masyarakat, kemampuan praktik dan hubungan sosial, kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, dan menciptakan secara efektif dan terorganisasi serta kemampuan mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan, merupakan berbagai kemampuan dasar manusia di era informasi saat ini.

  • Media 

Secara bahasa, kata "media" bentuk jamaknya "medium" (/bahasa Latin), bila diartikan secara harfiyah memiliki arti "perantara" atau "pengantar". Secara istilah Association For Education and Communication Technology (AECT) mengartikan media, ialah segala bentuk yang diprogramkan untuk suatu proses penyaluran informasi.

Sedangkan Unang Wahidin mengatakan bahwa media merupakan alat bantu yang sering digunakan dalam proses pembelajaran untuk menyalurkan pesan berupa materi pembelajaran dari guru kepada peserta didik.

  • Literasi Media

Pangesti Wiedarti, dkk memberikan pengertian bahwa literasi media merupakan kemampuan mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda serta memahami tujuan penggunaannya. Kata "media" mencakup semua media komunikasi. Dengan kata lain literasi media merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mencari, menemukan, menganalisis serta mengevaluasi informasi yang ditemukan pada berbagai media. Tulisan seperti Livingstone menyatakan bahwa trikomi untuk mendefinisikan literasi media adalah memiliki akses ke media, memahami media dan menggunakan media. 

  • Konflik

Thomas (dalam Samiyono, 2011: 29) menjelaskan bahwa konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun hubungannya dengan orang lain. Konflik merupakan bagian dari proses interaksi yang dinamis. Konflik juga menandakan bahwa kehidupan sosial yang dijalani oleh seseorang mengalami perkembangan dan tidak stagnan. Apalagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, kita hidup berdampingan dengan individu yang berasal dari agama, suku, ras dan etnis yang berbeda. Maka potensi munculnya konflik juga semakin tinggi.   

Secara umum, Bhineka Tunggal Ika merupakan pondasi bangsa Indonesia. Budaya, agama dan etnis yang berbeda merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Samiyono (2011: 27), dari perbedaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, hanya satu yang sulit dipecahkan ketika terjadi konflik, yaitu masalah agama. Salah satu faktor mengapa masalah keagamaan tidak dapat diselesaikan secara tuntas adalah karena isu tentang dianggap sensitif. Sebaiknya tidak usah dibicarakan atau diminalisir pemberitaannya. Akibat jangka panjangnya, ketika konflik agama ini berkembang besar, masyarakat tidak biasa mengelola perbedaan tersebut dengan professional. Caci maki, segala bentuk intimidasi, dan cyberbullying menjadi tindakan-tindakan yang diambil ketika agama diperbincangkan di ranah publik.

Cara yang dapat dilakukan untuk menghindari konflik antar agama adalah dengan cara menjaga kerukunan antar umat beragama, menghindari perpecahan antar kelompok agama yang satu dengan kelompok agama yang lainnya, serta saling bertoleransi antar umat.

Peranan literasi media baru dalam manajamen konflik keagamaan Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta aplikasi media sosial seperti facebook, Instagram, dan Twitter telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Perkembangan ini tentunya diikuti oleh efek yang baik dan buruk untuk masyarakat Indonesia. Dampak baik yang didapat dari era digital adalah :

  • Kemudahan dalam mendapatkan informasi dimanapun dan kapanpun.
  • Kemudahan berkomunikasi yang melebur batas jarak, ruang, dan waktu. 
  • Mendukung untuk peningkatan bisnis kreatif.
  • Jika dikaitkan dengan konflik keagamaan, maka teknologi informasi dan komunikasi    membuat generasi Y mampu untuk berpartisipasi secara aktif dalam komunikasi politik. Generasi muda yang terkenal apatis dalam politik, mulai bisa dan peduli untuk menunjukkan pendapat dan sikap politik mereka dengan cara yang kreatif.

SIMPULAN

Konflik keagaaman terjadi karena masyarakat Indonesia tidak terbiasa membicarakan isu-isu sensitif seperti perbedaan agama di ruang publik. Ketika pembicaraan ini muncul dan mengakibatkan konflik, masyarakat Indonesia tidak bisa menyelesaikannya secara professional guna mencari jalan keluar dari permasalahan. Nyatanya, masyarakat yang berseteru menggunakan media sosial untuk menyerang satu sama lain.

Pembullyan dan unggahan kebencian menjadi cara yang dilakukan untuk menyebarkan isu perbedaan agama yang muncul.  Pada saat inilah literasi media perlu dimasukkan kedalam pembelajaran pendidikan sejak dini. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi konflik-konflik yang mungkin muncul di masa mendatang. Serta dapat berfikir secara bijak untuk mencerna informasi yang sedang maraknya terjadi. Generasi muda sangat perlu diingatkan bahwa mereka juga memiliki kewajiban dan hak untuk menjaga stabilitas sosial dengan cara bersikap kritis terhadap segala sesuatu yang disampaikan oleh media massa dan bersikap bijak serta bertanggung jawab sebagai seorang netizen atau pengguna media sosial. 

 

DAFTAR PUSTAKA

Darmastuti, Rini, dkk. 2018. Model Literasi Media Dengan Menggunakan          Multimedia     Interaktif Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Salatiga.        Jurnal ASPIKOM,      Volume 3 Nomor 4, Januari 2018

Herawati, Lilik. Budaya Literasi Media Dalam Meningkatkan  Daya Baca          Mahasiswa Iain Cirebon.

Setya Arifina, Anisa. 2017. Literasi Media Sebagai Manajemen Konflik   Keagamaan    Di Indonesia. Jurnal Komunikasi Dan Kajian Media          Volume 1, Nomor 1,   Oktober 2017

Wahidin, Unang. 2018. Implementasi Literasi Media Dalam Proses          Pembelajaran             Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti.       Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan     Islam, VOL : 07 No. 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun