Di saat yang sama, pemeriksaan klinis pada anak terdampak tidak boleh ditunda untuk mengetahui riwayat alergi atau intoleransi, status gizi dan hidrasi, penyakit bawaan, kemungkinan infeksi virus/bakteri yang tidak terkait makanan, hingga interaksi dengan obat yang sedang dikonsumsi.
Oleh karena itu, kasus dugaan keracunan yang melibatkan program MBG seharusnya menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dan tidak terburu-buru menjatuhkan vonis. Menyalahkan satu pihak tanpa bukti lengkap bukan hanya tidak adil, tetapi juga berisiko menutup peluang perbaikan sistemik. Edukasi gizi kepada anak dan orang tua, serta pemeriksaan kesehatan rutin di sekolah, harus menjadi langkah pencegahan yang berjalan paralel dengan peningkatan kualitas pangan.
Terlepas dari siapa yang pada akhirnya dibenarkan atau disalahkan, kita diharapkan mampu menyikapi persoalan ini dengan baik dan bijak, karena tujuan utama dari program MBG adalah memastikan anak-anak tumbuh sehat, bukan menjadi korban dari polemik. Kasus ini sepatutnya menjadi pelajaran bersama bahwa keamanan pangan dan kesehatan anak adalah tanggung jawab kolektif, bukan beban satu pihak semata.
Semoga kita mampu mengambil hikmah dari setiap peristiwa ini dengan kepala dingin dan hati jernih, bukan dengan emosi sesaat. Dengan begitu, setiap langkah perbaikan baik dalam mutu pangan, pola hidup sehat, maupun pemantauan kesehatan anak dapat berjalan lebih terarah dan berkelanjutan, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI