Mohon tunggu...
Salma Dwi Sabrina
Salma Dwi Sabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa

Thinking and Writing

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Diantara Harapan, Impian Dan Tuntutan

20 Maret 2025   20:53 Diperbarui: 20 Maret 2025   20:53 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pngtree.com/freebackground/footprints-in-the-sand-at-sahara_2481771.html

Jejak waktu terus melangkah,
Menyusuri lorong-lorong waktu yang tak pernah henti,
Setiap detik berbisik tentang impian yang terpatri,
Tentang harapan yang melambung tinggi,
Seperti bintang yang tak lelah mengejar langit yang gelap.

Anak kecil itu,
Dengan mata yang penuh rasa ingin tahu,
Di pundaknya terhampar beban tak tampak,
Tuntutan yang datang tak kasat mata,
Menjadi yang terbaik, seakan itu takdir yang harus dijalani.
Dia berlari, mengejar bayang-bayangnya,
Yang tak pernah cukup menjelaskan tujuan.

ada sorot mata ibu yang penuh makna,
"Anakku, harus menjadi yang terbaik,"
Kata-kata itu bergetar di udara,
Menyatu dengan desiran angin yang datang dari luar jendela.
Tapi apakah yang terbaik itu?
kebahagiaan yang selalu tertunda?
Atau hanya bayang-bayang yang terus mengejar?
Dan anak kecil itu, hanya bisa mendengarkan,
Langkah-langkahnya semakin berat,
Namun tekadnya semakin kuat.

Waktu berputar,
Menyentuh jari-jemari yang sudah penuh dengan luka,
Setiap harapan adalah tantangan,
Setiap mimpi adalah cobaan.
Tapi ia berjalan, tidak pernah mundur,
Sambil menatap wajah yang tercetak di cermin,
Menemukan dirinya yang tersenyum dalam kelelahan,
Berharap cermin itu hanya memantulkan kekuatan yang ia miliki.

Di balik cahaya yang begitu terang,
Ada bayangan yang selalu hadir,
Bayangan yang mengatakan bahwa ia belum cukup,
Bahwa usaha itu tak pernah cukup,
Bahwa pencapaian itu hanyalah sebatas ilusi,

Yang terus menghantui setiap langkahnya.
Namun anak itu tetap melangkah,
Tak peduli betapa berat langkahnya,
Tak peduli betapa keras dunia ini mencoba menghalanginya.

Tuntutan demi tuntutan datang seperti ombak besar,
Menyapu segala yang ada di depan,
Membuatnya hampir tenggelam dalam keraguan,
Namun ia selalu ingat akan satu hal,
Bahwa ia adalah anak yang tak pernah menyerah,
Meski dunia sering berteriak bahwa ia harus lebih cepat,
Lebih pintar, lebih hebat dari siapa pun.
Harapan itu bagai api yang tak kunjung padam,
Meski terkadang dirasakannya semakin menjauh.

Namun, akhirnya dia sadar,
Setiap jejak waktu yang terlukis,
Adalah perjalanan panjang yang tak pernah sia-sia,
Bahwa di setiap perhentian,
Ada kebahagiaan yang lebih sederhana,
Dan di setiap kegagalan,
Ada kebijaksanaan yang menanti untuk dipahami.
Anak itu mulai mengerti,
Bahwa menjadi yang terbaik bukanlah soal perbandingan,
Bukan soal meraih lebih banyak daripada yang lain,
Melainkan tentang menemukan kedamaian dalam diri,
Tentang berani merangkul ketidaksempurnaan.

salmadwi.s

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun