Mohon tunggu...
Salma KemalaRamadania
Salma KemalaRamadania Mohon Tunggu... mahasiswa

saya mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Gorengan, Budaya dan Ekonomi Banyumas: Sebuah Kajian yang Mengejutkan

21 Juni 2025   16:45 Diperbarui: 21 Juni 2025   16:45 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar mendoan. Sumber: superapp.id 

Gorengan, siapa yang tidak kenal makanan satu ini? Murah, mudah ditemukan, dan rasanya disukai hampir semua kalangan. Tapi, tahukah kamu bahwa gorengan juga punya dampak besar terhadap ekonomi masyarakat?

Sebagai mahasiswa yang turut berpartisipasi dalam kajian konsumsi gorengan di Kabupaten Banyumas, saya terlibat langsung dalam pencarian dan pengumpulan data responden di lapangan. Kajian ini dilakukan oleh Bappedalitbang Banyumas untuk melihat pola konsumsi masyarakat dan sejauh mana dampaknya terhadap perekonomian serta kesehatan.

Konsumsi Gorengan: Budaya dan Realitas Masyarakat

Kajian ini melibatkan 540 responden yang tersebar di 27 kecamatan dan 187 desa/kelurahan di Banyumas. Hasilnya cukup mencengangkan: sekitar 52% responden menyatakan suka mengonsumsi gorengan, dan sebagian besar biasa menyantapnya di pagi hari. Rata-rata konsumsi gorengan mencapai 2 butir per hari. Gorengan bukan hanya makanan selingan. Banyak yang menjadikannya bagian dari makanan utama, camilan saat bekerja, hingga teman ngobrol bersama keluarga. Jenis yang paling digemari? Sudah bisa ditebak: tempe mendoan menduduki peringkat pertama, disusul oleh bakwan, pisang goreng, dan tahu isi. 

Dampak Ekonomi: Perputaran Uang Hingga Triliunan Rupiah

Yang mengejutkan, dari hasil proyeksi kajian, jika seluruh masyarakat Banyumas mengonsumsi gorengan setiap hari, maka potensi perputaran uang dari sektor ini bisa mencapai Rp1,78 triliun per tahun. Nilai ini setara dengan 2,4% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHB Kabupaten Banyumas. Artinya, gorengan bukan hanya soal makanan, tapi juga soal ekonomi rakyat. Sebagian besar masyarakat membeli gorengan dari warung atau pedagang keliling. Dengan harga rata-rata Rp1.256 per butir, konsumsi ini menjadi sumber pendapatan penting bagi pelaku UMKM di sektor kuliner.

Dampak Ekonomi Gorengan di Banyumas. Sumber:Bappedalitbang Kabupaten Banyumas
Dampak Ekonomi Gorengan di Banyumas. Sumber:Bappedalitbang Kabupaten Banyumas

Kesehatan: Antara Nikmat dan Risiko

Meskipun digemari, gorengan juga memunculkan kekhawatiran akan dampak kesehatannya. Dalam kajian ini, 57,8% responden menyatakan memperhatikan kandungan gizi, dan sebagian besar mengaku cukup khawatir terhadap risiko seperti kolesterol, obesitas, hingga hipertensi. Mayoritas informasi mengenai risiko gorengan diperoleh dari media sosial, keluarga, dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, edukasi publik menjadi hal yang sangat penting untuk mengubah pola konsumsi menjadi lebih bijak.

Sebagai salah satu enumerator, saya mendapat kesempatan terjun langsung ke masyarakat untuk mencari responden, menyampaikan kuesioner, dan memahami lebih dalam bagaimana pola konsumsi sehari-hari mereka.  Dari desa ke desa, saya menyaksikan sendiri bagaimana gorengan menjadi bagian dari identitas kuliner masyarakat. Pengalaman ini bukan hanya menambah wawasan akademik saya, tetapi juga memberikan pelajaran sosial tentang pentingnya pendekatan partisipatif dalam riset kebijakan. Saya merasa bangga bisa turut serta dalam kajian yang berdampak luas ini.

Alih-alih melarang konsumsi gorengan, kajian ini merekomendasikan pendekatan yang lebih humanis dan solutif:

Edukasi mengenai penggunaan minyak goreng sehat.

Diversifikasi produk jajanan lokal yang lebih sehat.

Pelabelan warung "pangan sehat dan aman".

Festival kuliner sehat berbasis bahan lokal seperti umbi dan kacang-kacangan.

Banyumas punya potensi besar untuk menjadi pusat inovasi pangan lokal yang sehat dan berdaya saing.

Gorengan bukan sekadar makanan. Ia adalah bagian dari budaya, penggerak ekonomi, sekaligus tantangan kesehatan. Melalui kajian ini, kita diajak untuk lebih sadar dalam mengonsumsi, tanpa harus kehilangan cita rasa yang sudah melekat di lidah masyarakat.Sebagai generasi muda dan mahasiswa, saya merasa beruntung bisa ikut terlibat dalam proses yang tidak hanya memperkaya ilmu, tapi juga berkontribusi untuk daerah saya sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun