Mohon tunggu...
Saiful Anam
Saiful Anam Mohon Tunggu... Konsultan - Analis Hukum Tata Negara, Politik dan Pemerintahan

Advokat | Pengacara | Konsultan Hukum Saiful Anam & Partners www.saplaw.top saifulanam@lawyer.com 08128577799

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sengkarut Tafsir MK tentang LGBT

11 Januari 2018   06:55 Diperbarui: 11 Januari 2018   08:57 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu mengembalikan kembali konsep zina sesuai dengan nilai hukum dan keadilan menurut berbagai nilai agama dan hukum yang hidup dalam masyarakat di Indonesia merupakan ijtihad dengan melakukan moral reading of the Constitution dan bukan justru menerapkan prinsip judicial restraint.

Perdebatan dan perbedaan pendapat di kalangan Hakim Konstitusi (dissenting opinions) lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan tafsir antara 2 (dua) pendekatan, yakni antara "pembatasan yudisial" (judicial restraint), dengan pendekatan "aktivisme yudisial" (judicial activism).

Judicial restraint lahir atas keinginan adanya pembatasan atas kewenangan yang diberikan kepada ekskutif dan legislatif sebagai bagian dari pembentuk UU. 

Sedangkan Judicial Activism lebih menekankan pada pendekatan hakim dalam mengambil pertimbangan dalam putusan yang bersifat mengontrol atau memengaruhi bahkan mengoreksi pada institusi baik di legislatif maupun eksekutif dalam membuat keputusan dan kebijakan. Dalam beberapa putusan MK keduanya sering digunakan secara campur aduk dan tidak ada konsistensi penggunaan antar keduanya.

Langkah Mundur

Menaggapi atas putusan MK tentang LGBT diatas, hemat penulis Hakim Konstitusi perlu membuka kembali sejarah judicial review yang pertama kali timbul dalam praktik hukum di Amerika Serikat melalui putusan Supreme Court Amerika Serikat dalam perkara "Marbury Vs Madison" tahun 1803. 

Meskipun ketentuan judicial review tidak tercantum dalam Undang-Undang Dasar Amerika Serikat, Supreme Court Amerika Serikat membuat sebuah putusan yang ditulis John Marshall dan didukung 4 Hakim Agung lainnya yang menyatakan bahwa pengadilan berwenang membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi.

Selain itu perlu juga menyimak dan memahami sejarah pembentukan MK pertama kali di Austria yang diberi nama Verfassungsgerichtshoftatau MK (Constitutional Court) yang dipelopori oleh Hans Kelsen, yang menurut Kelsen tujuan MK salah satunya adalah membentuk hukum dalam arti negatif. 

Artinya MK dapat membentuk hukum guna mengisi kekosongan hukum dalam masyarakat sesuai dengan Konstitusi yang hidup dalam masyarakat. Bahkan dala perjalanannya MK di berbagai negara telah terdapat pergeseran dari semula fungsi MK yang hanya bersifat negative legislator dalam hal tertentu juga bersifat  positive legislator atau bahkan kearah temporary legislator.

 Berdasarkan kedua uraian diatas, sejarah sebenarnya telah mencatat tentang adanya fungsi pembentukan hukum oleh MK, baik melalui Marbury Vs Madison maupun pembentukan MK pertama kali oleh Hans Kelsen. 

Sehingga apabila dikaitkan dengan ditolaknya permohonan tentang pelarangan LGBT sebagaimana tersebut diatas, dapat dikatakan merupakan langkah mundur MK, dimana dalam sejarah perjalanannya MK yang semula sangat dipenuhi oleh semangat pembentukan hukum yang progresif, namun semua itu sirna dengan pemaknaan hukum hanya sebatas tekstual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun