Aku menimang senja, dan selalu merindukannya
Duduk di kayu tua di teras rumah bersahaja,
Dalam guyuran semilir angin mengkibas rambut ikalnya
Telah memutih beberapa helai menambah pesona
Dia tersenyum padaku, padaku dia tersenyum selalu
Menyuguhkan pisang goreng yang dibuatnya dengan mesra
Hanya satu saja, untuk berdua, dan tak dipotongnya
Katanya: ini seperti kita
Lalu aku menikmati wajahnya, dengan memandang secara sempurna
Biasa aku mencari pisang terbaik di ladang yang kupunya
Tak perlu banyak, namun tersedia
Dia menggorengnya apa adanya,
Tak ada bumbu atau hal lainnya
Katanya: seperti kita sekadarnya, sepolosnya
Dan tumbuh cinta secara alamiah
Lalu aku menikmati wajahnya, dengan memandang secara sempurna
Selalu di setiap senja aku duduk di kayu tua
Selalu juga tersedia pisang goreng yang beraroma cinta
Hanya satu, dan tak berbumbu
Dan aku menyempatkan untuk menyendokkan padanya
Aku tertawa
Lalu dia menikmati wajahku dengan bercahaya
Kami berpandangan secara sempurna
Pisang goreng itu menjadi kenangan aku dan dia
Tak pernah jemu memakannya