Mohon tunggu...
Sahel Ananda Risdian
Sahel Ananda Risdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Mahasiswa Semester 5

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Kepercayaan sebagai Dampak dari Covid-19

27 Oktober 2021   11:23 Diperbarui: 27 Oktober 2021   12:45 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(source: abcnews.go.com)

Pandemi Covid-19 yang terjadi di Wuhan, Tiongkok pada akhir tahun 2019 lalu kini telah merebak secara luas hingga seluruh penjuru dunia. Tidak hanya negara kecil dan berkembang saja yang menerima dampak dari tersebarnya penyakit tersebut namun juga negara-negara maju dan besar lainnya seperti Amerika Serikat, Inggris, dan lain-lain. 

Covid-19 sendiri sampai dan mewabah di Indonesia pada bulan Maret di tahun 2020 di mana virus tersebut dibawa oleh seorang warga negara Jepang yang masuk ke Indonesia dan bertemu dengan dua orang WNI sehingga virus tersebut terjangkit pada diri mereka dan mulai menyebar secara luas dan cepat. Respon maupun tanggapan dari pemerintah akhirnya dilakukan walaupun dapat dikatakan terlambat dalam memberikan berbagai macam kebijakannya baik itu kebijakan politik, sosial, dan bahkan ekonomi.

Pandemi Covid-19 ini tidak hanya menjadi ancaman bagi nyawa manusia, namun juga terhadap hubungan internasional yang mencakup beberapa hal seperti dalam bidang politik, ekonomi, HAM, dan lainnya. Pandemi ini menyebabkan persaingan yang semakin kuat antar negara-negara besar atau adidaya dalam mencari dan menciptakan vaksin penyembuh. 

Sebagai contoh seperti yang kita ketahui beberapa waktu kebelakang terjadi persaingan yang sangat ketat antara Amerika Serikat dengan Tiongkok di mana Amerika yang saat ini menjadi sebuah negara dengan kekuasaan yang besar di perpolitikan dunia atau dalam istilah dalam ilmu Hubungan Internasional yakni polarity di mana Amerika sebagai negara unipolar karena memliki kekuasaan yang sangat berpengaruh hingga saat ini, namun berusaha dipatahkan oleh Tiongkok demi membuat sebuah keadaan bipolaritas dalam sistem politik dunia, sama halnya ketika Perang Dingin terjadi antara Uni Soviet dan Amerika Serikat sebagai dua negara adidaya yang memilliki pengaruh besar pada negara-negara di dunia.

Hal menarik yang menjadi sorotan ketika pandemi ini bergulir adalah rasa kecurigaan masyarakat akan adanya sebuah pengaturan dari aktor-aktor di dunia perpolitikan internasional yang bermain di dalamnya, atau bisa kita kenal dengan sebutan “konspirasi” seperti sebuah opini yang menyebutkan bahwasannya ada unsur kesengajaan dalam munculnya dan tersebarnya virus baru Covid-19 ini di dunia di mana segelitir orang atau badan yang diberi julukan “elit global” oleh mayoritas masyarakat di banyak negara sebagai seorang aktor yang bekerja berencana untuk mengambil sebuah keuntungan dalam keterpurukan yakni lahirnya bisnis-bisnis baru, seperti vaksin. 

Ketika vaksin mulai disebarluaskan pun masih banyak masyarakat yang tidak percaya akan fungsi atau kegunaan sebenarnya dari vaksin tersebut, dengan alasan bahwa adanya efek samping berbahaya bagi mereka bahkan ada yang percaya jika vaksin tersebut berisikan "chip" yang digunakan oleh pemerintah dalam melacak para individu atau masyarakat di negaranya sehingga tentunya masih banyak masyarakat yang menolak untuk diberikan vaksin.

Dengan beredarnya isu-isu tersebut menyebabkan tumbuhnya krisis kepercayaan kepada pemerintah bahkan kepada organisasi internasional yang menangi permasalahan di dunia kesehatan yaitu WHO, oleh masyarakat yang mengakibatkan sulitnya pemerintah dalam mengatur masyarakat dan memberikan kebijakan-kebijakan politik di negaranya, seperti contohnya Indonesia negara kita yang mana masih banyak masyarakat yang tidak ingin mengikuti protokol kesehatan dan menolak untuk pemberian vaksin kepada mereka. 

Mereka juga mengkritik dengan kebijakan pemerintah seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan alasan bahwa sulit bagi mereka untuk tetap dapat bertahan hidup memperoleh kebutuhannya dengan hanya tetap di rumah karena pekerjaan mereka yang menuntut untuk harus beraktivitas di luar rumah. 

Contoh lainnya seperti di Amerika Serikat, masyarakat di sana menolak dan tidak percaya akan adanya pandemi ini dan berargumen dengan membawa nama HAM yang mana menurut mereka bahwa tubuhnya adalah pilihannya, pemerintah dan siapa pun tidak berhak untuk mengatur mereka dalam penggunaan masker sebagai salah satu bentuk protokol kesehatan. Padahal kebijakan yang telah diberikan oleh pemerintah sendiri merupakan cara yang paling sesuai dan tepat sebagaimana kebijakan-kebijakan tersebut adalah keputudsan yang diberikan oleh WHO sebagai organisasi kesehatan dunia yang berperan penting selama adanya pandemi Covid-19 ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun