Mohon tunggu...
safrizon joni joni
safrizon joni joni Mohon Tunggu... mahasiswa

meningkatkan untuk bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sunyi Tak Pernah Sia-Sia

14 Juli 2025   20:01 Diperbarui: 14 Juli 2025   20:01 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Langit senja menggantung redup di atas rumah kecil milik Doni. Di bawahnya, lelaki itu duduk sendiri di bangku kayu, menatap sawah yang menguning perlahan. Hanya suara jangkrik dan desir angin yang menemani. Tidak ada notifikasi dari ponselnya. Tidak ada suara manusia lain sejak pagi. Dan entah kenapa, itu tidak mengganggunya.

Sudah dua minggu sejak Doni memutuskan pulang ke kampung halamannya setelah tujuh tahun bekerja di kota. Bukan karena gagal,bukan juga karena rindu. Ia hanya lelah. Dunia terlalu ramai. Terlalu cepat. Terlalu bising. Hidupnya seperti terus dikejar sesuatu yang ia sendiri tak tahu bentuknya.

Sendirian terus Don? tanya Pak Darto, tetangganya, suatu sore

Doni hanya tersenyum kadang-kadang, sendiri itu menenangkan, Pa

Pak Darto mengangguk, meski raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tak benar-benar mengerti. Di desa kecil seperti ini, sunyi sering dianggap tanda kesepian. Tapi bagi Doni, justru di tengah sunyi ia menemukan sesuatu yang hilang: dirinya sendiri.

Setiap pagi, ia berjalan menyusuri pematang sawah. Mengamati embun di ujung daun, mendengarkan burung-burung yang berkicau tanpa alasan. Ia menulis lagi --- sesuatu yang sudah lama ia tinggalkan di tengah kesibukan kantor. Bukan untuk diterbitkan, bukan untuk likes di media sosial. Hanya untuk dirinya sendiri.

Ia mulai mengenali kembali aroma tanah basah setelah hujan, merasakan betapa hangatnya teh pahit buatan ibunya, dan menyadari bahwa waktu tak selalu harus dikejar --- kadang ia cukup dinikmati.

Satu malam, saat menulis di bawah lampu temaram, Doni menuliskan kalimat:
 "Sunyi tak pernah sia-sia. Ia adalah ruang kosong yang Tuhan sisakan agar kita bisa berbicara dengan hati sendiri."

Ia berhenti sejenak, memandang ke luar jendela. Bulan setengah bundar menggantung rendah, seperti mendengarkan pikirannya.

Keesokan harinya, Doni mengirimkan naskah tulisannya ke sebuah penerbit kecil. Ia tak berharap banyak. Tapi beberapa minggu kemudian, ia mendapat balasan: naskahnya diterima, dan editor menyebut tulisannya "sederhana tapi jujur, dan menyentuh".

Hari-hari berikutnya tak berubah banyak --- masih sepi, masih tenang. Tapi ada satu perbedaan: Doni tak lagi merasa kehilangan arah. Ia tahu, dari sunyi yang ia peluk, tumbuhlah sesuatu yang selama ini ia cari --- kedamaian, dan keberanian untuk menjadi dirinya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun