Mohon tunggu...
DILA MAYA SAFITRI
DILA MAYA SAFITRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Hanya seorang mahasiswa yang ingin mengisi waktu luang dengan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Optimisme di Tengah Isu Resesi! Begini Cara Survive Dari Ancaman Resesi 2023

29 Oktober 2022   15:49 Diperbarui: 29 Oktober 2022   15:55 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi resesi (Sumber: Pixabay.com)

Belakangan ini isu tentang ancaman resesi yang akan terjadi pada tahun 2023 menjadi trending topik dimana-mana. Bank Dunia menyatakan bahwa dunia akan mengalami resesi global pada 2023 mendatang, hal ini diperkuat dengan adanya beberapa indikasi yang terlihat sudah mulai terjadi seperti kenaikan suku bunga yang dilakukan serentak di seluruh dunia untuk menekan inflasi, perusahaan dari berbagai negara mulai mengurangi produksi karena permintaan global yang menurun, kemudian ada fenomena ultra dollar di mana dolar Amerika Serikat (AS) menguat dari mata uang negara-negara lain. Berdasarkan studi yang dilakukan Bank Dunia, kebijakan menaikkan suku bunga justru menyebabkan kondisi keuangan menjadi lebih ketat serta memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Presiden Joko Widodo juga telah beberapa kali menuturkan bahwa situasi perekonomian pada tahun 2023 akan gelap, hal ini juga telah disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang memproyeksikan bahwa kondisi perekonomian dunia akan mengalami resesi tahun depan.

Namun, apakah benar resesi akan terjadi? Apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapinya? Apakah kita bisa survive jika resesi benar-benar terjadi?

Ancaman resesi ini muncul karena beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab resesi tahun depan, diantaranya yaitu pandemi covid-19. Seperti yang kita tahu bahwa pandemi covid-19 saat ini memang sudah mulai mereda hingga banyak negara yang telah mengizinkan warganya untuk beraktivitas normal kembali. Namun tak bisa dipungkiri bahwa pandemi covid-19 mengakibatkan penurunan drastis dalam perekonomian. Hal ini diakibatkan oleh pembatasan aktivitas termasuk di dalamnya adalah aktivitas perekonomian, mengakibatkan penurunan ekonomi global yang sangat drastis. Lalu terjadinya perang Rusia-Ukraina. Saat kondisi perekonomian global belum pulih sepenuhnya akibat pandemi covid-19, meletuslah perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada rantai pasok global sehingga menimbulkan krisis pangan serta energi yang pada akhirnya meningkatkan laju inflasi. Perang Rusia-Ukraina menjadi faktor utama yang menyebabkan resesi yang disinyalir akan terjadi tahun 2023. Kemudian tingkat inflasi juga melonjak. Tekanan inflasi global tidak lepas dari dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan harga pangan dan energi seperti minyak, gas, dan batu bara melambung. Dampak dari inflasi tersebut adalah naiknya suku bunga acuan. Bank sentral dari berbagai negara telah menaikkan suku bunga untuk mengendalikan laju inflasi. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi sehingga dapat menyebabkan terjadinya resesi global. Permintaan global juga terjadi penurunan. Pengurangan terhadap hasil produksi mulai dilakukan oleh perusahaan di berbagai dunia. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya permintaan global sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi global yang akan mengalami kontraksi.

Ancaman mengenai resesi tahun depan merupakan prediksi atau perkiraan yang didasarkan pada data yang ada. Namun, prediksi bisa terjadi dan bisa juga tidak akan terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau biasa dikenal dengan SBY, mengatakan bahwa semua negara pasti akan mengalami kondisi di mana perekonomian menurun bahkan memburuk, namun krisis yang akan terjadi bisa berbeda dari masa lampau. Perekonomian kita bisa saja menghadapinya dengan mudah dan melangkah ke depan atau mungkin terjatuh namun tetap akan bangkit walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama. Menurut SBY, jika  menghadapinya dengan ikhtiar, maka kita bisa sukses menghadapinya. Mengatasi krisis butuh proses dan kecakapan, selain itu dibutuhkan kecepatan dan tepat sasaran agar mendapatkan hasil yang diinginkan, yang terpenting semua negara harus berikhtiar menghadapinya.

Untuk merealisasikan bentuk ikhtiar tersebut, Bank Dunia telah menyuarakan hal apa saja yang harus dilakukan untuk menghadapi resesi tahun 2023 terutama pada negara berkembang seperti Indonesia di mana Bank Dunia memberikan saran program ekonomi dari sisi pasokan dimana para otoritas harus memperbaiki supply energi, mobilitas tenaga kerja dan perdagangan internasional. Hal ini dapat menurunkan inflasi serta meningkatkan produktivitas global dalam jangka panjang. Kemudian dukungan untuk mencegah proteksionisme dan fragmentasi pada perdagangan global juga harus digencarkan agar dapat meningkatkan pasokan makanan dan energi. Bagi komoditas energi, para pembuat kebijakan harus dengan cepat melakukan transisi ke sumber energi yang rendah karbon dan mensosialisasikan kepada masyarakat untuk mengurangi konsumsi energi. Lalu, Bank sentral harus melakukan komunikasi mengenai kebijakan mereka dengan jelas namun tetap harus menjaga independensi. Hal ini dilakukan untuk menopang ekspektasi inflasi serta mengurangi pengetatan yang diperlukan. Pada negara berkembang, memperkuat peraturan makroprudensial dan membangun cadangan devisa harus segera dilakukan. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan fiskal perlu kehati-hatian dalam menarik langkah-langkah dukungan fiskal sambil terus memastikan konsistensi dengan bank sentral terkait tujuan kebijakan moneter. Langkah antisipasi yang perlu dilakukan pemerintah yaitu mempercepat program pemulihan ekonomi nasional dengan merealokasikan anggaran yang belum terpakai, meningkatkan belanja pemerintah, pemberdayaan UMKM untuk memperkuat ekonomi domestik, meningkatkan ekspor serta mengurangi impor, menjaga daya beli masyarakat dengan meningkatkan bantuan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat miskin, melakukan penghematan pada anggaran dengan menghentikan sementara proyek yang memakan biaya besar, mengembangkan energi alternatif, dan pemerintah juga diharapkan mampu mengelola APBN dengan baik dan penuh kehati-hatian pada tahun 2023 mendatang.

Masyarakat sebagai terdampak juga harus melakukan antisipasi dalam menghadapi ancaman resesi tahun depan. Pakar UGM, I Wayan Nuka Lantara, Ph.D. menghimbau agar masyarakat juga harus melakukan perencanaan pada pengelolaan keuangannya. Hal yang harus dilakukan yang pertama bagi yang sudah memiliki gaji tetap, harus mencari alternatif tambahan pendapatan lain. Lalu, masyarakat diharapkan rutin berinvestasi dan mencari investasi yang aman seperti deposito, emas, surat berharga yang diterbitkan negara, dan saham industri yang tetap dapat bertahan meskipun sedang krisis. Kemudian, menghemat dan mencatat pengeluaran. Yang paling penting, masyarakat harus tenang dan jangan melakukan panic buying karena dapat menyebabkan inflasi semakin parah.

Ancaman terhadap resesi yang akan terjadi tahun depan bisa saja menjadi kenyataan karena sudah banyak indikasi yang mengarah pada resesi global serta perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung mereda. Namun, bukan berarti kita harus takut dan panik dalam menghadapinya karena seperti yang sudah dikatakan presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono, bahwa pada saatnya badai pasti akan berlalu. Lalu bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapi isu resesi 2023 mendatang?

Kondisi perekonomian Indonesia sendiri berada pada posisi yang cukup kuat untuk menghadapi gejolak perekonomian dan peluang bertahan dari resesi juga cukup besar dibuktikan dengan PDB yang masih positif dan tingkat inflasi yang terbilang cukup rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia terpangkas dari 5,2% menjadi 5% pada tahun 2023. Hal ini menjadi perkiraan yang optimis bahwa Indonesia mampu terhindar dari resesi meskipun nantinya akan berpengaruh pada kinerja ekspor. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto juga menyampaikan dalam wawancara secara virtual dengan media, Senin (17/10) bahwa Indonesia telah melaksanakan upaya dalam mengendalikan inflasi dengan cukup baik dan saat ini tingkat inflasi berada pada 5,9%. Menko Airlangga juga menambahkan bahwa Indonesia termasuk cukup beruntung karena memiliki produksi beras yang cukup dan dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia tidak mengimpor beras dan jagung, bahkan Indonesia mengalami surplus jagung. 

Melihat data tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia sudah cukup siap dan optimis menghadapi ancaman resesi yang diprediksi akan terjadi tahun 2023. Namun demikian, langkah pencegahan sebagai bentuk antisipasi terhadap isu resesi tahun depan juga harus tetap dilaksanakan untuk meminimalisasi dampak buruk yang kemungkinan terjadi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun