Mohon tunggu...
Safa Buana Ramadhani
Safa Buana Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030145

Masih belajar menulis maaf kalau berantakan, semoga artikel disini bermanfaat. Selamat membaca semuanyaa!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terdampak Pandemi, Beginilah Nasib Pedagang Baju Batik di Sepanjang Jalan Malioboro

30 Juni 2021   18:59 Diperbarui: 30 Juni 2021   19:51 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah mendengar kata 'Malioboro' pasti tidak asing bukan di telinga kalian? Malioboro adalah salah satu destinasi wisata yang berada di Yogyakarta, selalu ramai dikunjungi wisatawan dalam negri maupun luar negri untuk menikmati liburan. Terletak di tengah kota membuat tempat ini mudah untuk dicarinya.

Karena banyaknya wisatawan yang berkunjung, membuat para pedagang memanfaatkan sepanjang jalan Malioboro untuk berjualan baju, makanan, oleh-oleh, minuman dan masih banyak lagi. Tidak hanya itu saja, saat kalian berkunjung kesini pasti akan menjumpai banyak pedagang yang menjual baju batik di sepanjang jalan Malioboro.

Seperti halnya dengan usaha Bu Amik yang ikut memanfaatkan tempat tersebut untuk mencari nafkah dengan berjualan baju batik. Ia memulai usaha berjualan pada tahun 2017. Berawal dari dirinya membantu dan menemani sang kakak dalam berjualan kurang lebih selama 10 tahun. Memang, usaha ini awalnya milik kakaknya tetapi karena sang kakak sudah lanjut usia akhirnya dilanjutkan olehnya.

Ia mengatakan bahwa dirinya setiap hari berjualan dan membuka tempat usahanya dari pukul 9 pagi sampai pukul 8 atau 9 malam tergantung kondisi Malioboro ramai atau sepi pengunjung.

"Dengan berjualan baju batik kayak gini saya mampu membantu melestarikan warisan budaya agar tidak punah dan dapat mengenalkan baju batik kepada semua orang, mbak" ujarnya.

Ia juga menjelaskan pada waktu dulu masih banyak orang yang jarang menggunakan baju batik. Bahkan baju batik pada saat itu hanya digunakan pada saat acara formal seperti datang ke acara pernikahan, menghadiri rapat atau menghadiri acara lainnya.

dokpri
dokpri

Bu Amik berjualan batik dari mulai ukuran untuk anak yang masih kecil hingga untuk orang dewasa. Sekarang, baju batik sangat banyak sekali bentuk, motif dan warnanya. "Memang disengaja dibuat seperti itu agar semua orang bisa memakainya dan bisa dipakai pada waktu apa pun, kalau tidak mengikuti perkembangan jaman bisa enggak laku mbak dagangan ini" ujarnya.

Pada saat itu Bu Amik pernah mencoba memasarkan  barang dagangannya melalui social media. Namun, hasilnya tak banyak yang terjual, dan akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan jualannya melalui Online. Ia lebih memfokuskan jualan seperti biasanya. Menurutnya, karena baju yang  dijual lebih bersifat oleh-oleh dari destinasi wisata dan biasanya yang membeli kebanyakan wisatawan dari luar Jogja.

Bu Amik juga mengatakan bahwa penjualan baju setiap harinya terjual minimal 10 potong baju di hari biasa, bahkan jika hari libur tiba ia bisa menjual dagangannya berkali-kali lipat dari hari biasanya. Harga baju yang dijual bervariasi dari mulai 30 ribu hingga 100 ribu. Tidak hanya berjualan baju batik saja tetapi juga menjual daster, baju pantai, kemeja, blazer, celana dan masih banyak lagi.

Pendapatannya juga bisa dibilang lumayan karena perhari mendapatkan ratusan ribu tetapi jika hari liburan tiba ia bisa mendapatkan keuntungan hingga jutaan rupiah.

Tetapi, semua berubah setelah adanya pandemi covid-19 yang melanda negara ini. Dulunya Malioboro selalu ramai dikunjungi wisatawan bahkan hingga macet sekarang menjadi sepi seperti kota mati. Musibah yang terjadi di negara ini membuat pendapatan perekonomian mikro maupun makro menjadi turun drastis. Bahkan, banyak sekali pedagang yang harus kehilangan pelanggannya ataupun hingga harus gulung tikar.

"Pas masih awal banget ada berita pandemi itu saya sempat tutup sekitar 3 bulanan, soalnya disini juga kan banyak yang suruh tutup tokonya apalagi waktu itu sektor pariwisata juga sempat ditutup jadi tambah sepi" ucapnya.

Ia juga menceritakan nasibnya pada masa awal pandemi muncul, tak ada satu rupiah pun yang masuk ke kantongnya. Padahal ia memiliki sejumlah tanggungan yang harus dipenuhi, dengan hanya berjualan inilah satu-satunya mata pencaharian yang dimilikinya.

Salah satu tanggungannya yaitu di lokasi penitipan gerobak untuk menaruh dagangannya, Bu Amik harus membayar sebesar 35 ribu per bulan. Selain itu, ada biaya sebesar 10 ribu per hari untuk biaya listriknya tetapi jika dagangannya tutup ia tak perlu membayar biaya tersebut.

Ia juga menjelaskan bahwa mata pencahariannya saat pandemi ini menjadi semakin sulit dan selalu mengalami penurunan bahkan drastis. "Adanya pandemi ini berdampak banget untuk saya, apalagi cari uang saat situasi seperti ini susah mbak, bisa terjual 1 baju saja sudah bersyukur dan cukup buat beli makan saja sudah alhamdulillah" tuturnya.

Saat melayani pembeli ia juga selalu menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak dengan pembeli, menggunakan masker dan menyediakan hand sanitizer. 

Bu Amik juga mengatakan sejak berjualan bertahun-tahun di Malioboro baru kali ini dirinya benar-benar berhenti berjualan dalam waktu yang sangat lama dan juga merasakan kondisi Malioboro yang sangat sepi sekali bahkan orang-orang datang untuk jalan-jalan tidak ada.

"Kondisi seperti ini yang terpenting adalah sabar dan tekun, tidak apa-apa jika kondisinya harus begini karena namanya musibah mau bagaimana lagi dan tidak akan pernah tahu kapan datangnya, apa pun hasilnya mau sedikit atau banyak harus tetap disyukuri karena itulah cara menikmati hidup" imbuhnya.

"Selagi saya bisa berusaha, masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk mencari uang, saya akan terus berusaha semaksimal mungkin karena saya juga tidak mau merepotkan orang lain" lanjut ungkapnya.

Bu Amik hanya bisa berharap dan berdoa agar pandemi ini segera berakhir dan kondisi kembali normal seperti dulu lagi sebelum adanya pandemi ini. Ia juga memberikan pesan kepada semua orang untuk selalu menerapkan protokol kesehatannya dimana saja berada karena dengan menjalankan aturan tersebut sama saja dengan membantu memulihkan semuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun