Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada 2018 Banyumas, Geger Moer GKS

17 Februari 2018   15:59 Diperbarui: 17 Februari 2018   16:04 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
radarbanyumas.co.id

Menjelang pencoblosan pada tanggal 27 Juni 2018 nanti, Pilkada Banyumas hanya menampilkan dua kandidat yang mulai hari ini, 17 Februari 2018 diselenggarakan arak-arakan keliling kota Purwokerto untuk menandai mulai berlakunya kampanye. Masing-masing jago akan unjuk diri menampilkan program dan kelebihannya pada khalayak audien.

Banyak persoalan yang harus dibenahi untuk mewujudkan  "Banyumas Menjadi Sinarnya Tanah Jawa" yang menurut pandangan saya agar terwujud tagline itu, bupati terpilih nanti harus mengelola bidang seni budaya dan pendidikan sebagai unggulan. Sebagai warga Banyumas saya mengharapkan bupati terpilih nanti bisa mengadopsi, meniru atau dapat diilhami oleh konsep dan program dua bupati di Tanah Jawa dalam mengelola budaya leluhurnya.

Dedi Mulyadi bupati Purwakarta dengan "Purwakarta Berkarakter" yang mengelola  budaya Tanah Sunda sedemikian rupa bisa sampai menginternasional. Leluhur Sunda yang dekat dengan kultur Hindu warisan Prabu Siliwangi dapat ditata dengan maksimal walau di daerahnya banyak kelompok garis keras.

Berikutnya adalah Mohammad Azwar Anas, bupati Banyuwangi. Sedemikian hebat prestasinya mengembangkan budaya Osing leluhurnya dan  mampu mendekati Bali sebagai tujuan wisata dunia. Banyuwangi saya juluki kota "Seribu Festival" pencapaian luar biasa bagi kepala daerah.

Nah,  tagline "Banyumas Menjadi Sinarnya Tanah Jawa" menjadi tantangan bagi mereka kandidat jago bupati untuk mewujudkannya sehingga bisa mendekati Purwakarta atau Banyuwangi. Namun, ada persoalan yang membelit mereka berdua pada masa pemerintahannya dan pemerintahan sebelumnya, yaitu GKS.

GKS (Gedung Kesenian Soetedja) merupakan gedung sarana beraktivitas para seniman Banyumas sejak tahun 1970. Keberadaan GKS ini penuh pasang surut, gejolak, konflik dan demo-demo para seniman dan budayawan lokal. Kini GKS telah lenyap beralih rupa menjadi pasar tradisonal modern yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Penggantinya sampai hari ini masih berantakan belum bisa digunakan yang merupakan hasil kompromi bupati petahana dengan para seniman.

Berikut, riwayat pasang surut gejolak konflik dan demo-demo masalah GKS yang saya istilahkan dalam bahasa Banyumas "Geger Moer" "

Pada tanggal 14 Maret 1970 Bupati Soekarno Agung meresmikan pemakaian GKS.  (Gedung Kesenian Soetedja) Sejak itu, GKS menjadi pusat kegiatan berkesenian  para seniman untuk menggelar hasil olah ekspresi dan kreativitasnya. Baru ketika  GKS tak terurus perawatannya, fasilitasnya sudah rusak dan tak memadai. MCK jorok, akustiknya amburadul, atap bocor, lampu penerangan kelap-kelip kemudian sering beralih fungsi menjadi gudang. Gudang beras, aspal, perlengkapan KPU   serta gudang barang-barang bekas milik Pemda yang akan dilelang, mulailah para seniman pengisi GKS meninggalkannya. GKS menjadi sepi, mendekati hancur, kata orang indangnya sudah hilang, tidak heran kemudian diupayakan menjadi pasar.

Geger moer GKS,

Dalam perjalanannya GKS selalu menimbulkan  geger moer.  Terlebih-lebih kalau ada isu pemerintah mau nguthak-athik gedung ini. GKS mengalami beberapa kali geger moer. Dimulai dari zaman Bupati Poedjadi Djaring Bandayoeda, sekitar tahun 1973, Pemda menerbitkan Mingguan Rahayu dan berkantor di GKS. Aktivitas di luar penerbitan ikut menggalang anak-anak muda berkarya di GKS. Geger moer pun terjadi karena banyak pagelaran marak di sana, banyak penggiat seni  memanfaatkan GKS untuk mengekspresikan kreativitasnya. Lomba baca puisi, pentas teater, konser musik, kethoprak, fashion show, pameran lukisan, tari dll.selalu digelar di sana.  Ini adalah geger moer pertama yang positif.

Geger moer yang kedua pada zamannya Bupati Djoko  Sudantoko. Tahun 1994, ada isu bahwa pemerintah mau nguthak-athik GKS hendak dijadikan gedung DPRD untuk memindahkan Gedung Ripta Loka yang ada di samping barat pendopo kabupaten. Para seniman pun bereaksi, khususnya seniman mudanya, mereka  akan  demo. Pak Djoko Sudantoko lalu memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan mereka.

Biasa, kalau seniman ngomong ya pating pecothot tidak karuan, sampai Dandim Letkol Anton waktu itu marah besar atas kritikan para seniman. Namun,  Pak Bupati arif menanggapi reaksi seniman. Mengucapkan terima kasih atas kritik, saran dan masukan serta berjanji akan membangun semacam Gelanggang Remaja atau youth centre di kawasan GOR Satria. Ini geger moer kedua yang menyinggung sensitivitas seniman pada masalah GKS.

Geger moer yang ketiga terjadi pada masa Bupati Aris Setiyono. Waktu itu, komunitas perupa muda Watu Apung menggelar pameran lukisan di GKS, 6 Agustus 2007. Hadi Wijaya dkk. mengeluh dan komplain karena GKS sangat tidak memadai untuk ajang pameran lukisan. Suherman, ketua DPRD waktu itu yang membuka pameran membuat pernyataan siap menganggarkan 1 milyard untuk renovasi GKS. Para seniman Purwokerto pun jadi oreg, reang, geger moer.

Difasilitasi oleh Mas Im ketua PWI Banyumas, menggelar " Rembug Soetedja " 11 September 2007, suara seniman pun hiruk pikuk dengan pendapat mareka masing-masing. Umumnya menanyakan kesungguhan Pemda atas dana 1 milyard untuk renovasi GKS yang dilontarkan ketua DPRD. Pada APBD 2008 keluar DED (Detail Engeneering Design) sebesar 100 juta. Namun karena kesalahan aparat teknis pelaksana dana itu dibelikan matrial, batu, pasir dll. Proyek renovasi pun tak ada kabar beritanya lagi.

Geger moer keempat pada masa Bupati Marjoko. Pada tanggal 14 Januari 2009 keluarlah DED GKS dari APBD 2009. Namun, DED tersebut bukan untuk renovasi GKS tetapi untuk pelebaran Pasar Manis yang mengambil lokasi GKS. Gerakan Silang Putih pun digelar para seniman. Mereka melakukan unjuk rasa besar-besaran. Banyumas News-Com menurunkan berita bertajuk " Rakyat Banyumas Serbu Marjoko ".

Geger moer kelima saat  HB (Husein-Budhi) menggantikan kekuasaan Marjoko. Adalah Jarot Setyoko  diminta oleh Pak Husein untuk menjadi mediator para seniman dalam rangka memulihkan kembali hubungan para seniman dengan pemerintah dengan melakukan relokasi GKS. Rembug Soetedja digelar  Minggu malam tanggal 5 Mei 2013 di rumah Mas Bador, hadir sekitar 25-an seniman dari berbagai cabang seni.

Rembugan  menentukan opsi  renovasi atau relokasi GKS  menghasilkan relokasi sesuai keinginan pemerintah. Opsi tempat yang disodorkan pemerintah untuk merelokasi GKS adalah di kompleks GOR Satria, bekas kawedanan di Karanglewas, tanah di depan pintu masuk Perumahan Tanjung Elok, Gedung Sarwa Mandala Dindik serta stadion mini. Hasil voting memilih stadion mini sebagai tempat relokasi GKS.

Rembugan juga menghasilkan beberapa catatan. Pertama dibentuk tim untuk beraudensi dengan bupati yang digabung dengan tim untuk masalah Musda DKKB hasil pertemuan di aula Satelit Pos Minggu 28 April 2013. Kedua, menyampaikan pilihan lokasi GKS yang baru di lahan stadion mini. Ketiga, pembangunan GKS di lokasi baru terlebih dahulu sampai terwujud, baru GKS lama dibongkar untuk pasar. Keempat, pembangunan Pasar Manis yang membongkar GKS haruslah menjadi pasar tradisional modern dengan mengutamakan para pedagang lama untuk mendapatkan lapak di sana. Kelima, jangan sampai pembangunan Pasar Manis di GKS berubah menjadi mall yang hanya menguntungkan para pemodal besar dan menyengsarakan wong cilik para bakul di Pasar Manis.

 

TBB (Taman Budaya Banyumas),

Pada Rembug Soetedja, Selasa 11 September 2007 yang dihadiri Bupati Aris Setiono, Ketua DPRD Suherman, Asisten Sekda Didi Rudwianto dan Kepalas Dinas PU Mayangkoro, saya menolak renovasi dan memilih relokasi GKS. " Olih Uceng Kelangan Deleg "itulah judul opini saya di Radar Banyumas, Minggu 7 Oktober 2007 tentang rembugan GKS. Banyak teman yang hanya mengacu gedung kesenian semata, tanpa pandangan ke depan. Konsep taman budaya seperti TIM, TBS, TBRS saya kemukakan. Pada kongres Dewan Kesenian Indonesia di Papua tahun 2005 menghasilkan rekomendasi agar taman budaya dibangun di setiap provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia. Jadi, sekali lagi, menurut saya, relokasi GKS ke lahan  stadion mini itu bukan membangun gedung kesenian semata tetapi upaya merintis keberadaan TBB ( Taman Budaya Banyumas )

TBB yang pernah dirintis Pemda melalui pendirian SBB (Sentral Budaya Banyumas) di Banyumas, layu sebelum berkembang, tahun 2010 dibubarkan. TBB memang mengelola lebih luas aspek kebudayaan bukan saja aspek kesenian. Ada sepuluh aspek tercakup dalam TBB yaitu, permusiuman, kepurbakalaan, kesejarahan, nilai tradisional, bahasa, sastra, kepercayaan terhadap YME, anthropologi, film dan kesenian. Sebagai leading sector adalah kesenian yang bertumpu pada performance berpusat di GKS.

Bagaimana pengelolaanya ?  Lewat SOT lalu dijadikan UPT.  Dibantu mitranya DKKB, GKS yang menjadi rintisan TBB ini dikelola bersama-sama untuk meningkatkan, mengembangkan dan melestarikan budaya Banyumas. Pembangunan GKS   meliputi teater tertutup, teater terbuka, galeri, wisma seni, Sekul Mas (Sentra Kuliner Banyumas)  dan pasar seni. Saya berkhayal di kompleks GKS ini ada pasar seni seperti di Ancol Jakarta. Ada semacam Pasar Sukowati seperti di Denpasar Bali yang memajang dan menjual produk ekonomi kreatif seperti batik banyumas, lukisan sokaraja, cinderamata , kerajinan rakyat dll. TBB dibangun secara bertahap dengan anggaran tahun jamak.

Semoga GKS yang baru yang dibangun dengan sejarah geger moer   dan melalui studi banding ke Surakarta, Yogyakarta, Purwakarta dan Jakarta ini bisa terwujud segera oleh bupati 2018-2023. Bila  petahana yang jadi, harus menepati janji dalam visi-misinya Banyumas is The Best, bisa seperti Solo atau Yogya. "Pas nggo Banyumas Lanjutkan" Bagi penantang bisa mewujudkan  tagline-nya "Bergas Trengginas -- Gembyar Bercahaya"  bukan hanya slogan kosong atau utopia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun